PEMBINAAN BIDANG KEPERCAYAAN DAN TRADISI
DI PROVINSI JAWA TIMUR
I.
PENGERTIAN
KEPERCAYAAN DAN TRADISI
Kepercayaan adalah kemauan
seseorang untuk bertumpu pada sesuatu
dimana kita memiliki keyakinan padanya. Sedangkan tradisi dapat
diartikan suatu budaya di daerah yang terdapat banyak aturan dan norma yang harus
dipatuhi. Misalnya saja norma hukum yang berisi Undang-undang atau peraturan yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Dalam
menjalani hidup, sudah sepatutnya setiap manusia patuh dan tunduk terhadap
norma-norma yang ada di sekitarnya. Norma lain yang juga harus dipatuhi adalah
norma agama dan norma sosial. Tujuan dari norma-norma tersebut adalah agar
kehidupan berjalan dengan baik dan teratur. Suatu aturan dan norma yang ada di
masyarakat tentu dipengaruhi oleh tradisi yang berkembang di masyarakat. Misalnya saja, di daerah Pamenang Kediri yaitu di Pamuksan Sri Aji Joyoboyo setiap bulan
Suro selalu mengadakan acara sesaji suroan dan menggelar Wayang Kulit. Namun hal
ini tidak berlaku di daerah lain karena setiap daerah memiliki tradisi yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, masyarakat juga akan mengembangkan suatu aturan
dan norma yang sesuai dengan tradisi mereka.
Kepercayaan terhadap Sang pencipta merupakan hal yang sangat penting ditanamkan
dalam diri., karena dengan adanya kepercayaan tersebut akan menyadarkan diri kita, bahwa segala yang
ada baik alam semesta maupun isinya adalah bersumber dari Tuhan. Orang yang
tidak memiliki kepercayaan akan merasa ragu, bimbang, khawatir , serta
yang lainnya. Orang yang percaya akan
adanya Tuhan akan memiliki kepasrahan dalam dirinya. Sehingga orang
tersebut akan memiliki kepastian dalam hidupnya, dan akan bisa merasakan bahwa
manusia sesungguhnya penuh dengan keterbatasan. sehingga akan memperkecil
bahkan bisa menghilangkan rasa egoisme yang sering menyesatkan hidupnya.
Kepercayaan dan tradisi yang dimiliki masyarakat bertujuan agar membuat
hidup manusia kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, kepercayaan tradisi juga akan menciptakan kehidupan yang harmonis.
Namun, hal tersebut akan terwujud hanya apabila manusia menghargai,
menghormarti, dan menjalankan suatu kepercayaan
dan tradisi
secara baik dan benar.
II.
PENGHAYAT KEPERCAYAAN
TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN KEBERADAANNYA
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah setiap orang yang
mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keyakinan yang diwujudkan dengan
perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap
Tuhan Yang Maha
Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan
lokal atau daerah.
Penghayat
Kepercayaan merupakan kenyataan sejarah yang tak terbantahkan oleh siapa pun
dan generasi kapan pun. Sayangnya, dalam perjalanan dan pergumulan sejarah pula
nasib penghayat kepercayaan ini tak
sepenunya mengggembirakan, bahkan cenderung memprihatinkan. kebijakan pemerintah tak sepenuhnya mampu merawat keberadaan penghayat kepercayaan yang sejatinya kaya dengan kearifan lokal yang sangat
berguna bagi warga penganutnya maupun masyarakat umum lainnya.
Di Jawa Timur banyak sekali para kadang Penghayat Kepercayaan Terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang sudah terinventarisasi maupun yang belum terinventarisasi di tingkat pusat sehingga pemerintah Provinsi
Jawa Timur berusaha membina dan menfasilitasi para kadang Penghayat Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, supaya dalam kehidupan bermasyarakat terjadi
suasana yang harmonis antara penghayat kepercayaan dan pemeluk agama yang lain.
Sayangnya nasib penghayat kepecayaan yang ada di Jawa Timur tidak semua masyarakat di daerah mau
menerima keberadaannya. Masih banyak penghayat
kepercayaan di daerah- yang mendapat tekanan dan
diskriminasi dari masyarakat yang lain. Walaupun
sebenarnya penghayat kepercayaan sudah mendapat pengakuan dari pemerintah pusat
dan sudah ada payung hukum yang melindungi keberadaan mereka tersebut. Dan juga
masih ada pemerintah didaerah yang tidak mengakomodir keberadaan penghayat kepercayaan ini. Kebijakan di daerah
masih cenderung
diskriminatif dan berdampak negatif bagi para kadang penghayat kepercayaan, karena kurangnya sosialisasi pemerintah
pusat ke daerah-daerah tentang payung hukum yang melindungi keberadaan
penghayat kepercayaan.
Dengan demikian
menjadi penting untuk melihat secara jernih dan arif keberadaan penghayat kepercayaan yang pada umumnya mengandung nilai-nilai luhur yang
kemudian banyak dianut oleh sebagian masyarakat daerah khususnya di Jawa Timur. Penghayat kepercayaan juga mengajarkan untuk senantiasa berbuat baik
pada sesama, hidup berdampingan dalam masyarakat majemuk, dan menghargai serta
menghormati keberadaan kelompok atau penganut agama lain yang berbeda.
Nilai-nilai luhur inilah yang teramat penting untuk menopang bagi pembangunan
karakter bangsa yang tengah kita lakukan bersama.
Oleh karena
itu mari kita tengok kembali ajaran-ajaran luhur yang terdapat dalam beberapa
Penghayat Kepercayaan yang memiliki peluang dalam berkontribusi dalam
pembangunan karakter bangsa, yaitu :
1. Tolong - Menolong dalam Ajaran Sapto
Dharmo
Ajaran tolong-menolong dijadikan
semboyan bagi penganut Sapto Dharmo, dalam Sesanti- berbunyi “Ing ngendi bae, marang sapa bae warga Sapto Dharmo
kudu sumunar pindha
baskara”. Dalam bahasa Indonesia berarti; di mana saja dan kepada siapa saja (baik
seluruh makhluk hidup atau mati). Warga Sapto Dharmo haruslah senantiasa
bersinar laksana surya. Makna dari semboyan ini adalah kewajiban bagi warganya
untuk selalu bersikap tolong-menolong kepada semua manusia. Ajaran
tolong-menolong inilah yang mutlak kita butuhkan manakala kita sebagai warga-bangsa
kerap menghadapi persoalan, baik yang terkait dengan kebutuhan pribadi maupun
kaitannya dengan tugas kita sebagai anggota masyarakat. Pertolongan dari orang,
bahkan kelompok lain sejatinya selalu kita butuhkan. Bukan semata karena dalam
hal tertentu kita lemah melainkan
sebagai perwujudan dari pemenuhan hak asazi manusia di muka bumi.
2. Kewajiban Berbuat Baik Dalam Ajaran Murti Tomo Waskito Tunggal
Ajaran kebaikan yang menjadi kewajiban para
kadang penghayat Murti Tomo Waskito Tunggal didalam sesantinya yang berbunyi “ Ojo pisan-pisan duwe
niyat ngrusak culika utowo cidra marang sedulurmu, Yen ono sadulurmu nemu pakewuh utowo
kasusahan pada beloha sungkowo lan tulungano saperlune, senadian rupo bau-suku,
piwulang, pikiran, kawruh utowo kabisan, malah yen perlu banget, tulungono
sapanduman rojo darbekmu.
Sakabehing pitulungan mau, kudu kelawan rila lan sucining ati lan maneh ora
cukup mung sapisan bae, nanging yen perlu kudu maneh - maneh kongsi sakpantese. Ojo birahi goroh lan ojo takabur
(jubria)., ojo
milikan sadengah kang ora kalal,Ojo
golek dadahaning prakoro, ojo
anjarak ngambah ing dedalan kang ora utomo.” Dalam Bahasa Indonesia Berarti; Jangan sekali-kali
punya maksud merusak, licik atau berbohong kepada Saudaramu, kalau ada
Saudaramu mendapat bencana atau kesusahan harus ikut prihatin dan tolonglah
secukupnya, walaupun berupa tenaga, pelajaran, pikiran, pengetahuan atau
ketrampilan, kalau bisa tolonglah sebagian dari hartamu. Semua pertolonagn
tadi, harus ikhlas dan tulus dari hati dan tidak hanya sekali saja, malah kalau
perlu harus lagi-lagi sampai pantas. Jangan suka berbohong dan sombong, jangan
suka memiliki sesuatu yang tidak halal, jangan suka mencari perkara, jangan
suka menjalankan kehidupan di jalan yang tidak baik.
Menyimak dari contoh ajaran yang diambil dari kedua paguyuban penghayat kepercayaan
yaitu paguyuban Sapto Darmo dan Murtitomo Waskito Tunggal tersebut
sesungguhnya ajarannya tidak
berbeda dengan ajaran-ajaran agama-agama yang lain. Karena itu tidak sepatutnya jika kita melihat sebelah
mata kepada kedua komunitas penghayat kepercayaan ini dan juga komunitas-komunitas penghayat lain yang berbeda dengan kita.
III.
PERAN DINAS KEBUDAYAAN
DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TIMUR UNTUK PARA KADANG PENGHAYAT KEPERCAYAAN
Kebijakan yang telah
dilakukan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur yang bekerjasama dengan
Majelis Luhur Kepercayaan dalam pelayanan kepada para kadang penghayat kepercayaan
dengan mengadakan program sarasehan budaya yang dilaksanakan setahun sekali untuk
membahas serta menampung aspirasi para penghayat kepercayaan tentang permasalahan-permasalahan
yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat khusunya di Jawa Timur.
IV.
PERMASALAHAN YANG
TERJADI PARA PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI JAWA TIMUR
Sebenarnya upaya pembinaan organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa saat ini dirasa masih kurang. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur perilaku penghayat kepercayaan
belum sepenuhnya dapat melindungi eksistensi warga penghayat secara maksimal.
Hal ini antara lain ditandai dengan belum adanya satu pemahaman antara penghayat
kepercayaan, masyarakat dan pemerintah tentang pelayanan terhadap penghayat kepercayaan, kurangnya sikap
saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan bermasyarakat, serta
kurangnya keterbukaan komunikasi antara penghayat kepercayaan dengan instansi
pemerintah dan masyarakat.
Didalam pelayanan terhadap penghayat kepercayaan yang di atur dalam peraturan dan undang-undang, secara
aplikasi dilapangan
diperlukan sosialisasi yang lebih intensif. Hal itu terkait dengan beberapa layanan
sosial yang belum
berjalan sebagaimana semestinya. Seperti
misalnya pelayanan yang berkaitan dengan pengurusan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), pemakaman dan perkawinan. Di beberapa daerah di Jawa Timur masih terjadi banyak
perlakuan diskriminatif terhadap para
penghayat kepercayaan dalam pengurusan KTP,
pemakaman dan perkawinan. UU No.23/2006
tentang Administrasi Kependudukan dan PP No.37/2007 tentang pelaksanaan UU
Administrasi Kependudukan untuk
KTP para penghayat kepercayaan harus ditulis dengan kode – (strip). Peraturan tersebut yang
semula dianggap sebagai payung
hukum untuk melindungi para
penghayat dari perilaku diskriminatif, ternyata aplikasi di lapangan yang terjadi adalah mereka
masih sulit mendapatkan KTP yang kolom agamanya diisi dengan keyakinannya. Masih banyak para kadang penghayat kepercayaan yang di kolom KTP nya harus menuliskan salah satu di antara enam agama
resmi, yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong hu cu. Padahal yang
bersangkutan sudah menyebutkan bahwa dirinya bukan pemeluk ke enam agama tersebut.
Dengan adanya
contoh permasalahan di atas menadakan bahwa belum adanya satu pemahaman tentang
perlindungan bagi para penghayat kepercayaan di lingkungan masyarakat dan
pemerintahan di tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten Kota.
V.
PROGRAM UNTUK MENANGANI
PERMASALAHAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI JAWA TIMUIR
Langkah-langkah
strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah dan komunitas penghayat untuk mengatasi permasalahan –permasalahan
yang terjadi supaya dalam kehidupan bermasyarakat dapat diciptakan suasana aman, tentram damai
dan harmonis, maka hal yang perlu dilakukan adalah :
1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur
bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani tentang
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Melakukan sosialisasi tentang
peraturan dan undang undang yang memayungi keberadaan para penghayat
kepercayaan, kepada aparat pemerintah yang melayani administrasi
kemasyarakat mulai tingkat RT,
RW, Kelurahan, Kecamatan dan
Tingkat Kabupaten/
Kota di Jawa Timur.
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Jawa Timur memperbanyak
program
yang memberikan peluang bagi penghayat kepercayaan untuk memperdalam
keyakinannya serta menampung
aspirasinya melalui seminar, sarasehan, maupun pertemuan-pertemuan
yang setara.
3. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Membantu para
penghayat
kepercayaan yang mau mendaftarkan organisasinya untuk mendapatkan inventarisasi di tingkat pusat.
4. Dalam ranah
internal komunitas penghayat harus mulai merintis adanya lembaga pendidikan,
baik non-formal maupun formal sebagai wadah internalisasi dan sosialisasi
nilai-nilai luhur penghayat kepercayaan. Ini sekaligus sebagai wadah kaderisasi
agar lahir generasi penerus ajaran leluhur yang siap mendharma-baktikan ilmu
pengetahuannya di masa yang akan datang.
5. Dalam ranah
eksternal, komunitas penghayat kepercayaan dapat menjalin komunikasi dan
kerjasama dengan lembaga pendidikan di luar penghayat untuk dapat memberikan
ruang bagi sosialisasi dan pendidikan tentang penghayat kepercayaan.
- Mengembangkan program-program dan
kegiatan-kegiatan yang lebih menarik,
sehingga diminati terutama oleh kalangan anak, remaja, mahasiswa dan
pemuda. Hal ini penting agar gagasan dan nilai-nilai luhur penghayat
kepercayaan dapat dengan mudah diserap oleh mereka dan mempraktikkannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
VI.
PENUTUP
Setiap warga Negara dan komunitas di dalamnya memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh
kehidupan yang sdamai tanpa ada diskrininasi dari pihak lain. Seperti para penghayat kepercayaan.
Peluang dan kesempatan harus diciptakan dan diisi dengan sebaik mungkin dengan
langkah strategis untuk mendapatkan
suasana yang tentram, damai, harmonis dalam kehidupan bermasyarakat.