TANTANGAN PEGAWAI PEMERINTAHAN DAN
POLITIK KEBOHONGAN
Sekarang
ini memasuki tahun 2019, yang disebut tahun politik. Penyelenggaraan pemilu
makin dekat, dan persaingan antar calon untuk para wakil rakyat dan presiden
makin memanas. Kita lihat di pemberitaan medsos banyak sekali kita saksikan
pertarungan politik dengan upaya menyebar banyak kebohongan, menawarkan
janji-janji yang tidak mungkin bisa di impementasikan. Dengan gampangnya solusi
dangkal ditawarkan dan dianggap solusi paling ampuh.
Kemudahan
yang dihadirkan lewat teknologi digital di manfaatkan untuk memunculkan
berita-berita bohong demi menciptakan kebencian dengan memanipulasi fakta.
Menyebarkan hoaks dianggap bukan lagi sebagai perbuatan yang hina. Mereka tidak
sadar bahwa cara-cara berpolitik seperti ini akan mendatangkan bahaya. Akan
tetapi demi untuk mencari dukungan, pertimbangan soal baik dan buruk itu
ditinggalkan tidak sedikit pula orang yang termakan dan bahkan menggandrungi
pola kampanye yang seperti ini.
Lalu
siapa saya aktor dari praktik berpolitik seperti ini?. Mereka adalah
orang-orang yang berpendidikan, elite parpol, bahkan kelompok masyarakat yang
mempunyai pengaruh dan punya gelar kehormatan tinggi di masyarakat tersebut.
Kalaupun ada yang ketahuan perilaku kebohongan ini, mereka umumnya hanya pion
yang diatur sekelompok elite.
Dengan
adanya persoalan tersebut, bahwa pendidikan tinggi, gelar kehormatan di
masyarakat dan jabatan yang tinggi, tidak menjamin orang tersebut untuk
berprilaku yang baik. Hal itu bisa sebagai instrument untuk berbagai macam
kepentingan, termasuk demi uang dan kekuasaan.
Ternyata
tidak hanya di tahun-tahun politik seperti ini berita kebohongan itu terjadi. Hal
tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama. mengapa demikian? Sudah tidak asing lagi bahwa
rata- rata para pejabat yang mempunyai kuasa lah yang sering membuat berita
kebohongan, walaupun itu tidak semuanya.
Permasalahan
inilah yang menjadikan salah satu tidak idealnya kinerja di pemerintahan
dikarenakan prosesnya yang tidak benar. Proses untuk memperoleh jabatan yang
tidak benar, yang hanya diperoleh bukan berdasarkan kompetensi sesuai dengan
keahliannya. Akan tetapi hanya lewat perkenalan dan uang. Sehingga siapa yang
punya kedekatan dengan para pejabat atau pimpinan serta uang maka merekalah
yang akan direkomendasikan untuk menjadi pimpinan di tingkat bawahnya.
Dengan adanya permasalahan
tersebut, mendorong saya untuk memberikan beberapa catatan diantaranya adalah:
pertama, para pejabat pemerintah yaitu Kepala Dinas, Kepala Bidang dan Kepala
Upt atau yang lainnya harusnya resah ketika para pegawai bawahannya resah.
mereka seharusnya berfikir bahwa apa yang diresahkan pegawai bawahan tersebut
sesungguhnya bukanlah hal yang salah untuk bisa di pertimbangkan sebagai
masukan ataupun saran demi kemajuan suatu lembaga pemerintahan. Kedua, permasalahan
kebohongan yang sering terjadi, patut disesalkan karena dilakukan oleh pejabat
atau pemimpin kita yang seharusnya memberikan contoh sikap dan perilaku yang
baik kepada pegawai bawahannya. Bagaimana kita bisa berharap supaya lembaga
pemerintahan ini maju kalau para pejabat atau pemimpin kita tidak layak untuk
dijadikan sebagai panutan. Ketiga, permasalahan kebohongan seperti ini kalau
tidak dapat diatasi secara efektif, maka eskalasi permasalahan yang melibatkan
para pejabat pemerintahan dan pegawai bawahan dapat berkembang menjadi bola
salju yang dapat meruntuhkan sendi-sendi tatanan lembaga pemerintahan. Keempat, di lembaga
pemerintahan harus ada keterbukaan untuk saling mengenal antara pegawai, baik
pegawai bawahan maupun para pejabat. Karena hal yang harus di hilangkan adalah
eksklusivisme, yang berujung pada keangkuhan dan egoisme pribadi. Bahaya dari
eksklusivisme ini nyata lewat cara kerja para pimpinan yang hanya percaya pada
informasi yang mereka ciptakan, dengan tidak mau percaya kepada pegawai bawahan
sebagai pembanding. Sehingga yang
terjadi mereka menciptakan jarak antara pegawai yang satu dengan yang lain.
Upaya
melawan hal ini, para pimpinan yang tertinggi setingkat Presiden ataupun Kepala
Daerah, harus mengubah sistem untuk
perekrutan pegawai yang transparan dan akuntabel, serta memilih pejabat yang
sesuai dengan speksifikasinya dan harus dibuka secara kompetitif dan
transparan, sehingga menghasilkan para pejabat yang benar-benar berkwalitas
serta mempunyai mental yang baik. Dan juga mereka memiliki tanggung jawab moral
untuk menjadi contoh dan tauladan untuk para pegawai bawahannya.
Kita
merindukan para pegawai pemerintah yang memiliki kesadaran dan mental yang baik
sehingga terbentuk harmoni dalam pemerintahan, sebagai pegawai dan abdi negara.
Kita merindukan pegawai-pegawai yang mengabdi pada kebenaran. Dengan demikian,
di masa depan kita bisa menciptakan pegawai-pegawai yang akan muncul dan
bersuara tegas menolak kebohongan, dan secara jernih menghadirkan kebenaran.
Kita merindukan pegawaii masa depan yang memegang prinsip, apa artinya
kekuasaan jika diraih dengan cara nista.
Penulis :
Nama : Adiyanto, S.Sn,MM
tulisan ini pernah dimuat di pojokkiri korane rakyat
pada Kamis Pahing 17 Januari 2019
No comments:
Post a Comment