Apabila
ditinjau dari istilah kata-kata (terminologi) Kata gamelan berasal dari bahasa jawa gamel
yang berarti memukul atau menabuh, dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan
untuk memukul instrumen, diikuti akhiran an
yang menjadikannya kata benda. Istilah karawitan mengacu pada musik gamelan klasik
dan praktik pertunjukan, dan berasal dari kata rawit, yang berarti rumit atau dikerjakan dengan baik. Kata ini berasal dari kata bahasa Jawa yang berakar dari bahasa Sanskerta, rawit, yang mengacu pada rasa kehalusan dan
keanggunan yang diidealkan dalam musik Jawa. Kata lain dari akar kata ini, pangrawit, berarti seseorang dengan
pengertian demikian, dan digunakan sebagai penghargaan ketika mendiskusikan
musisi gamelan yang terhormat. Bahasa Jawa halus (krama)
untuk 'gamelan' adalah gangsa, dibentuk dari kata tiga dan sedasa
(tiga dan sepuluh) merujuk pada elemen pembuat gamelan berupa perpaduan tiga
bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut menghasilkan
perunggu, yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan.
Gamelan yang berkembang di Jawa Timur,
sedikit berbeda dengan gamelan Jawa tengah, Jogjakarta, Bali ataupun Gamelan
Jawa Barat (sunda). Gamelan Jawa Timur memiliki nada yang lebih sigrak apabila
dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Yogyakarta yang identik lembut, Gamelan
Bali yang rancak serta Gamelan Jawa Barat (sunda) yang mendayu-dayu. Menurut
beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap
pandangan hidup orang jawa pada umumnya. Sebagai orang jawa harus selalu memelihara
keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan
bertindak. Oleh sebab itu, orang jawa selalu menghindari ekspresi yang
meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud
paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan
seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap
penutup irama.
Berdasarkan Bentuk dan wujudnya Alat musik
gamelan dibagi menjadi tiga, yaitu bilah, pencon/ pencu dan bentuk lain selain
bilah dan pencon/ pencu.
1. Alat
musik gamelan yang berbentuk bilah, antara lain :
a.
Demung (bilah Logam)
b.
Slenthem, (bilah Logam)
c.
Saron Barung, (bilah Logam)
d.
Saron Penerus, (bilah Logam)
e.
Gender Barung, (bilah Logam)
f.
Gender Penerus, (bilah Logam)
g.
Gambang (bilah kayu)
2. Alat musik gamelan yang berbentuk pencon/
pencu, antara lain :
a.
Kenong,
b.
Kempul,
c.
Gong Besar,
d.
Gong Suwukan,
e.
Bonang Barung,
f.
Bonang Penerus,
g.
Kethuk,
h.
Kempyang,
i.
Engkuk-Kemong.
j.
Ponggang
2. Alat musik gamelan yang berbentuk lain selain
bilah dan pencon/ pencu, antara lain :
a.
Siter
b.
Rebab
c.
Kendhang
d.
Suling
Instrumen Gamelan adalah suatu cara individu yang berhubungan
di dalam kelompok sosial. Secara kebiasaan, instrumen gamelan hanya dimainkan
pada kesempatan tertentu seperti upacara agama, upacara perayaan masyarakat
khusus, pertunjukan wayang, pertunjukan tari, Ludruk dan sarana pertunjukan
yang lainnya. Gamelan juga menyediakan suatu mata pencarian untuk banyak profesi
seperti pengrawit, waranggana, dalang, penari dan untuk para pengrajin khusus
yang membuat gamelan.
Berikut ini di uraiakan rincian gamelan
beserta fungsinya :
1.
Rebab
Rebab adalah instrumen (ricikan) gamelan yang bahan bakunya
terdiri dari kayu, kawat (string),
semacam kulit yang tipis untuk menutup lubang pada badan rebab (babat), bagian rebab atau badan rebab
yang berfungsi sebagai resonator (bathokan), rambut ekornya kuda yang berfungsi
sebagai alat gesek (kosok)
namun untuk saat ini lazim menggunakan senar plastik, dan kain yang dibordir
sebagai penutup bathokan. Cara
membunyikan rebab dengan cara digesek dengan alat yang disebut kosok. Dalam
sajian karawitan rebab berfungsi sebagai pamurba
yatmoko atau jiwa lagu, rebab juga sebagai pamurba lagu melalui garap melodi lagu dalam gending-gending,
melaksanakan buka atau
introduksi gending, senggrengan,
dan Pathetan agar terbentuk
suasana Pathet yang akan
dibawakan. Rebab juga berfungsi untuk mengiringi vokal yang dibawakan oleh ki
dalang. Utamanya pada lagu jenis Pathetan
dan Sendhon.
2.
Kendang
Kendang adalah instrumen gamelan
yang bahan bakunya terbuat dari kayu dan kulit. Cara membunyikan kendang dengan
cara dipukul dengan tangan (di-kebuk atau
di-tepak). Ukuran kendang
Jawatimuran yang dipakai dalam pedalangan terdiri dari 3 (tiga) jenis kendang.
Yakni kendang Gedhe, kendang Penanggulan (tradisi Jawa Tengah dinamakan
ketipung), dan kendang Gedhugan (tradisi Jawa Tengah dinamakan kendang ciblon
atau sejenis). Dalam sajian karawitan tradisi, ricikan kendang berfungsi sebagai pengatur atau pengendali (pamurba) irama lagu/gending. Cepat
lambatnya perjalanan dan perubahan ritme gending-gending tergantung pada pemain
kendang yang disebut pengendang. Hidup atau berkarakter dan tidaknya sebuah
lagu atau gending itu tidak terlepas dari keterampilan serta kepiawaian seorang
pengendang dalam memainkan ukel atau
wiled kendangannya dalam
mengatur laya atau tempo. Mengingat begitu pentingnya peranan ricikan kendang dalam tata iringan
karawitan, biasanya seorang dalang membawa pengendang sendiri dalam setiap
pementasannya. Dengan membawa pengendang sendiri seorang dalang akan lebih
mantab dalam menggelar pakelirannya.
Para dalang menganggap kendang adalah bagian dari belahan jiwanya ketika ki
dalang menggelar pakelirannya.
Seorang pengendang bawaan dalang (gawan)
biasanya sudah memahami dengan baik selera atau keinginan ki dalang. Ibarat
pengemudi ia memahami betul bagaimana selera tuannya.
3.
Gender (barung dan penerus)
Gender merupakan bagian dari
perangkat ricikan gamelan yang
bahan bakunya terbuat dari logam perunggu, kuningan dan/atau besi. Sedangkan
bahan yang paling bagus adalah yang terbuat dari perunggu. Gender dari bahan
perunggu selain tampilannya menarik, bunyinya juga lebih bagus karena bahan
tersebut mampu menghasilkan suara yang nyaring dan jernih bila perbandingan
campuran logamnya seimbang, yakni antara tembaga dengan timah putih. Gender
terdiri dari rangkaian bilah-bilah yang di sambung oleh tali yang disebut pluntur dan di topang oleh sanggan yang terbuat dari bahan
logam, bambu, dan/ atau tanduk binatang (sungu)
yang telah dibentuk sedemikian rupa sehingga terkesan serasi dan bagus. Untuk
menghasilkan bunyi atau suara yang bagus dan tampilan indah, rangkaian
bilah-bilah gender diletakkan di atas rancakan
yang ditengah-tengah bagian bawahnya diberi bumbung (bahan dari bambu) dan atau logam (seng) yang berfungsi
sebagai resonator. Bentuk dan ukurannya diwujudkan sedemikian rupa berdasarkan
besar kecilnya bilah dan ditambah dengan asesoris serta ukir-ukiran pada
rancaknya. Jumlah ricikan gender
yang ada dalam seperangkat gamelan ageng terdiri dari 2 (dua) set, yakni Gender
Barung (Babok) dan Gender
Penerus (Lanang). Adapun larasnya terdiri dari gender laras Pelog yaitu Pelog barang dan Pelog nem (dua rancak) dan gender laras Slendro (satu rancak). Fungsi gender khususnya
dalam tata iringan karawitan pakeliran
gaya Jawatimuran adalah sebagai panuntuning
laras agar ki dalang tidak kehilangan ngeng (suasana laras/nada
dalam Patet). Dan juga
berfungsi sebagai pengiring sulukan dalang ketika sedang membawakan Sendhon, Pathetan, Bendhengan,
maupun tembang. Di samping itu juga mempunyai peranan untuk membangun suasana kelir (adegan wayang yang sedang
berlangsung), ketika mengiringi janturan atau pocapan melalui gadhingan
yang di minta oleh dalang. Dalam tata iringan pakeliran gaya Jawatimuran peranan ricikan gender lanang atau gender penerus sangat penting, karena
berfungsi sebagai penuntun atau membimbing laras dalang dalam membawakan sulukan dan melakukan buka atau introduksi pada sajian gadhingan yang dikehendaki oleh
dalang melalui sasmita tertentu, biasanya dengan dodogan mbanyu tumetes.
4.
Bonang (barung dan penerus)
Bonang merupakan bagian perangkat ricikan gamelan yang berbentuk pencon yang ukurannya lebih kecil
dari kenong. Bahan bakunya bisa perunggu, kuningan, dan besi. Dalam
pengelompokan ricikan gamelan,
bonang termasuk dalam ricikan garap
ngajeng, selain ricikan gender, rebab, dan kendang. Ricikan Bonang pada sajian karawitan
utamanya untuk menyajikan gending-gending Bonangan atau Soran, dalam tabuhan
tradisi karawitan Jawatimuran adalah penyajian gending-gending Giro dan
Gagahan, serta juga berfungsi sebagai instrumen pembuka atau introduksi
gending. Di dalam seperangkat gamelan jumlah bonang ada 2 set yakni satu set
bonang berlaras Slendro terdiri
dari bonang barung (babok) dan bonang penerus dengan jumlah pencon kurang lebih
12 bilah. Sedangkan laras Pelog dalam
satu set terdiri dari boning barung dan bonang penerus, dengan jumlah 14 bilah
pencon. Adapun teknik memainkan atau menabuh bonang dengan cara dipukul dengan
alat pemukul khusus bonang. Teknik tabuhan terdiri dari
a.
Tabuhan pancer. Tehnik tabuhan pancer pada
bonang barung ini dipergunakan dalam gending-gending sak Cokro Negoro, sak
Samirah, sak Luwung. Serta gending minggah pada gending sak Jonjang, sak
lambang dan gending Gedhe lainnya. Untuk tehnik tabuhannya nada yang ditabuh
adalan nada diatas nada dongnya, misalnya nada dongnya adalah nada 5, berarti
yang di tabuh oleh bonang barung adalah nada atasnya yaitu nada 6. nada
atasnya, nada (6)Gembyang
yaitu cara memukul dua nada bonang yang sama secara bersama dengan jarak satu
gembyang (oktaf). Contoh nada 6 atas dengan 6 bawah ditabuh secara
bersama-sama.
b.
Tabuhan Mbalung. Tehnik tabuhan mbalung
adalah tabuhan bonang barung yang cara menabuhnya sama persis dengan balungan.
c.
Tabuhan gembyang/ kebyokan. Tehnik tabuhan
gembyang/ kebyokan adalah cara menabuh bonang barung dengan cara menabuh nada
kecil dan nada besar secara bersama-sama.
d.
Tabuhan Bandrekan. Tehnik tabuhan bandrekan
pada bonang barung ini bisa kita samakan dengan tehnik tabuhan imbal pada
tehnik tabuhan bonang barung gaya Surakarta. Tehnik tabuhan bandrekan pada
karawitan gaya jawatimuran biasanya dilakukan dalam gending-gending yang
mempunyai patet wolu. Tehnik tabuhan bandrekan ini biasanya dilakukan untuk
mengiringi tari remo ketika si penari sedang melantunkan lagu yang dinamakan
gandangan dalam irama rangkep.
e.
Tabuhan Glendengan. Tehnik tabuhan
glendengan pada bonang barung ini dipergunakan untuk mengawali gending-gending
yang buka awal menggunakan instumen bonang barung, gending- gending tersebut
adalah gending Giro dan gending Gagahan. Sehingga sebelum gending Giro dan
gending Gagahan mengawali buka, maka
bonang barung akan membunyikan glendengan terlebih dahulu.
f.
Tabuhan Klenangan. Tehnik tabuhan klenangan
pada bonang barung ini biasanya dilakukan bersama dengan penabuh bonang
penerus. Untuk tehnik tabuuhan klenangan ini biasanya digunakan untuk gending
Giro Corobalen. Dalam sajian gending Giro Corobalen nada yang digunakan adalah nada
5 6 1 2 , jadi untuk penabuh bonang
barung menabuh 5 6 sedangkan penabuh bonang penerus
menabuh 1 2
5.
Slentem
Slentem adalah bagian ricikan gamelan yang berbentuk bilah
seperti gender, namun ukurannya lebih besar yaitu panjang dan lebarnya. Jumlah
slentem dalam satu perangkat gamelan ada 2 rancak yakni slentem laras Slendro dan slentem laras Pelog. Teknik tabuhan ricikan slentem dalam tata iringan
karawitan terdiri dari mbalung,
gemakan, paparan, dan pinjalan.
Khusus teknik tabuhan slentem yang dinamakan gemakan dan paparan adalah yang
ada pada sajian karawitan gaya Jawatimuran. Dalam tata sajian karawitan slentem
berfungsi sebagai pamangku lagu.
6.
Demung
Demung merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk bilah seperti saron tetapi ukurannya
lebih besar, berfungsi sebagai pamangku lagu dalam sajian karawitan dan juga
untuk tabuhan balungan gending. Dalam satu set gamelan jumlah demung minimal
ada 2 rancak yakni demung laras Slendro dan demung laras Pelog. Dewasa ini dalam satu
perangkat gamelan ageng jumlah instrument demung sering lebih dari satu set.
Penambahan jumlah perangkat ini bertujuan ganda yaitu untuk membuat suasana
tabuhan lebih ramai atau regeng,
sehingga tujuan yang ingin di capai dalam penataan iringan bisa terwujud. Pada
sisi yang lain, penambahan jumlah instrumen juga untuk menampilkan kesan
kolosal atau semarak, sehingga semakin menarik penonton.
7.
Saron
Saron
merupakan bagian ricikan gamelan
berbentuk bilah dengan ukuran lebih kecil dari pada demung. Untuk iringan pakeliran wayang kulit Jawatimuran,
minimal terdiri dari 2 set saron Slendro
dan 2 set saron Pelog.
Jumlah bilah saron Slendro untuk
wayangan Jawatimuran ada 9 bilah, dengan urutan bilah nada di mulai dari nada 6
(nem) rendah atau ageng sampai
dengan nada 3 (lu) tinggi atau alit.
Dalam pedalangan Jawatimuran peranan saron sangat dominan, karena saron sebagai
pembuat lagu atau melodi, terutama untuk bentuk gending-gending Ayak, Gedog
Rancak, Krucilan, dan Gemblak/Alap-alapan. Posisi keberadaan saron di lihat
dari aspek fungsinya dalam iringan pedalangan Jawatimuran bisa dikategorikan
dalam kelompok ricikan garap,
karena ricikan saron memiliki
berbagai macam cengkok sekaran atau
kembangan sesuai dengan Patetnya.
Dan sebagai tanda (tengara)
bahwa tabuhan akan berganti Pathet,
misalnya di dalam wayangan semalam suntuk ketika suasana Patet Wolu akan berubah ke Patet Sanga, maka kembangan atau cengkok saronan gending ayak Wolu
menggunakan pancer 3 (lu). Adapun teknik tabuhannya meliputi teknik tabuhan
mbalung, imbal, dan kintilan yaitu
khusus teknik tabuhan gaya Jawatimuran.
8.
Saron Penerus (peking)
Saron penerus atau peking merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk bilah yang
ukurannya lebih kecil dari pada ricikan
saron. Dalam sajian karawitan bebas atau klenengan atau iringan pakeliran khususnya gaya Jawatimuran
saron penerus atau peking berfungsi sebagai timbangan, artinya mengimbangi bonang penerus dalam membuat
melodi lagu, sehingga pengrawit menyebut teknik tabuhan saron penerus dengan
sebutan teknik tabuhan timbangan.
9.
Ketuk dan Kenong
Ketuk dan kenong merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk pencon.
Dalam sajian karawitan bebas atau klenengan maupun karawitan iringan, kenong
dan ketuk berfungsi sebagai ricikan pamangku
irama. Teknik memainkan ketuk dan kenong dengan cara dipukul dengan alat
pemukul yang disebut tabuh.
Adapun teknik tabuhannya meliputi teknik tabuhan nitir, yaitu teknik tabuhan kenong yang dalam satu sabetan
balungan terdapat dua pukulan (tutukan)
atau pukulan dua kali, misalnya tabuhan kenong pada gending sampak, teknik
tabuhan ngedongi, plesetan, dan teknik kenong goyang.
10. Kempul
dan Gong
Kempul
dan Gong merupakan bagian ricikan gamelan
berbentuk pencon. Rangkaian instrumen gong terdiri dari kempul, gong suwukan,
gong berlaras Barang, dan gong
besar (ageng) yang ditata pada gayor yaitu tempat untuk menggantung
kempul dan gong. Dalam sajian karawitan bebas dan iringan, gong berfungsi
sebagai pamangku irama selain instrumen ketuk dan kenong. Sedangkan dalam
iringan pedalangan gaya Jawatimuran berfungsi sebagai pemberi aksen yaitu
tekanan berat dalam tabuhan khususnya adegan perang, terutama pada
gending-gending Ayak, Krucilan, Alap-alapan atau Gemblak, dan Gedog Rancak.
11. Gambang
Gambang merupakan bagian ricikan gamelan yang terbuat dari
bahan kayu berbentuk rangkaian atau deretan bilah-bilah nada yang berjumlah dua
puluh bilah. Cara membunyikan gambang adalah dipukul dengan tabuh khusus
gambang. Fungsi gambang dalam sajian karawitan sebagai pangrengga lagu. Dalam satu perangkat gamelan biasanya terdiri
dari dua set gambang dalam laras Pelog
dan Slendro.
12. Siter
(penerus dan clempung)
Siter merupakan bagian ricikan gamelan
yang sumber bunyinya adalah string (kawat) yang teknik menabuhnya dengan
cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari bentuk dan warna bunyinya ada
tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih kecil dari pada siter),
dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter). Dalam sajian karawitan
klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi siter sebagai pangrengga lagu.
13. Kempul
dan Gong
Jenis
instrumen gamelan lainnya yang juga berfungsi sebagai pangrengga lagu adalah suling. Instrumen ini terbuat dari bambu
wuluh atau paralon yang diberi lubang sebagai penentu nada atau laras. Pada salah satu ujungnya yaitu
bagian yang di tiup yang melekat di bibir diberi lapisan tutup dinamakan jamangan yang berfungsi untuk
mengalirkan udara sehingga menimbulkan getaran udara yang menimbulkan bunyi
atau suara Adapun teknik membunyikannya dengan cara di tiup. Di dalam tradisi
karawitan, suling ada dua jenis, yaitu bentuk suling yang berlaras Slendro memiliki lubang empat
yang hampir sama jaraknya, sedangkan yang berlaras Pelog dengan lubang lima dengan jarak yang berbeda. Ada
pula suling dengan lubang berjumlah enam yang bisa digunakan untuk laras Pelog dan Slendro. Untuk suling laras Slendro dalam karawitan
Jawatimuran apabila empat lubang di tutup semua dan di tiup dengan tekanan
sedang nada yang dihasilkan adalah laras
lu (3), sedangkan pada karawitan gaya Surakarta lazim dengan laras ro (2).
14. Ponggang
Ponggang dalam
karawitan Jawatimuran sudah sangat langka sekali, keberadaannya sudah jarang
digunakan lagi oleh seniman karawitan Jawatimuran, ada narasumber yang
menyebutkan bahwa tehnik tabuhan ponggang adalah tehnik tabuhan yang dilakukan
oleh slentem/ slento, akan tetapi karena sudah jarang dibunyikan lagi maka tehnik
tabuhan ponggang sudah digantikan oleh tabuhan slentem/ slento. sehingga untuk
keberadaan instrumen ponggang untuk saat ini sudah tidak dipakai lagi oleh para
seniman karawitan Jawatimuran. Ada narasumber lain yang mengatakan kalau tehnik
tabuhan ponggang hanya menabuh nada dong besar saja atau dua kali tehnik
tabuhan kenong adalah satu kali tabuhan ponggang.
Adiyanto
dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari
oleh orang tuanya di bidang seni,
diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah
remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan
Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada
tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada
tahun 2015 diangkat sebagai Pamong
Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong
Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan
pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun
media cetak.
PENGALAMAN
BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival
Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik
Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa
Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai
Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun
2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi
salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat
Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi
Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005. Komposer
dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara
dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di
Jogjakarta. Juara 1 (satu)
Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti
tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer
Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional
pada tahun 2016 di Surabaya. Menjadi
Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar
Sastra Pamucang” Juara
Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional
Tahun 2019. Menjadi Ketua
Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d
berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan
dll.
BUKU
YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan
Gending Jawa Timuran. Karawitan
Jawatimuran. Pengetahuan
Vokal Jawatimuran. Campursari
Sekar Melati. Profil
Sekar Melati. Kebudayaan
Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan