I.
WAYANG KULIT KI DJOKO
LANGGENG
Ketika
Djoko Langgeng masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (SR), dia sangat berbakat
dalam hal menggambar. Ki Djoko Langgeng masih kelas satu, dia mengikuti lomba
menggambar wayang kulit yang diadu dengan kelas enam, dan hasil dari perlombaan
menggambar itu, justru dia yang mendapat juara satu. Itu artinya bahwa memang dia
sudah mempunyai bakat menggambar sejak dia masih kecil. Sedangkan tambahan pengalaman
untuk membuat wayang, dia mendapat pengalaman dari banyak orang.
Wayang
kulit Ki Djoko Langgeng yang dibuat bukan wayang kulit biasa, banyak orang yang
bilang wayang kulit buatannya adalah wayang pedalangan, karena memang dalam hal
membuat wayang kulit dia tidak berpikir bahwa wayang yang dia buat untuk di
jual, tapi dia membuat wayang berdasarkan hobi atau kesukaan, dan didalam benaknya
membuat wayang kulit itu adalah untuk kebutuhannya didalam pertunjukan wayang karena dia sendiri
adalah seorang dalang. Ciri khas wayang kulit buatannya adalah :
1.
Mengutamakan Wanda dan Kapangan
pada wayang kulit. (raut wajah/ muka dan anatomi tubuh yang proporsional)[1].
2.
Mengutamakan bedahan pada wayang
kulit. (tatahan pada bagian wajah/ raut muka dalam wilayah estetik yang paling
tinggi dalam mengapresiasi rupa pada wayang kulit)[2].
4.
Sunggingan[4]
biasanya sangat sederahana tapi mungguh dan semu. (sesuai dan
serasi).
Ki Djoko Langgeng juga sangat gemar untuk memperbaiki wayang
kulit yang sudah rusak, dia menganggap kalau memperbaki wayang kulit yang rusak
adalah bagian dari menghargai pembuat wayang yang terdahulu. Ketika wayang yang sudah rusak itu menjadi
utuh kembali maka dia juga akan menyenangkan leluhur nenek moyang yang telah
membuat wayang kulit tersebut.
Dia memperbaiki
wayang yang rusak itu karena ngugemi (mentaati) pesan dari mbah Wiro
Warsono[5]
pada waktu itu.
Mbah
Wiro Warsono mengatakan :
“
le yen kowe kepingin dadi dalang lan iso duwe wayang, awakmu kudu iso ndandani
wayang lan kudu gemati karo wayang”.
yang
artinya “nak ketika kamu ingin menjadi dalang dan ingin mempunyai wayang, kamu
harus bisa memperbaiki wayang dan harus cinta dengan wayang”.
Dari pernyataan mbah Wiro Warsono tersebut maka dia
sampai sekarang senang sekali memperbaiki wayang yang rusak apalagi jika wayang
tersebut mempunyai nilai sejarah dari para leluhur terdahulu. Banyak orang yang
mengatakan bahwa dia adalah dokternya wayang. Karena banyak wayang yang telah
rusak parah menjadi utuh kembali oleh tangannya.
[1] Rudy Wiratama
Partohardono, Rupa dan bentuk wayang
kulit purwa Jawa ditinjau dari mazhab/ alirannya ( Surakarta, 2009).
[2] Heru S
Sudjarwo et al, Rupa dan Karakter Wayang purwa (Jakarta, Kakilangit Kencana,
2013). Hal. 13.
[3] Tatahan
adalah lubang yang berbentuk semacam ukiran pada wayang kulit. (Ki Marwoto
Panenggak widodo, 1984, hal. 17)
[4] Sunggingan adalah pemberian warna pada
wayang kulit, para seniman pedalangan juga menyebutnya pulasan. (Ki Marwoto Panenggak widodo, 1984, hal. 89)
[5] Dalang
dari Soran Kabupaten Klaten, beliau adalah kakak dari kakeknya Ki Djoko
Langgeng, dia menyebutnya Mbah Soran.
Tambahkan teks |
No comments:
Post a Comment