MEROSOTNYA NILAI ADILUHUNG
DALAM PERTUNJUKAN WAYANG KULIT
Pertunjukan wayang
kulit memang sudah banyak berubah dari waktu
ke waktu. Pada jaman dahulu pertunjukan wayang kulit di dominasi oleh cerita
dalam pewayangan serta keindahan suara gamelan pada gendhing-gendhinya. Pertunjukan wayang kulit jaman sekarang hampir
sebagian besar dalam penyajiannya ditambahi campursari dengan penyanyinya yang
cantik-cantik serta lawakan yang dibawakan oleh pelawak sebagai bintang tamu. Dalam
penyajian wayang kulit saat ini sebelum pergelaran, diawali oleh musik
campursari terlebih dahulu untuk mendatangkan penonton, setelah itu baru
pergelaran wayang kulit dimulai. Pada waktu pergelaran wayang kulit di dalam limbukan
dan goro-goro juga disajikan musik campursari serta datangnya bintang tamu
lawakan, sebagai penyegar dengan banyolan-banyolannya. Penyajian wayang
kulit untuk saat ini memang menyesuaikan kebutuhan masyarakat yang konsumtif,
jadi didalam penyajiannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan imajinasi
masyarakat secara umum. Para seniman dalang menganggap dengan adanya penambahan
musik campursari serta hiburan lawak dapat menyemarakkan suasana didalam sebuah pertunjukan wayang
kulit, supaya dapat menyedot penonton lebih banyak. Apa lagi ditambah sajian
para penyanyi dan pelawak yang kurang etis yang selalu mengarah ke vulgarisasi,
dan lelucon yang berbau porno atau jorok.
Seperti misalnya seorang penyanyi dengan berpakaian kebayak dan jarikan tetapi
berjoget layaknya penyanyi dangdut, dengan goyang ngebornya sehingga
pertunjukan tersebut dapat megundang tawa penonton yang menjadikan pertunjukan
wayang terkesan ramai. Ditambah lagi banyolan- banyolan para pelawak yang
selalu menjurus kearah pornografi seperti misalnya, kata kata parikan “ minakjinggo, jengking penak miring monggo”
yang artinya minakjingga, nungging enak miring silahkan (konotasi porno) dan
masih banyak lagi contoh kata-kata yang lainya. Penyajian wayang kulit semacam
ini sudah menjadi trend atau kebiasaan dalam pertunjukan wayang di jaman sekarang
ini. Pernah saya menanyakan kepada salah
satu penonton wayang kulit, apa yang menarik dari penyajian wayang kulit untuk
di tonton? Kemudian dijawab bahwa didalam pergelaran wayang kulit yang menarik yaitu
pada waktu adegan limbukan dan goro-goro, kerena penyayinya cantik-cantik dan
bisa goyang. Apalagi bisa reques lagu serta ada pelawaknya yang selalu
membawakan sajian lawakannya yang lucu. Hampir sebagian penonton selalu
mengatakan seperti itu. Maka dari itu ketika pergelaran wayang kulit dimulai
banyak para penonton yang cangkruan diwarung, tapi ketika adegan limbukkan atau
goro-goro mulai, para penonton baru mendekat ke panggung untuk menyaksikan
jalannya pertunjukan.
Pergelaran wayang kulit
yang seperti ini memang sudah sudah menjadi viral disemua kalangan masyarakat.
Dikalangan pemerintahan yang menangani tentang kebudayaan ketika menanggap pergelaran wayang kulit juga
sudah ikut-ikutan seperti penyajian wayang kulit pada saat ini, malah terkadang
terkesan mewajibkan. Pernah suatu ketika salah satu pejabat dipemerintahan mau menanggap pergelaran wayang kulit, Ia
sangat bingung ketika bintang tamu seorang penyanyi tidak bisa ikut karena ada job lain, sehingga Ia menganggap nanti
tidak akan rame penonton, ketika bintang tamu penyanyi tersebut tidak ada. Dengan
demikian para pejabat yang duduk di pemerintahan kadang dengan sengaja dan
bahkan mewajibkan didalam pergelaran wayang kulit harus ada bintang tamu
penyanyi, lawak dan campursari agar dalam pergelaran bisa ramai. Karena memang
ukuran suksesnya pergelaran bagi orang-orang pemerintahan pada saat ini adalah
banyak sedikitnya penonton yang hadir, bukan masalah estetis, edukasi dan
moralitas. Sehingga ketika mengadakan pergelaran wayang kulit yang diutamakan
masalah bintang tamu penyanyi dan lawak, sampai didalam pergelaran wayang kulit
harus ada lighting untuk bintang tamu
penyanyi dan para lawak.
Disisi lain ada sesuatu
yang semakin berkurang dengan pertunjukan wayang kulit pada jaman sekarang
yaitu masalah etika, filosofi dan nilai luhur yang terkandung pada pakeliran
wayang. Sekarang tampaknya sebagian besar pertunjukan wayang kulit telah kandas
dalam suatu permainan yang sifatnya hura-hura. Bentuk kesenian yang bersifat materialistik
dan hedonistik. Lama-kelamaaan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam penyajian
wayang kulit akan merosot dari sifatnya yang adiluhung menjadi sesuatu yang
hanya sebatas eforia semata. Apabila penyajian wayang kulit terus menerus
seperti itu maka para pelaku seni khususnya para dalang, pengrawit dan sinden
akan kehilangan arah dan hanya
menghasilkan karya seni yang tiada berjiwa. Dan dapat dipastikan akan
menurunkan derajad para seniman itu sendiri dari kedudukannya yang tinggi
sebagai seorang pencipta menjadi homo
ludens, yaitu tukang mayang dan tukang nabuh, yang hanya mengutamakan
komoditi pasar yang dangkal akan nilai-nilai estetika.
Penulis
: Adiyanto
Pamong
Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur
DI MUAT DI HARIAN POJOK KIRI KORANE RAKYAT
SELASA LEGI, 3 OKTOBER 2017
No comments:
Post a Comment