Search This Blog

31 Jan 2018

CAMPURSARI KOPLO REKONSILIASI MAJAPAHIT PAJAJARAN

CAMPURSARI KOPLO
REKONSILIASI MAJAPAHIT PAJAJARAN
Penulis : Adiyanto


Siapa yang tidak mengenal campursari koplo, hampir semua lapisan masyarakat pernah mendengar campursari koplo, Lalu apa yang dimaksud campursari koplo itu sendiri. Ada yang bilang bahwa campursari koplo adalah perpaduan antara musik tradisi dan musik modern, ada juga pendapat lain yang bilang bahwa campursari koplo adalah campuran antara beberapa genre musik dari musik pop, keroncong, dangdut, kendang kempul dan musik yang lainnya. Banyak tokoh-tokoh seniman campursari koplo yang memberikan pengaruh yang kuat di masyarakat sehingga campursari koplo bisa dinikmati di semua kalangan masyarakat, diantaranya adalah Manthous, Didi Kempot, Sony Jos, Cak Dikin,  Demi dan banyak lagi.
Campursari koplo yang berkembang saat ini adalah kolaborasi instrumen kendang jaipong/ kendang sunda, instriumen gamelan jawa, kiboard, bas gitar melodi, gitar cak, kendang tabla, drum dan yang lainnya. Untuk permainan lagunya bisa di garap dalam irama musik langgam, kendang kempulan, jaipongan, dangdut koplo dan masih banyak lagi.
Jawa Timur hampir seluruh daerah di Kabupaten dan Kota sudah  sangat mengenal dan menyukai campursari koplo. Buktinya hampir di seluruh daerah di Jawa Timur banyak sekali grup campursari koplo. Seni campursari koplo sudah masuk di kesenian yang lain seperti seni jaranan, seni hadrah, seni wayang kulit, seni dangdut melayu dan seni yang lainnya.
Kesenian jaranan sudah ada yang menggunakan musik campursari koplo sebagai iringan musiknya yaitu dengan menggunakan kendang jaipong atau kendang tabla sebagai irama koplonya. Pergelaran wayang kulit untuk saat ini, pada umumnya selalu ada instrumen kendang jaipong yang menyatu dengan intrumen gamelan untuk pergelaran campursari di sela-sela pertunjukannya.
Dari pernyataan diatas entah disadari atau tidak, dengan berkembangnya campursari koplo maka ada yang namanya perpaduan antara kesenian tradisi Sunda trah Pajajaran dan tradisi Jawa trah Majapahit. Di buktikan dengan adanya campursari koplo yang berkembang saat ini khususnya di Jawa Timur. Instrumen kendang jaipong/ kendang sunda sudah menyebar di kalangan seni apapun, entah itu seni pedalangan, campursari koplo, seni jaranan, seni hadrah dan yang lainnya. Kemudian dengan adanya campursari koplo, berkembang lagi masuk ke musik dangdut melayu yang mengambil tehnik tabuhan pada kendang jaipong untuk di aplikasikan ke kendang tabla sehingga menghasilkan irama koplonya. Dan irama koplo tersebut juga sudah menyebar ke seluruh grup musik dangdut melayu di seluruh Jawa Timur.
Disadari maupun tidak, tanpa siapa tau tokoh yang membawa instrumen kendang jaipong dan teknik tabuhan koplonya di Jawa Timur, berarti dikalangan seniman sudah ada yang namanya rekonsiliasi Majapahit dan Pajajaran. Tanpa melihat sejarah kelam masa lalu yang pahit antara Majapahit dan Pajajaran dalam sejarah perang bubat, para seniman berusaha bersatu lewat berkesenian yaitu dengan menyatukan kesenian tradisi Sunda (Pajajaran) dan kesenian tradisi Jawa (Majapahit) yang berkembang di Jawa Timur sampai saat ini.
Sehingga menurut penafsiran saya, dikalangan seniman Sunda dan Jawa tidak ada yang namanya dendam masa lalu antara Majapahit dan Pajajaran yang ada hanyalah suatu karya seni kolaborasi antara Sunda dan Jawa. Hal itu bisa saja terjadi karena senimannya yang tidak paham sejarah atau pun memang tahu sejarah akan tetapi menganggap bahwa sejarah masa lalu biarlah berlalu dan hanya menjadi kenangan, yang ada untuk saat ini hanyalah masa depan yang bisa dijadikan untuk kebersamaan, kerukunan sehingga akan tercipta rukun antar seniman Jawa dan Sunda.

Perlukah ada rekonsiliasi Majapahit dan Pajajaran di Pemerintahan atau di kalangan Pimpinan Daerah, karena Pimpinan Daerah bisa membuat kebijakan atau membuat peraturan yang dapat menyelesaikan perselisihan antara Sunda (Pajajaran) dan Jawa (Majapahit). Jika memang perlu, berarti harus ada rekonsiliasi peristiwa-peristiwa yang lain yang terjadi dimasa lampau. Seperti peristiwa G30S, rekonsiliasi antar agama yang sampai saat ini masih rame dan sering terjadi di masyarakat kita. Bahkan perlu ada rekonsiliasi antar partai, karena antar partai kadang bermusuhan kadang menjadi teman, ketika bermusuhan saling menjatuhkan, ketika menjadi teman saling memuji.
Terkait rekonsiliasi tidak usah kita berfikir untuk membuat sejarah yang baru, mari kita kenali sejarah masa lampau, dengan segala pernak-perniknya sebagai pembelajaran, bukan untuk dicari mana pihak yang benar dan mana yang salah, bukan untuk balas dendam. Pemerintah tidak perlu meluruskan, dan mencari pembenaran, apalagi memberi penilaian yang berpotensi atau berpihak pada kelompok tertentu sehingga akan menimbulkan gejolak sosial. Fokus saja pada prioritas untuk pemberantasan korupsi agar uang negara benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan merangkul semua kekuatan yang ada untuk membesarkan daerah ini melalui bidang masing-masing.

SENIN, 29 JANUARI 2018
POJOK KIRI KORANE RAKYAT 





23 Jan 2018

SENI PEDALANGAN DALAM KAMPANYE POLITIK

SENI PEDALANGAN DALAM KAMPANYE POLITIK
Penulis : Adiyanto
Pilihan kepala daerah Jawa Timur tahun 2018 memasuki babak baru. Jawa Timur memasuki tahun politik pada 2018. Satu fenomena pasti dan tetap di dunia politik adalah obral janji- janji bagi para calon kepala daerah kepada para masyarakat. Pada dasarnya dunia seni pedalangan selalu berkaitan dengan yang namanya dunia politik, kapanpun dan dimanapun. Pada satu sisi para penguasa politik dapat menggunakan seni pedalangan sebagai alat untuk melakukan kampanye politik, disisi lain dunia seni pedalangan dapat hidup dan berkembang sebagian di pengaruhi oleh dukungan para elit politik.
Pada masa kampanye palitik, para seniman dalang akan banyak kebanjiran order untuk menyelenggarakan pertunjukan dari para partai politik pengusung calon pimpinan daerah, yang mempunyai tujuan menyampaikan visi-misi para caron yang akan maju di pilkada pada bulan-bulan ini. Sehingga dapat dipastikan seni pedalangan akan hidup dan berkembang di tahun politik saat ini.
Menurut pemikiran saya sebagai seniman dalang yang mempunyai pengaruh besar di kalangan masyarakat, sebaiknya momen ini bisa dijadikan oleh para dalang sebagai ajang untuk berkarya seni bukan ikut masuk menjadi salah satu aktivis partai politik tertentu, sehingga didalam pertunjukan wayang hanya diberdayakan untuk menghibur dan mengundang massa saja. Untuk panyampaian visi misi calon tertentu, dan program-program politik sebaiknya di sampaikan oleh aktivis partai politik. Jangan sampai seniman dalang ikut masuk terlalu dalam dalam penyampaian program politik partai, apalagi sampai memuji calon kepala daerah yang mengundang dan menjatuhkan calon kepala daerah pihak lain yang menjadi lawan. Kalau sampai itu terjadi maka yang akan rugi adalah seniman dalang itu sendiri. karena menurut saya para dalang dalam menggelar pertunjukan wayang, sebaiknya tidak berpihak dan secara eksplisit menyatakan sebagai aktivis partai politik tertentu. Sehingga para dalang bisa dengan bebas mendapat job atau undangan pentas dari partai manapun.
Ada fenomena yang pernah terjadi, diwaktu yang  telah lalu ada salah satu dalang senior dari Jawa Tengah pada era rezim orde baru  menyatakan bahwa dirinya adalah salah satu aktivis partai GOLKAR yang sangat fanatik. Di  dalam pergelaran wayang Ia selalu menyatakan akan selalu ikut dan setia kepada partai GOLKAR. Akan tetapi ketika partai Golkar tumbang pada masa reformasi, dan banyak dikalangan masyarakat yang menghujat partai GOLKAR tersebut, Ia langsung masuk ke partai lain dan juga pada setiap pergelaran wayang kulitnya, Ia juga manyatakan ikut menjadi aktivis partai tersebut dan akan berjanji untuk setia.
Menurut pemikiran saya, dengan cerita fakta yang terjadi terkesan seniman dalang tersebut hanya memanfaatkan para partai politik untuk dijadikan sapi perah yang hanya diambil susunya untuk kepentingan pribadi. yang hanya untuk memperkaya diri sendiri melalui pertunjukannya dengan cara seolah-olah kerjasama dan ikut menjadi aktivis setia. Akan tetapi yang sebernarnya terjadi, adalah menggunakan modal penjilatan. Karakter seniman dalang yang demikian ini biasanya kurang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai moral yang seharusnya menjadi jati diri seorang dalang. Karakter yang demikian ini akan dengan mudah meninggalkan tanpa beban moral dan tanpa merasa berdosa ketika partai politik tersebut dianggap sudah tidak menpunyai kedudukan sebagai penguasa dan sudah tidak menguntungkan lagi bagi dirinya.
Dari cerita tersebut tersebut diatas, menurut pemikiran saya seniman dalang harus bisa menempatkan dirinya sebagai seniman yang mempunyai jati diri dan tetap mempunyai pengaruh baik dikalangan masyarakat. Sehingga kata dalang tidak dianggap sebagai dalang dalam konotasi negatif pada umumnya. Seperti kata dalang kerusuhan, dalang pembunuhan, dalang pengeroyokan dan yang lainnya.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, bagi para aktivis partai politik yang ingin melakukan kampanye, serta ingin memanfaatkan jasa seniman dalang, harus ada kerjasama yang saling menguntungkan antara seniman dalang dan para aktivis partai politik. Kerjasama itu harus disertai dengan pembagian tugas yang jelas sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang positif di antara kedua belah pihak. Seniman dalang dalam menggelar pertunjukannya jangan mengorbankan estetik demi politik, sehingga sifat pertunjukan hanya bersifat menghibur dan mengundang massa saja. Sedangkan untuk kebutuhan pengungkapan visi-misi politik sebaiknya dilakukan para aktivis partai itu sendiri. sehingga yang terjadi para aktifis partai politik dapat memilih para dalang yang mana saja sesuai dengan potensi masing-masing. Terutama dengan daerah pengaruh dalang.

Perlu diketahui bahwa setiap dalang mempunyai pengaruh dan pangsa pasar yang berbeda- beda pada setiap daerah, untuk itu para aktiis partai politik perlu  mencari informasi terkait peta wilayah setiap seniman dalang untuk menghadapi kanpanye politik yang akan datang. 
Harian Bangsa
Senin 23 Januari 2018






3 Jan 2018

MAKALAH "GAMELAN SEBAGAI WARISAN BUDAYA STRATEGI PELESTARIAN DAN PEMBERDAYAAN DI JAWA TIMUR"

 

GAMELAN SEBAGAI WARISAN BUDAYA

STRATEGI PELESTARIAN DAN PEMBERDAYAAN

DI JAWA TIMUR

Oleh: Adiyanto, S.Sn, MMPd

Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpar Jatim

 

 

PENDAHULUAN

Gamelan merupakan salah satu bentuk seni tradisional Indonesia yang memiliki nilai estetika tinggi serta mencerminkan keragaman budaya Nusantara. Sebagai warisan budaya tak benda, gamelan tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, tetapi juga memiliki dimensi filosofis, sosial, dan spiritual yang mendalam. Instrumen ini hadir sebagai bagian integral dari berbagai tradisi, ritual keagamaan, serta ekspresi seni di masyarakat Jawa, Bali, Sunda, dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Di Jawa Timur, gamelan memainkan peran yang sangat penting dalam kesenian tradisional dan tetap eksis di tengah dinamika sosial dan budaya yang berkembang.

Makalah ini berfokus pada kajian mendalam mengenai pelestarian gamelan di Jawa Timur, dengan perhatian khusus pada produksi, penggunaan, serta persebaran gamelan di wilayah tersebut. Berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh para pengrajin dan pengguna gamelan di Jawa Timur, baik dalam konteks ekonomi, sosial, maupun budaya, menjadi inti pembahasan dalam makalah ini. Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi dengan keberagaman budaya yang kaya, memiliki peran strategis dalam mempertahankan eksistensi gamelan sebagai warisan budaya yang tak ternilai.

Secara garis besar, kajian ini meliputi enam poin utama, yaitu: tata kelola jaringan dan standar produksi gamelan di Jawa Timur, kajian ketersediaan bahan baku gamelan di wilayah Jawa Timur, identifikasi kelompok pengrajin gamelan yang masih aktif di Jawa Timur, kajian terhadap komunitas pengguna gamelan, baik individu maupun kelompok, di Jawa Timur, analisis faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang memengaruhi kelestarian gamelan di Jawa Timur, pemetaan persebaran gamelan di berbagai daerah di Jawa Timur dan dampaknya terhadap pelestarian seni ini. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh rekomendasi strategis untuk pelestarian gamelan di Jawa Timur, sekaligus meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional yang sangat berharga ini.

ANALISIS TATA KELOLA JARINGAN DAN STANDAR PRODUKSI GAMELAN DI JAWA TIMUR

Di Jawa Timur, tata kelola jaringan dan standar produksi gamelan sangat dipengaruhi oleh tradisi panjang yang telah ada sejak zaman kerajaan. Gamelan di wilayah ini tidak hanya diproduksi di pusat-pusat besar seperti Surabaya, Malang, atau Banyuwangi, tetapi juga di berbagai daerah yang memiliki komunitas seni yang aktif. Produksi gamelan di Jawa Timur memiliki karakteristik tertentu, terkait dengan bahan baku, teknik pembuatan, serta hubungan antara pengrajin dan pengguna gamelan. Berdasarkan analisis terhadap perkembangan industri gamelan di Jawa Timur, dapat digolongkan dalam empat kategori utama yang mencerminkan kualitas dan skala produksi:

1.          Kategori A: Besalen (Pusat Produksi Gamelan Kualitas Tinggi)

Besalen, sebagai tempat pembuatan gamelan berkualitas tinggi, memiliki peran yang sangat penting di beberapa daerah di Jawa Timur. Besalen di wilayah ini, seperti di Magetan dan Ponorogo, tetap mempertahankan metode tradisional dalam produksi gamelan, terutama gamelan berbahan perunggu (gangsa).

·         Proses Produksi: Proses produksi di besalen melibatkan pengrajin yang sangat ahli (empu) yang memproduksi gamelan secara manual. Penggunaan bahan baku tembaga dan timah dalam rasio tertentu, serta pelaksanaan pelarasan dan perakitan, dilakukan dengan penuh ketelitian untuk menghasilkan suara yang jernih dan harmonis. Di Jawa Timur, besalen seperti yang terdapat di Magetan menjadi pusat produksi yang tidak hanya melayani pasar lokal tetapi juga mendapatkan pesanan dari luar negeri.

·         Standar Produksi: Gamelan yang dihasilkan di besalen memiliki kualitas suara dan bentuk yang sangat tinggi. Besalen memproduksi berbagai jenis instrumen, seperti bilah, gong, pencon, kenong, dan gong ageng, yang membutuhkan proses pembuatan rumit dan berkualitas. Standar produksi yang diterapkan di besalen mencakup ketelitian dalam pemilihan bahan baku, teknik pembuatan, serta kondisi kerja yang kondusif bagi para empu.

2.          Kategori B: Bengkel Plus (Produksi Gamelan dengan Bahan Campuran)

Bengkel plus di Jawa Timur berperan dalam memenuhi permintaan gamelan dengan kualitas yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produk besalen, namun tetap mempertahankan keaslian dan kualitas suara yang baik. Pengrajin di kategori ini memproduksi gamelan menggunakan bahan perunggu, kuningan, dan besi.

·         Proses Produksi: Di bengkel-bengkel seperti di Kabupaten Magetan dan Tulungagung, pengrajin memanfaatkan teknik las dan tempa untuk menghasilkan instrumen berbahan besi dan kuningan. Sementara itu, untuk bahan perunggu, proses pembuatan tetap mengikuti teknik tradisional meskipun dalam skala yang lebih kecil.

·         Standar Produksi: Meskipun tidak sekompleks besalen, bengkel plus menghasilkan gamelan dengan kualitas suara yang cukup baik dan harga yang lebih terjangkau. Gamelan jenis ini banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan beberapa paguyuban seni yang ada di daerah.

3.          Kategori C: Bengkel (Produksi Gamelan dengan Bahan Besi dan Kuningan)

Bengkel kategori ini lebih berfokus pada produksi gamelan berbahan besi dan kuningan yang lebih ekonomis. Bengkel-bengkel ini sering ditemukan di daerah-daerah seperti Mojokerto dan Nganjuk, yang memiliki pasar lokal yang cukup besar untuk gamelan.

·         Proses Produksi: Proses produksi di bengkel ini lebih sederhana dibandingkan dengan besalen dan bengkel plus. Gamelan berbahan besi dan kuningan diproduksi dengan menggunakan teknik pemotongan, penyambungan, dan pelarasan yang lebih praktis.

·         Standar Produksi: Gamelan yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, meskipun tidak sebaik produk dari besalen atau bengkel plus. Gamelan jenis ini lebih banyak diproduksi untuk acara-acara komunitas dan pertunjukan lokal dengan harga yang lebih terjangkau.

4.          Kategori D: Pertukangan (Pembuatan Bagian Pendukung Gamelan)

Di Jawa Timur, terdapat banyak pengrajin yang mengkhususkan diri dalam pembuatan bagian pendukung gamelan, seperti rancakan, plangkan, kendang, dan siter. Pembuatan bagian-bagian ini sering dilakukan di daerah-daerah yang memiliki tradisi karawitan yang kuat, seperti di Surabaya, Blitar, dan Malang.

·         Proses Produksi: Proses pembuatan rancakan dan plangkan melibatkan penggunaan kayu jati atau kayu nangka yang dipilih dengan cermat untuk memastikan kekuatan dan ketahanan instrumen. Pengrajin di kategori ini menggunakan teknik ukir atau pelapisan untuk mempercantik tampilan gamelan.

·         Standar Produksi: Kualitas rancakan dan plangkan berperan penting dalam keseluruhan kesan visual gamelan. Walaupun tidak mempengaruhi kualitas suara secara langsung, bagian pendukung ini turut menentukan estetika dari set gamelan yang dihasilkan.

Tata Kelola Jaringan Pengrajin Gamelan di Jawa Timur

Jawa Timur memiliki jaringan pengrajin gamelan yang saling terkait antara produsen besar (besalen) dengan pengrajin kecil (bengkel dan pertukangan). Pengrajin yang lebih besar sering menjadi acuan bagi pengrajin kecil dalam hal pengetahuan, teknik, dan bahan baku. Misalnya, pengrajin di Magetan yang memproduksi gamelan perunggu berkualitas tinggi seringkali menjadi rujukan bagi pengrajin di daerah lain yang hanya mampu memproduksi gamelan dengan bahan besi atau kuningan.

Selain itu, beberapa pengrajin besar juga memiliki sistem pembagian kerja dengan pengrajin yang lebih kecil, di mana pengrajin besar memproduksi instrumen utama seperti gong atau kenong, sementara pengrajin kecil memproduksi bagian lainnya, seperti bilah atau saron. Hal ini menciptakan jaringan produksi yang terintegrasi dan saling mendukung.

KAJIAN TERHADAP KETERSEDIAAN BAHAN BAKU

Bahan baku memainkan peran yang sangat penting dalam produksi gamelan, baik untuk menjaga kualitas suara maupun daya tahan instrumen. Secara organologis, bahan baku yang digunakan untuk satu perangkat gamelan mencakup logam seperti perunggu, besi, kuningan, serta bahan pendukung lain seperti kayu dan kulit. Kajian terhadap ketersediaan bahan baku ini memberikan gambaran tentang tantangan yang dihadapi pengrajin gamelan dalam mengakses bahan berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau.

Di Jawa Timur, ketersediaan bahan baku bervariasi berdasarkan jenis gamelan yang diproduksi dan lokasi pengrajin. Kajian ini mencakup bahan baku utama seperti perunggu, besi, kuningan, kayu, dan kulit, yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur.

 

1.     Perunggu atau Gangsa

Perunggu, yang merupakan campuran tembaga dan timah dengan rasio 10:3, adalah bahan baku utama untuk produksi gamelan berkualitas tinggi. Bahan ini memiliki sifat akustik yang unggul, menjadikannya pilihan utama untuk membuat bilah, pencon, dan gong. Di Indonesia, tembaga dan timah tersedia dalam jumlah yang cukup karena negara ini memiliki tambang-tambang besar. Namun, kendala utama yang dihadapi pengrajin adalah harga bahan baku yang tinggi. Sebagai industri rumahan, pengrajin gamelan tradisional sering kali kesulitan bersaing dengan pelaku industri besar dalam mendapatkan bahan berkualitas.

Ketersediaan:
Di Jawa Timur, bahan baku perunggu sebagian besar diperoleh dari pemasok lokal maupun luar daerah. Wilayah seperti Magetan dan Ponorogo menjadi pusat produksi gamelan berbahan perunggu. Meskipun Indonesia adalah penghasil tembaga dan timah, harga bahan ini cenderung mahal, sehingga menjadi tantangan bagi pengrajin kecil.

Tantangan:

    • Harga perunggu yang tinggi memengaruhi daya saing pengrajin lokal.
    • Pengrajin tradisional sering kesulitan memperoleh bahan berkualitas dengan harga terjangkau.

Peluang:
Pengembangan sistem koperasi atau subsidi bahan baku dari pemerintah dapat membantu pengrajin di daerah seperti Magetan untuk mengurangi biaya produksi.

2.     Besi
Besi digunakan sebagai alternatif bahan baku untuk memproduksi gamelan yang lebih ekonomis. Besi lembaran sering kali diperoleh dari limbah industri, seperti drum bahan bakar atau plat baja bekas per mobil. Meskipun kualitas suara gamelan besi tidak sebaik perunggu, bahan ini sangat populer di kalangan masyarakat karena harga yang lebih terjangkau. Ketersediaan limbah besi di pasar lokal masih mencukupi, sehingga memudahkan pengrajin untuk memenuhi permintaan.

Ketersediaan:
Besi lembaran di Jawa Timur banyak diperoleh dari limbah industri, seperti drum bahan bakar atau plat baja bekas. Daerah seperti Ponorogo dan Tulungagung terkenal dengan pengrajin gamelan berbahan besi.

Tantangan:

Ketebalan dan kualitas bahan limbah tidak selalu konsisten, sehingga memengaruhi hasil akhir produk.

Peluang:
Program daur ulang limbah industri di Jawa Timur dapat mendukung kebutuhan bahan baku ini dan memastikan keberlanjutan produksi.

3.     Kuningan
Gamelan berbahan kuningan berada di antara kualitas perunggu dan besi. Kuningan memiliki tampilan yang lebih menarik dibandingkan besi, serta menghasilkan suara yang lebih baik. Penggunaan bahan ini banyak diterapkan pada produksi bilah saron, slentem, gender, dan pencon seperti bonang atau kenong. Meskipun ketersediaan kuningan cukup baik di Indonesia, harga bahan ini cenderung lebih mahal daripada besi, sehingga menjadi pilihan yang lebih eksklusif.

Ketersediaan:
Kuningan lebih mudah diakses oleh pengrajin di wilayah Nganjuk dan Banyuwangi. Namun, seperti perunggu, harganya cenderung lebih mahal dibandingkan besi.

Tantangan:

Harga kuningan yang fluktuatif sering menjadi hambatan bagi pengrajin kecil.

Peluang:
Peningkatan teknologi pengolahan bahan kuningan dapat membantu menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi produksi.

4.     Kayu
Kayu digunakan untuk membuat bagian pendukung gamelan seperti rancakan, plangkan, kendang, dan siter. Jenis kayu yang umum digunakan meliputi kayu jati dan kayu nangka, yang memiliki karakteristik kuat dan tahan lama. Namun, ketersediaan kayu berkualitas semakin menurun akibat eksploitasi hutan. Pengrajin sering kali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan kayu yang sesuai dengan standar untuk rancakan gamelan berkualitas tinggi.

Ketersediaan:
Kayu berkualitas di Jawa Timur semakin langka karena eksploitasi yang berlebihan. Namun, daerah seperti Blitar dan Malang masih memiliki akses terhadap kayu jati dan Nangka serta Mangga/ Kayu Pakel  untuk kebutuhan pembuatan gamelan.

Tantangan:

    • Kesulitan dalam mendapatkan kayu berkualitas tinggi untuk rancakan gamelan yang awet dan estetis.
    • Perubahan kebijakan pengelolaan hutan sering kali membatasi akses pengrajin terhadap kayu yang dibutuhkan.

Peluang:
Pemanfaatan kayu alternatif atau pengolahan kayu limbah dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi kelangkaan bahan ini.

 

 

5.     Kulit
Kulit hewan, seperti kulit kerbau, digunakan pada instrumen kendang. Bahan ini semakin sulit diperoleh, terutama dengan kualitas yang sesuai untuk menghasilkan suara optimal. Ketersediaan kulit berkualitas bergantung pada daerah penghasil ternak, sehingga pengrajin terkadang harus mendatangkan bahan ini dari luar daerah.

Ketersediaan:
Bahan kulit biasanya diperoleh dari peternakan lokal di daerah seperti Jombang dan Kediri. Namun, ketersediaan kulit berkualitas sangat tergantung pada jumlah ternak dan kondisi pengolahan kulit di daerah tersebut.

Tantangan:

    • Proses pengolahan kulit yang memerlukan keahlian khusus.
    • Harga bahan kulit berkualitas semakin mahal.

Peluang:
Pengrajin dapat memanfaatkan inovasi dalam pengolahan kulit untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas bahan.

Tantangan dan Peluang

Tantangan utama dalam ketersediaan bahan baku adalah fluktuasi harga dan persaingan dengan sektor lain yang menggunakan bahan serupa. Misalnya, tembaga dan timah juga digunakan dalam industri elektronik, sehingga pengrajin gamelan tradisional sering kali kalah dalam persaingan harga. Di sisi lain, penggunaan bahan alternatif seperti limbah industri memberikan peluang untuk menghasilkan gamelan dengan biaya produksi yang lebih rendah, meskipun dengan kualitas suara yang berbeda.

Melalui kajian ini, diusulkan agar pemerintah memberikan dukungan kepada pengrajin gamelan, seperti subsidi bahan baku atau insentif untuk pengembangan teknologi pengolahan bahan. Langkah ini penting untuk memastikan kelangsungan produksi gamelan tradisional sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi.

 

 

 

Strategi Mengatasi Tantangan Ketersediaan Bahan Baku di Jawa Timur

  1. Subsidi dan Bantuan Pemerintah
    • Memberikan subsidi untuk bahan baku utama seperti tembaga, timah, dan kayu kepada pengrajin kecil.
    • Mendirikan koperasi bahan baku yang mengelola pasokan secara kolektif bagi pengrajin di daerah seperti Magetan dan Ponorogo.
  2. Dukungan Teknologi dan Inovasi
    • Mengembangkan teknologi tepat guna untuk pengolahan bahan baku lokal, seperti daur ulang limbah industri besi dan kuningan.
    • Memanfaatkan teknologi modern untuk mengolah kayu atau kulit sehingga dapat meningkatkan kualitas bahan baku.
  3. Kolaborasi dengan Industri Lain
    • Menjalin kerja sama dengan sektor industri untuk memanfaatkan limbah logam dan kayu yang dapat digunakan dalam produksi gamelan.
  4. Promosi dan Edukasi
    • Mengedukasi pengrajin tentang alternatif bahan baku yang lebih ekonomis tanpa mengurangi kualitas suara gamelan.
    • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya bahan baku berkualitas dalam mendukung keberlanjutan seni gamelan.

KAJIAN TERHADAP PAGUYUBAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT PENGGUNA GAMELAN DI JAWA TIMUR

Di Jawa Timur, gamelan tidak hanya diproduksi oleh para pengrajin tetapi juga dilestarikan dan digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat, baik secara individu maupun kolektif. Pengguna gamelan tersebar di berbagai komunitas seni, lembaga pendidikan, hingga masyarakat umum. Berikut adalah kategori utama pengguna gamelan di Jawa Timur:

1.          Individu Pengguna Gamelan

Kelompok individu yang menggunakan gamelan di Jawa Timur umumnya meliputi: Kolektor Seni: Individu yang mengoleksi perangkat gamelan sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya atau nilai estetika. Beberapa kolektor di wilayah Nganjuk dan Ponorogo diketahui memiliki perangkat gamelan kuno yang digunakan untuk pertunjukan maupun kebutuhan spiritual. Seniman Dalang: Dalang di berbagai daerah seperti Tulungagung dan Ponorogo menggunakan gamelan sebagai elemen utama dalam pertunjukan wayang kulit, yang menjadi salah satu tradisi seni terbesar di Jawa Timur.

  1. Lembaga Pemerintah dan Swasta

Banyak lembaga pemerintah dan swasta di Jawa Timur yang memiliki gamelan sebagai sarana untuk mendukung program kebudayaan dan pendidikan. Contohnya: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di beberapa kabupaten, sering menggunakan gamelan dalam kegiatan upacara adat atau festival budaya. Perusahaan swasta, terutama di sektor pariwisata, juga memanfaatkan gamelan sebagai daya tarik bagi wisatawan. Misalnya, beberapa hotel dan resor di Malang dan Surabaya mengadakan pertunjukan gamelan sebagai bagian dari promosi budaya lokal.

  1. Lembaga Pendidikan

Sekolah-sekolah di Jawa Timur, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, banyak yang menggunakan gamelan sebagai sarana pendidikan seni. Ekstrakurikuler Seni Gamelan: Banyak sekolah, seperti di Blitar dan Tulungagung, Kediri, Banyuwangi, Surabaya dan yang lainnya menyediakan kegiatan ekstrakurikuler seni gamelan untuk mengenalkan siswa pada seni tradisional. Konservatori Karawitan: Beberapa institusi pendidikan tinggi, seperti  Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) di Surabaya, mengintegrasikan pembelajaran gamelan dalam kurikulum mereka untuk melatih generasi muda menjadi seniman yang profesional. SMKN 12 Surabaya/ SMKI. Dan yang lainnya.

  1. Paguyuban dan Sanggar Seni

Jawa Timur memiliki banyak paguyuban dan sanggar seni yang melestarikan tradisi gamelan. Beberapa di antaranya: Paguyuban Campursari dan Karawitan: Di Kabupaten dan Kota di Jawa Timur, banyak paguyuban seni yang menggunakan gamelan untuk mengiringi pertunjukan campursari atau karawitan. Kelompok ini sering tampil dalam acara hajatan, bersih desa, atau festival lokal. Sanggar Seni Dalang dan Wayang Kulit: sanggar seni wayang kulit menggunakan gamelan untuk mengiringi pertunjukan tradisional. Komunitas Seni Tari dan seni yang lainnya, beberapa komunitas seni ada di seluruh kabupaten Kota se Jawa Timur telah mengembangkan gaya pertunjukan yang memadukan gamelan dengan alat musik modern, menciptakan inovasi seni yang menarik bagi generasi muda.

  1. Masyarakat Umum

Gamelan juga digunakan secara luas oleh masyarakat umum dalam berbagai konteks budaya: Ritual Adat: Di Banyuwangi, gamelan digunakan dalam upacara adat seperti ruwatan atau selamatan desa. Instrumen ini menjadi bagian dari tradisi spiritual yang bertujuan menjaga harmoni antara manusia dan alam. Kesenian Rakyat: Tradisi kesenian rakyat seperti jaranan di Kediri dan Ludruk di Mojokerto tetap memanfaatkan gamelan sebagai pengiring utama. Wisatawan Mancanegara: Di beberapa destinasi wisata seperti Gunung Bromo, pertunjukan gamelan kerap diadakan untuk menarik minat wisatawan asing, memberikan mereka pengalaman langsung budaya tradisional Jawa Timur.

Tantangan dalam Pelestarian di Komunitas Pengguna

Meskipun pengguna gamelan di Jawa Timur tersebar luas, terdapat beberapa tantangan utama: Kurangnya Regenerasi: Banyak komunitas dan sanggar seni menghadapi kesulitan dalam merekrut generasi muda untuk belajar gamelan. Minimnya Dukungan Finansial: Beberapa kelompok seni tradisional, terutama yang berbasis di pedesaan, menghadapi kendala pendanaan untuk membeli atau merawat perangkat gamelan. Persaingan dengan Seni Modern: Kesenian tradisional seperti gamelan sering kali kalah populer dibandingkan seni modern, terutama di kalangan generasi muda urban.

Peluang dan Upaya Pelestarian

Untuk mendukung keberlangsungan gamelan sebagai bagian dari budaya masyarakat Jawa Timur, beberapa langkah strategis dapat diambil: Peningkatan Dukungan Pemerintah: Subsidi dan program pelatihan bagi komunitas seni dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik gamelan. Kolaborasi dengan Sektor Pariwisata: Integrasi gamelan dalam promosi pariwisata, seperti festival budaya dan atraksi wisata, dapat memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas pengguna. Digitalisasi dan Promosi: Memanfaatkan platform digital untuk memperkenalkan gamelan kepada khalayak yang lebih luas, baik di tingkat lokal maupun internasional.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELESTARIAN GAMELAN DI JAWA TIMUR

Kelestarian gamelan di Jawa Timur dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Analisis ini bertujuan untuk memahami tantangan serta peluang dalam upaya pelestarian gamelan sebagai warisan budaya tak benda di Jawa Timur.

Aspek Ekonomi

Peluang Ekonomi dari Gamelan, Pasar Lokal dan Internasional: Banyak pengrajin di Jawa Timur, seperti di Magetan dan Nganjuk, telah memasarkan gamelan mereka hingga ke luar negeri, seperti Afrika dan Amerika Serikat. Produk ini menarik perhatian karena kualitasnya, namun skala produksinya masih terbatas. Peluang Profesi Baru: Profesi seperti penglaras, penyervis, dan agen penjualan gamelan menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat. Di Banyuwangi dan Tulungagung, profesi ini telah membantu meningkatkan pendapatan keluarga pengrajin. Tantangan Ekonomi, Harga Bahan Baku yang Tinggi: Seperti telah dijelaskan sebelumnya, harga bahan baku seperti tembaga dan timah sangat mahal. Hal ini menjadi tantangan besar, terutama bagi pengrajin kecil di Ponorogo dan Tulungagung. Pasar yang Terbatas: Meskipun gamelan diminati, tidak semua masyarakat mampu membeli perangkat gamelan, terutama yang berbahan perunggu, karena harganya yang tinggi.

Aspek Sosial

Kelompok Pelestari Masyarakat Tradisional: Kelompok masyarakat yang memiliki hubungan historis dengan gamelan, seperti komunitas dalang di Ponorogo dan Magetan, menjadi motor pelestarian tradisi ini. Mereka memainkan peran penting dalam menjaga relevansi gamelan di tengah perubahan zaman. Institusi Pendidikan dan Kebudayaan: Sekolah dan lembaga seni seperti sanggar karawitan di Blitar dan Malang berkontribusi besar dalam memperkenalkan gamelan kepada generasi muda. Tantangan Sosia, Kurangnya Regenerasi: Di banyak daerah, minat generasi muda untuk mempelajari gamelan semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh modernisasi dan preferensi mereka terhadap alat musik modern. Kurangnya Pengakuan Sosial: Profesi pengrajin dan seniman gamelan sering kali dipandang sebelah mata, sehingga kurang mendapat dukungan dari masyarakat maupun pemerintah.

Aspek Budaya

Peran Budaya dalam Pelestarian Gamelan, Bagian dari Ritual Tradisional: Gamelan masih menjadi bagian integral dari ritual adat di Jawa Timur, seperti bersih desa di Kediri, ruwatan di Banyuwangi, dan selamatan desa di Tulungagung. Identitas Budaya Lokal: Di beberapa daerah seperti Ponorogo, gamelan tidak hanya digunakan untuk seni pertunjukan tetapi juga menjadi simbol identitas budaya masyarakat. Tantangan Budaya, Perubahan Ekosistem Budaya: Perubahan gaya hidup modern, urbanisasi, dan globalisasi telah menyebabkan berkurangnya perhatian terhadap seni tradisional seperti gamelan. Masyarakat cenderung lebih memilih hiburan yang instan dan mudah diakses.  Pengaruh Budaya Asing: Kehadiran budaya populer dan alat musik elektronik semakin menggusur eksistensi gamelan di kalangan generasi muda.

Strategi untuk Mengatasi Tantangan

Penguatan Ekonomi Pengrajin, Pemerintah dapat memberikan subsidi bahan baku atau menciptakan koperasi pengrajin gamelan untuk mengurangi biaya produksi. Mengembangkan teknologi tepat guna untuk mempercepat proses produksi tanpa mengurangi kualitas. Revitalisasi Sosial. Mengintegrasikan pelatihan gamelan dalam kurikulum sekolah untuk menarik minat generasi muda. Memberikan penghargaan kepada seniman dan pengrajin gamelan sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi mereka dalam melestarikan budaya. Promosi Budaya dan Pariwisata. Meningkatkan eksposur gamelan melalui festival budaya, seperti Festival Gandrung di Banyuwangi atau Festival Ludruk di Surabaya. Menggunakan media digital untuk memperkenalkan gamelan kepada audiens global, seperti video tutorial atau konser daring. Kolaborasi Antar Komunitas Seni. Menggabungkan gamelan dengan seni modern untuk menciptakan karya-karya baru yang relevan dengan zaman, seperti yang dilakukan beberapa komunitas seni di Malang dan Surabaya.

PEMETAAN PERSEBARAN GAMELAN DI WILAYAH JAWA TIMUR

Jawa Timur memiliki keragaman budaya yang tercermin dari persebaran gamelan di berbagai daerah. Persebaran ini tidak hanya mencakup pusat-pusat produksi, tetapi juga melibatkan komunitas seni dan lembaga yang menggunakan gamelan sebagai bagian integral dari aktivitas mereka. Berikut adalah pemetaan persebaran gamelan di Jawa Timur berdasarkan wilayah:

1. Lingkungan Budaya Etnik

Pengrajin gamelan di Jawa Timur umumnya melayani kebutuhan lokal, terutama di wilayah dengan tradisi seni yang kuat. Misalnya:

  • Magetan: Wilayah ini menjadi salah satu pusat produksi gamelan berbahan perunggu, besi, dan kuningan. Magetan juga memiliki komunitas seni karawitan yang aktif, seperti kelompok Margo Laras yang mendukung tradisi lokal melalui produksi dan pertunjukan gamelan.
  • Ponorogo: Sebagai daerah asal Reog, gamelan menjadi bagian penting dalam seni pertunjukan tradisional ini. Persebaran gamelan di Ponorogo juga terkait dengan komunitas-komunitas Reog yang tersebar hingga ke luar daerah.
  • Banyuwangi: Gamelan osing memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari gamelan Jawa Tengah atau Bali. Persebarannya berpusat di komunitas-komunitas seni tradisional seperti Gandrung dan Barong.

2. Wilayah Luar Pulau

Masyarakat Jawa Timur yang bermigrasi ke luar pulau turut membawa tradisi gamelan mereka. Hal ini terlihat dalam komunitas seni di Kalimantan dan Sumatra yang mengadopsi gamelan sebagai bagian dari acara adat mereka. Misalnya, gamelan buatan pengrajin di Tulungagung telah dikirim ke luar pulau untuk memenuhi permintaan seni tradisional di wilayah-wilayah tersebut.

3. Pasar Internasional

Beberapa pengrajin gamelan di Jawa Timur telah berhasil menembus pasar internasional, baik melalui ekspor langsung maupun pesanan khusus dari luar negeri. Contoh:

  • Tulungagung: Pengrajin seperti Mujiono pernah menerima pesanan gamelan dari negara-negara seperti Afrika, Suriname, dan Amerika Serikat.
  • Ponorogo: Pesanan gamelan berbahan plat baja dari Ponorogo telah dikirim ke berbagai negara sebagai bentuk promosi budaya Jawa Timur.
  • Nganjuk: Galeri Mbah Dharmo dikenal memiliki jaringan distribusi internasional dengan menyediakan perangkat gamelan untuk institusi seni di Asia Tenggara dan Amerika.

4. Sentra Produksi Lokal

Persebaran gamelan di Jawa Timur juga ditentukan oleh lokasi sentra produksi yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota. Sentra-sentra ini tidak hanya memproduksi gamelan tetapi juga menjadi pusat pelestarian seni tradisional. Beberapa sentra produksi utama meliputi:

  • Nganjuk: Selain sebagai produsen, Nganjuk juga menjadi tempat wisata edukasi yang memperkenalkan generasi muda pada seni gamelan.
  • Mojokerto: Produksi gamelan di Mojokerto difokuskan pada kebutuhan lokal, seperti untuk pengiring ludruk dan kesenian rakyat lainnya.
  • Tulungagung dan Magetan: Kedua wilayah ini berkontribusi besar dalam memenuhi kebutuhan gamelan untuk masyarakat Jawa Timur dan luar daerah.

Strategi Peningkatan Persebaran Gamelan

1.          Pengembangan Teknologi Produksi

Memanfaatkan teknologi seperti power hammer dan spinning untuk meningkatkan efisiensi produksi gamelan, terutama bagi pengrajin di Tulungagung dan Magetan.

2.          Promosi Melalui Festival Budaya

Festival-festival seperti Festival Reog Nasional di Ponorogo dan Festival Gandrung Sewu di Banyuwangi dapat dijadikan platform untuk mempromosikan gamelan kepada audiens yang lebih luas.

3.          Kolaborasi dengan Diaspora

Melibatkan diaspora Jawa Timur di luar pulau dan luar negeri untuk mempromosikan gamelan sebagai bagian dari identitas budaya mereka.

4.          Edukasi dan Pelatihan

Meningkatkan edukasi dan pelatihan gamelan di tingkat sekolah hingga komunitas lokal untuk memastikan regenerasi seniman dan pengguna gamelan di masa depan.

Kesimpulan

Persebaran gamelan di Jawa Timur menunjukkan hubungan yang erat antara tradisi, seni, dan masyarakat lokal. Wilayah ini memiliki potensi besar untuk terus mengembangkan gamelan sebagai produk budaya yang tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga dikenal secara internasional. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, komunitas seni, dan sektor swasta, sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian gamelan sebagai warisan budaya tak benda yang berharga.

 

 

DAFTAR RUJUKAN

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur. (2017). Laporan Tahunan Kegiatan Pelestarian Budaya di Jawa Timur.

Kartomi, M. (1990). Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in Central Java. University of Chicago Press.

Soedarsono, R.M. (2002). Wayang dan Gamelan Sebagai Warisan Budaya Dunia. Penerbit ISI Yogyakarta.

Suyono, B. (2006). Ensiklopedia Musik Tradisional Jawa. Balai Pustaka, Jakarta.

UNESCO. (2008). Indonesian Gamelan: Intangible Cultural Heritage of Humanity. Diakses dari https://ich.unesco.org/en/RL/gamelan-00207.

Yampolsky, P. (1995). Gamelan Tradisi dan Perkembangannya di Nusantara. Southeast Asian Studies Journal. Diakses dari http://seasjournal.org/archive/gamelan-tradition/.

The Metropolitan Museum of Art. (2005). Gamelan Instruments from Java and Bali. Diakses dari https://www.metmuseum.org/toah/hd/gaml/hd_gaml.htm.

Smithsonian Folkways. (2010). Gamelan Music of Indonesia. Diakses dari https://folkways.si.edu/gamelan-music-of-indonesia/world/music/album/smithsonian.








WEJANGAN KYAI SEMAR (KI ULAR-ULARAN PITUTUR BECIK SUPOYO URIP AYEM TENTREM)- ADITYASTUTI

 WEJANGAN KYAI SEMAR -  ADITYASTUTI KI ULAR-ULARAN PITUTUR BECIK  SUPOYO URIP AYEM TENTREM ABOT ENTHENGE URIP KUWI KABEH MUNG KARI NGLAKONI,...