TINJAUAN BENTUK, STRUKTUR GENDING KARAWITAN JAWATIMURAN
A. Bentuk dan Struktur Gending
Bentuk memiliki beberapa pengertian diantaranya gambaran, rupa,
sistem susunan, dan wujud yang ditampilkan. Pengertian lebih khusus mengenai
bentuk pada karawitan, menurut Martapangrawit. Bentuk adalah susunan nada-nada
yang diatur dan apabila dibunyikan terdengar enak gending. Istilah tersebut
hanya ditujukan atau dikhususkan untuk gending yang berbentuk kethuk kalih ke atas. Pengaturan
nada-nada tersebut berkembang ke arah suatu bentuk, dan bentuk inilah yang
kemudian disebut gending (Martopangrawit, 1972:3-7).
Tradisi karawitan terutama lingkup para pengrawit, gending
digunakan untuk menyebut struktur komposisi musikal karawitan Jawa yang
mempunyai bentuk dan ukuran mulai dari bentuk giro, gagahan, sak Cokro/
ketawang, sak Samirah/ ketawang, sak Luwung/ ladrang, ayak kempul kerep, ayak
kempul arang, krucilan dan jenis bentuk gending yang lainnya.
Kebiasaan dalam
karawitan Jawa, Gending karawitan Jawatimuran terdiri dari beberapa macam
bentuk yang ciri fisiknya dapat dilihat dari jumlah sabetan balungan dalam satu kenongan,
jumlah tabuhan kenong dalam satu gongan, jumlah tabuhan kethuk-kempyang dalam satu kenongan, dan ciri fisik lainnya tergantung bentuk dari gending
tersebut.
Bentuk gending
pada karawitan Jawatimuran didalamnya terdapat struktur untuk membedakan bentuk
gending satu dengan bentuk gending yang lain. Struktur dalam karawitan Jawatimuran
merupakan susunan atau bangunan pembentuk suatu gending.
Bentuk gending
dari beberapa pengertian di atas merupakan pengaturan nada-nada atau lagu yang
disusun secara struktur dalam satu kesatuan musikal yang utuh. Berikut beberapa
macam bentuk gending beserta strukturnya.
1.
Gending
Giro
Gending Giro ini dalam karawitan gaya Surakarta adalah
sak Lancaran, untuk garap sajiannya pada jaman dahulu menggunakan kendangan
penanggulan, dan tanpa menggunakan rician halus seperti, gender, rebab, gambang
dan yang lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya ada daerah daerah tertentu
yang para senimannya dalam tafsir garap sajiannya menggunakan ricikan halus,
sehinggga yang terjadi dalam sajian gending Giro ini ada yang menggunakan
rician halus dan ada yang tidak. Contoh gending Giro ini adalah : Giro Endro,
Giro Coro Balen, Giro Kejawen dan yang lainnya.
2.
Gending
Gagahan
Gending Gagahan ini dalam karawitan gaya
Surakarta adalah gending Soran atau gending Bonangan, untuk garap sajiannya
pada jaman dahulu menggunakan kendangan penanggulan, dan tanpa menggunakan
rician halus seperti, gender, rebab, gambang dan yang lainnya. Akan tetapi
dalam perkembangannya ada daerah daerah tertentu yang para senimannya dalam
tafsir garap sajiannya menggunakan ricikan halus, bahkan ada yang menggunakan
vocal sinden, sehinggga yang terjadi dalam sajian gending Gagahan ini bisa
digarap dengan garap sajian garap Soran, garap instrumentalia dan garap
instrumental vocal. Contoh gending Gagahan ini adalah : Gagahan Loro-Loro,
Gagahan Gejig jagung, gagahan sengkleh dan yang lainnya.
3.
Gending
sak Cokro Negoro/ ketawang cilik
Gending Ketawag
Cilik ini mempunyai skema gending dalam satu gongan terdiri dari satu baris,
dengan skema gatra satu kempul, gatra kedua kenong, gatra ke tiga kempul dan
gatra ke empat gong. Untuk seniman karawitan Jawatimuran, gending ini di sebuk
gending sak Cokro Negoro karena menggunakan tafsir garap kendangan sak Cokro
Negoro. Contoh gending sak Cokro Negoro : Alas Kobong, Ijjo-Ijo, Pantang,
Rangsang dan yang lainnya.
4.
Gending
sak Samirah/ ketawang
Gending Ketawag ini mempunyai skema gending
dalam satu gongan terdiri dari dua baris, dengan skema gatra kedua kempul,
gatra ke empat kenong, gatra ke enam kempul dan gatra ke delapan gong. Untuk
seniman karawitan Jawatimuran, gending ini di sebut gending sak Samirah karena
menggunakan tafsir garap kendangan sak Samirah. Contoh gending sak samirah
adalah: Opak Apem, Rembe, Sontoloyo, Slukat dan yang lainnya.
5.
Gending
sak Luwung/ Ladrang
Gending
ladrang ini mempunya skema gending dalam satu gongan terdiri dari dua baris,
dengan skema gatra kesatu kempul, gatra kedua kenong, gatra ke tiga
kempul,gatra ke empat kenong, gatra ke lima kempul, gatra ke enam kenong, gatra
ke tujuh kempul, dan gatra kedelapan gong. Bagi seniman karawitan Jawatimuran
untuk gending ini disebut gending sak Luwung, karena menggunaan tafsir garap
kendangan sak gending Luwung. Contoh gending sak Luwung :adalah: Dendang,
Engklek, Gagak setro, Cokek dan lain sebagainya.
6.
Gending
sak Jonjang/ Ketawang Gede
Gending Ketawang gedhe ini mempunyai skema
balungan sama dengan ketawang Cilik (sak Cokro Negoro), akan tetapi untuk skema
kendangannya berbeda serta garap sajiannya juga bebeda yaitu masalah teknik
tabuhan, tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman karawitan Jawatimuran
kadang menyebutnya gending sak Jonjang, karena skema kendangannya menggunakan
kendangan sak Jonjang. Contoh gending sak Jonjang adalah: Brang Wetan dan yang
lainnya.
7.
Gending
sak Lambang/ ketawang gending
Ketawang gending ini mempunyai skema
balungan sama dengan ketawang (sak samirah), akan tetapi untuk skema
kendangannya berbeda serta garap sajiannya juga bebeda yaitu masalah teknik
tabuhan, tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman karawitan Jawatimuran
kadang menyebutnya gending sak lambang, karena skema kendangannya menggunakan
kendangan sak Lambang. Contoh gending sak lambang adalah: Bingung, Ganda
Kusuma, .Sekar Cinde, Ramyang dan lain sebagainya.
8.
Gending
Gede
Gending Gede yang dimaksud dalam karawitan Jawatimuran
adalah gending yang skema balungan diatas gending sak lambang. pada jaman
dahulu gending gede ini tidak menggunakan kempul seperti gending gede gaya
Surakarta maupun gaya Jogjakarta, akan tetapi pada perkembangannya ada juga
para seniman pengrawit Jawatimuran yang menggunakan kempul pada gending gede
ini, sehingga yang terjadi ada yang menggunakan kempul dan ada yang tidak
menggunakan kempul pada sajian gending gede ini. Sedangkan gending gede pada
karawitan Jawatimuran ini juga dibedakan menjadi beberapa bentuk, seperti :
a. Gending Gede sak Sekartejo, contohnya:
Titipati, Liwung dan yang lainnya.
b. Gending Gede sak Gambir sawit, Contohnya:
Onang-Onang, layon Kintir, Bango-Bango dan yang lainnya.
c. Gending Gede sak Nara Sala
d.
Gending Gede sak Kutut Manggung
9.
Gending
Gedog
Gending gedog
yang dimaksud adalah gending yang terdiri dari ayak kempul arang, ayak kempul
kerep, krucilan dan gemblak. Dalam karawitan gaya Surakarta gending Gedog ini
bisa di samakan dengan ayak ayak, srepek dan sampak. Ciri- ciri gending gedog
ini terletak pada tabuhan saron, dimana saron satu dan saron dua menggunakan
tehnik tabuhan imbal dan nginthili.
B. Komposisi atau Sususnan Gending
Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, komposisi adalah susunan, tata susunan (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2000 : 585).
Penjelasan komposisi
secara khusus juga dipaparkan oleh Martapangrawit. Komposisi adalah susunan
bagian sebuah gending dapat terdiri dari buka,
merong, ngelik, umpak, umpak inggah,
umpak-umpakan, inggah, sesegan, suwukan (Martapangrawit, 1975 :
10).
Penyajian komposisi
sebuah gending. diantaranya dapat dirangkaikan dengan gending lain sebagai
berikut.
1.
Buka
Buka
dalam masyarakat Jawa sering digunakan sebagai istilah untuk membatalkan puasa
yaitu mengawali/ memulai makan dan minum setelah menjalankan ibadah puasa. Jadi
kata buka dapat diartikan sebagai permulaan atau awalan ketika akan melakukan
sesuatu, awalan untuk melakukan pekerjaan, untuk makan dan minum, dan
seterusnya. Dalam kehidupan sehari-hari kata buka ini jarang digunakan, yang
sering dijumpai adalah kata buka-en (disuruh membuka), dibukak (dibuka), dan
seterusnya. Pada buku Bausastra Jawa diberikan makna mulai, mulai makna (bagi
orang puasa), mulai suatu pekerjaan, miwiti.
Pada
karawitan Jawa kata buka memiliki keterkaitan, kata buka merupakan salah satu
bagian dari komposisi sajian sebuah gending. Buka adalah suatu bagian lagu yang
disajikan untuk memulai sajian gending yang disajikan oleh suatu ricikan atau
vokal (Martopangrawit, 1975:10).
Jadi,
buka dalam sajian gending adalah bagian dari komposisi gending yang merupakan
kesatuan melodi lagu, yang digunakan untuk mengawali sajian gending atau
mbukani sebuah gending. Pada tradisi karawitan Jawa Jawatimuran buka suatu
gending dapat dilakukan oleh beberapa ricikan (instrumen). Ricikan yang
biasanya berperan sebagai penyaji buka adalah rebab, kendang, gender, bonang,
gambang, dan siter (buka menggunakan siter tersebut digunakan dalam perangkat
gamelan cokekan atau siteran). Selain buka dengan ricikan, buka juga dapat
dilakukan dengan vokal (suara manusia). Buka vokal dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dilakukan dengan bawa dan buka celuk. Bawa adalah vokal tunggal
yang diambil dari sekar ageng, sekar tengahan yang dilakukan sebelum sajian
gending dimulai.
Macapat
dilakukan sebelum sajian gending pokok dimulai. Buka celuk adalah buka yang
dilakukan oleh vokal tunggal dengan menyajikan satu atau dua kalimat lagu yang
kemudian ditampani, dilanjutkan dengan sajian sebuah lagu.
Perbedaan
antara bawa dan buka celuk adalah pada bawa seorang vokal harus menyajikan satu
tembang (sekar macapat, tengahan, macapat) secara utuh, tetapi pada buka celuk
adalah vokal yang hanya menyajikan satu atau dua kalimat lagu pokok dari
gending yang akan disajikan kemudian ditampani dan dilanjutkan pada sajian
suatu gending. Menurut sifatnya, buka merupakan bagian komposisi yang harus
disajikan kecuali gending tersebut merupakan kelanjutan dari gending lain.
Bagian
buka ini merupakan tahapan awal dari sajian suatu gending yang kemudian
dilanjutkan dengan beberapa bagian komposisi lainnya. Bagian-bagian lain
tersebut mempunyai kesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Melalui buka
ini dapat teridentifikasi jenis dari suatu gending yang kan disajikan. Suatu
gending dapat diklasifikasikan menurut buka yang digunakan, misalnya gending
yang diawali dengan buka rebab, yang diawali dengan buka bonang disebut gending
bonang, dan seterusnya.
2.
Gedukan
Gedukan dalam seni karawitan berarti suatu komposisi gending
Jawatimuran setelah buka yang mempunyai garap halus dan tenang dengan teknik tabuhan
kendangan gedukan. sedangkan untuk instrumen yang lain menggunakan tehnik garap
tabuhan yang halus juga.
3.
Minggah
Kendang
Minggah kendang hampir sama dengan
gedukan akan tetapi penyajiannya di sajikan setelah gedukan. Dan biasanya
minggah kendang di gunakan dalam gending sak jonjang/ ketawang gede, sak
Lambang/ ketawang gending, gending gede. Ciri cirinya biasanya untuk balungan
gending mempunyai mbok-mbokan dan anak-anakan, sehingga untuk mbok-mbokan
menggunakan kendang gedukan sedangkan minggah kendang menggunakan anak-anakan,
ciri balungan untuk minggah kendang yang menggunakan balungan anak-anakan yaitu
menggunakan balungan pancer.
4.
Gambyak
Gambyak dalam seni karawitan berarti suatu komposisi gending
yang mana menggunakan Jenis
kendangan Jawatimuran kelanjutan dari kendangan gedugan yang suasananya lebih
dinamis dan ugal. ciri
balungan untuk gambyak kendang sama dengan minggah kendang yaitu menggunakan
balungan anak-anakan dengan ciri menggunakan balungan pancer.
C. Bentuk Gending yang Non Konvensional
Bentuk
non konvensional merupakan bentuk yang tidak berdasarkan kesepakatan umum
seperti bentuk-bentuk lain seperti yang telah dijelaskan di atas. Bentuk ini
memiliki keistimewaan tersendiri, baik dalam penyajian maupun alat yang
digunakan.
1.
Langgam
Langgam
Jawa merupakan lagu yang mempunyai gaya dengan nuansa Jawa dalam bentuk kalimat
lagu A- A1-B-A1 dan diiringi dengan instrumen keroncong yang digarap sedemikian
rupa sehingga merupakan imitasi karawitan Jawa (Wasono, 1999 : 39). Untuk
memahami perbedaan antara satu bentuk dengan bentuk lain yang perbedaannya pada
instrumen dan permainan, bentuk kalimat lagu dan penyajiannya, langgam Jawa
sebagai jalinan antara bentuk kalimat lagu (langgam keroncong) dengan tangga
nada, instrumen, dan permaianan gaya Jawa.
Perkembangan
langgam Jawa yang tadinya konvensional dalam perkembangannya disertai pula
dengan pembentukan langgam Jawa yang non konvensional (bukan A-A1-B-A1) yang
disertai pula dengan penambahan instrumen, pembentukan laras baru, perkembangan
garapan atau aransemen, perkembangan syair lagu serta keanekaragaman bentuk
sajian. Instrumen yang digunakan adalah bas, selo, gitar, cuk, biola, dan flute
ditambah cak dan elekton (Wasono, 1999 : 60).
Penjelasan
lebih khusus mengenai langgam pada dunia karawitan khususnya gaya Surakarta,
langgam-langgam yang terdapat pada keroncong disajikan menggunakan gamelan.
Untuk struktur langgam ada yang teratur sama dengan ketawang, namun ada juga
yang tidak memiliki aturan tertentu. Pada topik penulis bahwa ternyata terdapat
gending-gending yang berbentuk langgam digunakan dalam sajian gending yang
memiliki kaseling seperti contoh ladrang Ayun-ayun kaseling langgam Yen Ing
Tawang.
2.
Dangdut
Musik
dangdut merupakan musik rakyat, karena benar-benar lahir dari nurani rakyat yang
mengekpresikan kehiupan sehari-hari dengan musik dangdut. Musik dangdut berasal
dari musik melayu, atau lebih tepatnya musik tradisional melayu yang mendapat
pengaruh sangat kuat dari musik India dan Arab (Gambus) (Dhanie, 2007:1)
Penjelasan
lebih khusus mengenai dangdut pada dunia karawitan gaya Surakarta berbeda
dengan dangdut pop pada umumnya. Dangdut dalam dunia karawitan ini menggunakan
gamelan yang dalam penyajiannya kendang alit / kendang ketipung yang berperan
sebagai ciri sajian dangdut.
Dangdut
pop pada umumnya menggunakan kendang ketipung yang menyerupai gambus sebagai
ciri khasnya. Sajian gending dangdut memiliki susunan struktur yang tidak
menentu. Banyak gending yang bernuansa dangdut namun untuk gaya Surakarta
ternyata terdapat pada gending karya Nartosabdo.
BIODATA PENULIS
Adiyanto
dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari
oleh orang tuanya di bidang seni,
diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah
remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan
Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada
tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada
tahun 2015 diangkat sebagai Pamong
Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong
Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan
pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun
media cetak.
PENGALAMAN
BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival
Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik
Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa
Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai
Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun
2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi
salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat
Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi
Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005. Komposer
dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara
dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di
Jogjakarta. Juara 1 (satu)
Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti
tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer
Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional
pada tahun 2016 di Surabaya. Menjadi
Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar
Sastra Pamucang” Juara
Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional
Tahun 2019. Menjadi Ketua
Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d
berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan
dll.
BUKU
YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan
Gending Jawa Timuran. Karawitan
Jawatimuran. Pengetahuan
Vokal Jawatimuran. Campursari
Sekar Melati. Profil
Sekar Melati. Kebudayaan
Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan
No comments:
Post a Comment