TINJAUAN SENI KARAWITAN IRINGAN TARI
A. Kedudukan Karawitan Iringan Tari
Yang
dimaksud dengan karawitan iringan tari adalah jenis tabuhan dalam karawitan
yang rasa karawitannya mampu membantu kekuatan ungkap karya tari sebagai bentuk
ekspresi seni. Secara konsep karawitan iringan tari dapat mempunyai wilayah
yang lebih luas dari pada tabuh iringan tari, sebab dalam karawitan tari dapat dikembangkan lebih luas, tidak hanya terbatas pada teknik tabuhan
tetapi juga dapat dikembangkan gagasan dan susunan baru dalam karawitan.
Memang
kalau kita berkiblat pada karawitan tradisi melulu kiranya mempelajari
karawitan iringan tari cukup dengan memahami tabuhan dan tehnik tabuhan iringan
tari yang sudah ada. Tetapi mengingat kenyataan kebutuhan iringan tari di dalam
perkembangan tari tradisi dan non tradisi, untuk garapan tari sudah lebih dari
pada yang ada dan yang biasa terjadi. Oleh sebab itu karawitan iringan tari
juga harus lebih berkembang dari iringan tari tradisi, guna memenuhi tuntutan
rasa karawitan yang lebih bervariasi yang dibutuhkan oleh karya tari yang makin
berkembang.
Semuanya
itu ternyata sudah berbeda, maupun berubah, tetapi perbedaan dan perubahan itu
memunyai nilai berkembang dan perubahan itu mempunyai nilai berkembang.
Meskipun pengertian dasar dan secara garis besar perkembangan dan perubahan
tersebut tetap dalam wilayah karawitan iringan
tari.
Tari
merupakan bentuk ungkapan kehidupan dan pengalaman jiwa yang menggunakan
garapan medium pokok gerak. Dalam kegiatan tersebut ada tujuan dan hasil
estetik maupun bentuknya yang artistik.
Biasanya antara individu-individu maupun antara kelompok satu dengan yang
lainnya maupun kadar potensi garapannya sebagai sarana yang tepat dan mantap
dalam garapan karyanya.
Sebagai
wilayah kegiatan tari sewajarnya mereka selalu mencurahkan perhatiannya pada
garap bahan (medium) gerak sebagai tumpuan pertama untuk mewujudkan pengalaman
imaginernya. Tetapi Setelah bentuk dan wujud itu lahir konkrit dari garapan
gerak, apabila ternyata belum kuat sebagai pernyataan ungkap, barulah mereka
mencoba menggunakan medium bantu lainnya. Medium bantu dalam ungkap tari itu dapat
digunakan medium atau bahan apa saja yang dianggap dan mampu membantu kemampuan
ungkap yang digarap dalam gerak pada tubuh. Tidak jarang bahwa medium bantu itu
kadang-kadang terlalu banyak bahkan ada yang lebih menonjol dari pada ungkap
medium pokok gerak. Walaupun hasil garap medium bantu mempunya nilai artistik
tersendiri namun itu semuanya harus mengingat fungsi dan kedudukannya yang
harus membantu menyatu dan menyangga kekuatan maupun wujud garapan gerak dengan
berbagai komponen dan unsurnya sehingga merupakan kesatuan yang utuh. Medium
bantu di dalam karya tari yang biasanya digunakan antara lain : karawitan, rias
busana, sinar, properti, setting dan mungkin medium lainnya.
Istilah
karawitan iringan tari merupakan kata majemuk yang tidak berdiri sendiri-sendiri,
melainkan mempunyai satu pengertian. Seperti dijelaskan bahwa karawitan iringan
tari merupakan suatu garap medium, sedangkan hasilnya diharapkan sebagai suatu
wujud yang mempunyai kekuatan sebagai medium bantu di dalam satu ungkap estetis
pada seni tari. Oleh sebab itu yang dimaksud karawitan iringan tari adalah
suatu wujud garap karawitan yang diperuntukkan membantu komposisi gerak yang
diciptakan dengan medium gerak yang menggunakan tubuh sebagai alat.
Karawitan
iringan tari berorientasi pada fungsi secara maksimal dengan cara menggunakan,
memanfaatkan, mengembangkan dan menggarap karawitan untuk kepentingan suatu
bentuk penyajian tari. Pengertian ini tidak mempunyai arti dan konotasi sebagai
pembantu dalam arti budak, tetapi membantu dapat berarti menegaskan dan
menyangga isi dan nilai ungkap estetis.
B. Karawitan Sebagai Medium Bantu
Di
dalam penggunaan karawitan sebagai medium bantu pada seni tari sekiranya perlu
diperkirakan apakah dapat diperkirakan seberapa kekuatan atau porsi yang diperlukan
karawitan dalam suatu susunan tari?
Kiranya
kekuatan atau porsi karawitan sebagai medium bantu sudah barang tentu tidak
dapat ditentukan secara pasti seberapa yang diperlukan pada suatu kekaryaan
atau penyajian tari. Tetapi jawaban itu akan didapatkan pada konsep dan fungsi
karawitan sebagai medium bantu bagi setiap kekaryaan tari. Karawitan sebagai
medium bantu pada masing-masing penyajian tari banyak berbeda antara satu karya
tari dengan yang lainnya. Pada dasarnya apabila suatu isi atau nilai imajinasi
dari penyusun yang akan diungkapkan itu sudah cukup terwadahi pada kualitas
gerak dalam posisinya, maka medium bantu itu tidak diperlukan lagi. Demikian
juga halnya termasuk karawitan sebagai medium bantu tidak usah dipergunakan.
Meskipun begitu karena sesuai dengan bentuk dan sifat medium gerak itu tidak
selalu mampu menampilkan isi secara kaya dan berbagai jenis kemantapan rasa,
maka medium bantu termasuk medium karawitan bisa membantu dan memperkaya rasa
dan suasana dari bentuk karya tersebut. Disitulah medium bantu karawitan
diperlukan, tetapi sedikit atau banyak peranan dan porsinya karawitan sebagai
medium bantu tidak sama, perhatikan dan amatilah perbedaan karawitan Remo
dengan tari lainnya. Kenyataannya juga tidak aneh bahwa banyak karya-karya
komposisi gerak yang lemah potensi ungkapnya, tetapi setelah menggunakan medium
bantu karawitan yang tepat baru dapat dirasakan isi dan nilai ungkapnya
komposisi tersebut. Masalah ini dapat diamati pada latihan tari garingan yang
masih memperhatikan komposisi dan dibandingkan setelah ditrapkan karawitannya
pada latihan bersama gending iringannya.
Suatu
penyajian tari akan mempunyai potensi ungkap yang kuat apabila komposisi
geraknya digarap dengan berbagai unsurnya secara cermat dan berhasil. Untuk itu
pada komponen gerak perlu diperhatikan tentang kecermatan menggarap kualitas,
bentuk, pola lantai, level, komposisi, ruang dan tidak lupa potensi penyaji
yang mempunyai daya tafsir gerak berekspresi.
Dengan
demikian porsi karawitan sebagai medium bantu untuk komposisi gerak sangat
tergantung dari keberhasilan potensi ungkap yang sudah bisa dicapai oleh
komposisi geraknya (perhatikan tari Remo dan komposisi drama tari). Dengan
demikian secara konsep kedudukan medium bantu berperanan secara supel dan
dinamis. Tetapi apabila pada kekaryaan tari bisa saja dimungkinkan terjadi
dengan cara kerja yang lain maupun konsep yang lain. Sebab apa yang dibicarakan
di atas bukan dimaksudkan sebagai satu-satunya konsep dan norma yang paling benar
C. Konsep karawitan iringan tari
1.
Rasa
Gending
Rasa
gending mempunyai banyak unsur dan aturan-aturan diantaranya bentuk irama, lagu
dan sebagainya. Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa yang pokok disini
dalam gendhing adalah menyangkut adanya aturan tentang bentuk tertentu, dan susunan
nada yang digarap dengan ricikan pada perangkat gamelan.
Seandainya
aturan bentuk tentang nada itu belum digarap maka barulah terbentuk balungan
gending. Yang dimaksud gending adalah tekanannya pada hasil garap dari balungan
gending. Dengan demikian gending adalah hasil garap dari balungan gending yang
sudah ada sebagai ungkap rasa atau pernyataan pengalaman dari nilai estetik
yang menggarap. Gending merupakan ungkapan atau pernyataan rasa dalam wilayah
estetik (perwujudan keindahan). Dari hasil garap gending tersebut dapat
memberikan pacu kepada penghayat sehingga menimbulkan rasa hayatan atau rasa
estetik tertentu bagi penghayat dan itulah yang dimaksud dengan rasa gending.
Berbahagialah
orang yang mempunyai kemampuan berkomunikasi denagn hasil garap gending, sebab
disanalah dapat menemukan suatu nilai estetik atau pengalaman yang ada dari
hidup dalam jiwanya.
Mudah-mudahan
mereka bahagia dengan hasil komunikasinya kemudian bergetarlah dalam jiwanya
sehingga di dalam jiwanya seolah-olah ada kehidupan baru. Perhatikan orang yang
mampu menangkap hasil garap gending Jula-Juli, niscaya mereka bercikrak-cikrak,
bertepuk-tepuk, bergeleng-geleng, semua itu karena mereka ia bergerak dari
kekuatan rasa gending Jula-Juli. Tak heranlah kalau ada orang mendengar gending
Ganggamina tayuban, kemudian spontan ia berdiri menari-nari, itulah mereka terpengaruh
dan tergerak oleh rasa gending tersebut. Demikian memang karawitan atau gending
mempunyai kemampuan lebih tajam dan rasa untuk menggerakkan dan membentuk dunia
baru yang imaginer.
Karawitan
mempunyai pembendaharaan rasa gending yang sangat kaya dan kekayaan itupun akan
bertambah lagi apabila banyak pengrawit yang kreatif. Oleh sebab itu karena
rasa gending mampu memperkaya rasa jiwa (estetik). Maka bagi orang yang
menekuni tari harus berusaha mampu menerima rasa gending. Selebihnya mereka
harus juga melatih diri dapat menerima rasa gending. Karawitan sebagai medium
bantu di dalam hal ini dituntut pancaran rasa gendingnya untuk mampu
menggerakkan jiwa seperti rasa gerak yang ditampilkan.
Seorang
yang menekuni tari (penari, penyusun tari bahkan penghayat tari) perlu sekali
untuk selain suka terhadap rasa gending juga sekaligus kaya akan berbagai rasa
gending. Untuk itulah harus melatih diri agar peka terhadap terhadap rasa
gending. Bagi yang terlatih secara peka, akhirnya dapat membedakan rasa gending
Jula-juli slendro dengan Jula-Juli pelog. Gending Samirah dengan gending
Ijo-Ijo, Krucilan dengan Ayak Kempul Kereop dan sebagainya.
Demikian
selanjutnya betapa kayanya rasa karawitan, penari harus mampu menangkapnya.
Belajar dengan banyak melatih diri berkomunikasi dengan gending. Bagi seorang
penggarap tari, rasa gending kadang-kadang mampu menjadi sumber kreatifitas,
sebab dari rasa gending yang tumbuh dalam jiwanya akan membentuk imajinasi.
Biasanya dari imajinasinya itu timbul rangsangan untuk melahirkan dalam wujud
garapan gerak. Apabila tidak membantu lahirnya karya cipta gerak, masih ada
manfaatnya bahwa dengan adanya kekayaan rasa gending maka bagi penyusun tari akan
lebih tepat dalam memilih gending sebagai medium bantu dalam komposisi
geraknya. Bahkan bagi seorang penari sangat diperlukan peka terhadap rasa
gending agar dalam penyajiannya benar-benar menggunakan rasa gending untuk
memantapkan dalam mengekspresikan geraknya. Sebab rasa gending mampu
menggerakkan jiwa penarinya.
2.
Rasa
Seleh
Yang
dimaksud rasa seleh dalam kehidupan tari disini adalah rasa seleh lagu gending,
tetapi bukannya seleh dalam arti teknis hubungannya dengan struktur seleh
ketuk, kempul, kenong, dan gong. Bahkan bukan semata-mata seleh itu tidak seleh
secara teknik, tetapi rasa seleh itu berhubungan dengan tafsir rasa tentang
lagu dalam gending sebagai medium bantu. Ditinjau dari jenis pilihan seleh pada
struktur gendhing tari memang pilihan salah satu jenis pida’an irama, juga
termasuk adanya kemampuan tentang rasa gending bagi penari. Tetapi rasa seleh
yang dimaksud adalah rasa seleh seorang penari yang mendasarkan diri pada
tingkah laku dari rasa cengkok. Sebab cengkok itu merupakan kesan tertentu
tentang lagu dan gaya dari garap seorang seniman. Di dalam gending, seperti
kita ketahui bahwa seorang pengrawit dapat menggarap dengan memilih dan
menggunakan perbendaharaan cengkok-cengkok yang sudah ada. Dari jenis-jenis
cengkok itulah dapat menentukan rasa gending. Bagi seorang penari yang
mempunyai rasa karawitan lebih peka, mereka tidak hanya berangkat dari rasa
gending, tetapi mampu lebih masuk merasakan lagu-lagu cengkok yang digunakan.
Dengan kemampuan menggunakan rasa cengkok gending iringan itu niscaya akan
menambah kekayaan rasa seleh pada penampilan
tarinya. Sebab mereka tidak hanya menggunakan rasa gending secara garis
besar untuk melatar belakangi rasa tarinya tetapi mereka mampu masuk lebih
detail dalam menangkap dan menggunakan sebagai sarana bantu dalam ekspresinya.
Pada
penampilannya, bagi seorang penari yang mempunyai seleh pada iringan, mereka
tidak hanya mampu menggunakan rasa seleh pada setiap tingkah laku cengkoknya
secara terpenggal-penggal. Tetapi rasa seleh iringan disajikan secara cermat
untuk mengungapkan keutuhan rasa gending pada sajian ekspresinya. Bagi penari
yang mempunyai rasa seleh yang baik maka daya tafsirnya untuk ekspresi menjadi
lebih kaya.
Kemampuan
rasa seleh akan tercermin dalam penyajian tarinya terasa cermat rasanya. Selain
itu juga terasa padat sehingga menimbulkan kesan mantap sajian tarinya.
3.
Pidakan
Dalam tari tradisi jawa terdapat istilah pidakan. Yang
dimaksud istilah pidakan adalah suatu jenis penggunaan tehnik seleh bentuk
gerak yang berhubungan dengan seleh iringan. Misalnya pada lumaksana yang
menggunakan empat hitungan pada setiap langkah jatuh kaki bersamaan pada seleh
kenong atau kempul pada iringan ladrang sehingga seandainya dimulai dari gong,
maka kempul kosong seleh kaki kanan,
pada kenong pertama seleh kaki kiri, kemudian pada kempul pertama seleh kaki
kanan, pada kenong kedua jatuh kaki kiri, demikian seterusnya bergantian
memperhatikan seleh kaki pada seleh kempul dan seleh pada kenong. Yang dimaksud
dengan pengertian pida’an tidak selalu tepat antara jatuh letak kaki bersamaan
“tepat waktu” dengan kenong atau kempul yang dimaksud, tetapi dalam pidaan itu
seorang penyaji/penari suka tepat, atau sebelumnya, mungkin sesudahnya. Oleh
sebab itu pengertian pidaan adalah hubungan seleh gerak dengan seleh pada
bentuk iringannya. Tetapi meskipun begitu tepat atau tidak tepat itu dalam tari
tradisi juga merupakan pilihan rasa seleh yang dikehendaki oleh penari
sekaligus sebagai pilihan ekspresi estetiknya.
Meskipun
tidak tepat waktu tetapi dalam hal ini tetap mungkin memberikan jenis seleh
yang enak pula. Di dalam tari jawa pida’an sering disebut pida’an irama. Pida’an
adalah penggunaan rasa seleh pada bentuk gerak yang ada hubungannya denagn
struktur gending iringan.
Bagi
seorang penari yang tidak selalu mengikuti struktur seleh yang tepat pada
struktur seleh bentuk iringan tetapi ternyata kadang-kadang ada yang dirasakan
pada penampilan dalam penyajiannya seolah-olah penari yang kesenimanannya
tinggi itu mampu membentuk struktur seleh pada tariannya. Oleh karena penari
membentuk struktur irama dengan pida’an sendiri pada seleh geraknya maka
seolah-olah struktur seleh yang digunakan dalam penampilan terasa sebagai pida’an
irama.
D. Karawitan Sebagai peranan Pembantu Iringan
Bgaaimana
karawitan sebagai peranan pembantu iringan dalam tari. Kalau yang dimaksud
peranan itu masalah kedudukan atau tujuan, adalah jelas ialah untuk membantu
memberikan kekuatan ungkap pada kekuatan ungkap yang sudah digarap dalam medium
pokok, ialah pada komposisi gerak. Kalau yang dipermasalahkan adalah seberapa porsi
atau kekuatan yang diperlukan ialah tidak tentu, masalahnya sangat tergantung
kebutuhan yang dikehendaki dari kekuatan yang sudah ada pada kekuatan ungkap
dari hasil gerak yang sudah dicapai. Berikut beberapa contoh yang biasa terjadi
dalam tradisi (tari jawa).
1.
Komposisi
Sejajar
Di
dalam usaha untuk menciptakan kekuatan suatu ungkap pada garap medium yang
dikehendaki adalah dengan memberikan suasana karawitan yang sama atau sejajar
dengan suasana ungkap atau kualitas gerak yang sudah dicapai. Misalnya suasana
ungkap kualitas gerak yang agung maka diberikan suasana atau rasa karawitan
yang agung. Kalau kualitas geraknya lucu maka dibantu dengan rasa karawitan
yang lucu pula, demikian pula jika rasa geraknya gagah perlu dibantu dengan
rasa karawitan yang gagah. Sehingga suasana pada bentuk komposisi ini bisa
sejajar, oleh sebab kita sebut saja komposisi
sejajar. Jenis komposisi sejajar adalah jenis komposisi iringan yang
membantu mendorong lebih menguatkan dari hasil atau suasana yang sudah dicapai
gerak kearah ungkap suasana yang sama yang lebih kuat.
2.
Komposisi
Kontras
Komposisi
ini adalah komposisi yang berlawanan derngan komposisi sejajar di atas. Apabila
suasana ungkap dari kualitas gerak itu sudah dicapai maka dibantu dengan
kekuatan ungkap rasa karawitan yang berlawanan atau bukan sejenis. Misalnya
kualitas geraknya agung, bahkan diberikan iringan rasa karawitan yang rongeh,
demikian pula seandainya kualitas gerak atau rasa geraknya itu sreng/rongeh
maka diberikan atau dibantu dengan rasa karawitan yang sareh atau tenang.
Oleh
sebab itu iringan komposisi kontras maksudnya membantu menguatkan ungkap yang
sudah dicapai pada garapan gerak tetapi justru dibantu dengan suasana atau rasa
yang berlainan, meskipun suasana atau rasa karawitan yang digunakan untuk
membantu itu berlainan tetapi justru dapat lebih menguatkan ungkap gerak yang
sudah ada, tidak melemahkan atau mengganggu. Ibaratkan merasakan warna putih
maka terasa jelas dan mantap putihnya apabila warna putih itu didekatkan warna
hitam. Sehingga beda apabila warna putih itu didekatkan dengan warna abu-abu.
3.
Komposisi
Kamuflase
Jenis
komposisi iringan karawitan untuk membantu selain seperti dua macam tersebut di
atas juga dapat ditempuh dengan cara lain. Dasar pemikiran iringan karawitan
dalam usahanya membantu memberikan kekuatan ungkap kualitas gerak yang sudah
dicapai dengan memberikan warna suasana yang lain. Sehingga yang penting
menghadirkan rasa karawitan itu untuk memberikan kekayaan suasana dalam
komposisi yang utuh. Oleh sebab itu tidak perlu menggunakan pedoman rasa gerak
semata-mata yang sudah dicapai, tetapi bermaksud menambah warna suasana atau
warna rasa, di dalam menambah warna rasa ungkap yang lebih kuat atau lebih enak
dari yang sudah dicapai gerak itu sendiri.
Gagasan
ini seolah-olah tidak jelas, tetapi sebenarnya bukan begitu, tetapi keberhasilannya membantu rasa karawitan tidak
sempit, bahkan lebih luas. Masalahnya dalam pemikiran itu diperlukan kesabaran,
mau mencoba dan selalu mencoba.
E. Istilah Karawitan Iringan tari
Bagaimana
dalam menentukan iringan itu terutama memikirkan rasa karawitan mengenai posisi
hubungan iringan itu dengan medium pokok gerak. Sehingga mendapatkan komposisi
semacam tersebut di atas. Kiranya memang agak sukar untuk dibakukan secara
tegas, sebab dalam karya seni sebaiknya mencari kemungkinan baru yang lebih
berhasil sehingga tidak terikat aturan lama. Berikut akan diuraikan beberapa
pengertian dan istilah iringan yang dikenal dalam karya tari tradisi.
1.
Iringan
Mungkus/ Mbungkus
Pengertian
dan iringan mungkus/ mbungkus yang ada dalam tari tradisi adalah jenis iringan
yang mempunyai hubungan rasa iringan komposisi gerak sangat akrab dan lekat
sekali. Istilah ini diambil dari istilah jawa, mungkus/ mbungkus artinya
membungkus itu memberikan wadah agar
sesuatu yang dibungkus itu tidak tercecer hilang ke luar dari bungkus itu.
Dalam pengertian mungkus makanan jawa selalu diusahakan rapat atau ketat sehingga isinya aman. Karena usaha ketat ini
bungkus (iringan) itu terasa lekat, sehingga seolah-olah memberikan dan
membentuk iringan.
Pengertian
makanan/nasi bubur kalau sudah dibungkus, maka bentuknya persisi dengan
bungkusnya. Hendaknya hubungan dalam konsep mungkus dengan gerak terutama
dirasakan dari segi tehnis atau rasa tehnis. Biasanya jenis iringan mungkus/ mbungkus
terlihat tentang penonjolan garapan cengkok pada garap ricikan iringan
karawitan tersebut misalnya hubungan kendang, balungan dan sebagainya. Tari Jawatimuran
banyak sekali iringan seperti itu, perhatikan peranan garap ricikan kendang
pada tari Remo Bolet.
Sebenarnya
tari tradisi khususnya banyak terdapat jenis iringan mungkus/ mbungkus. Selain
pada iringan tari Remo Bolet, garapan mungkus/ mbungkus pada ricikan kendang
yang semacam itu juga bisa dirasakan pada tari sejenis. ekspresi dari gerak tersebut
seandainya iringan kendang tersebut dikurangi atau hilang, maka yang terjadi rasa tarian tersebut kurang sempurna.
Karena besar sekali kekuatan ekspresi ricikan (kendang) ini sehingga terasa
meninabobokkan dan memanjakan kehadiran ekspresi gerak. Hubungan yang lekat dan
mesra ini menimbulkan ketidakdewasaan dari ekspresi geraknya dalam penampilan
penyajian. Komposisi tari yang demikian biasanya apabila garapan cengkok
kendangnya lemah, maka tarinya dirasakan sangat lemah, (coba menarilah ngremo
tanpa kendang yang tepat). Kendang itu berhasil maka sangat dirasakan kuat dan
menonjol sekali ekspresi gerak tarinya.
Selain
berpijak pada rasa teknis cengkok ricikan itu maka sebenarnya jenis iringan
mungkus ini kekuatannya disebabkan juga dari warna suara sumber bunyi tersebut.
Jadi jenis ricikan sebagai bahan sumber bunyi tersebut. Jadi jenis ricikan
sebagai bahan sumber bunyi ternyata punya peranan.
Pada
dasarnya pengertian iringan mungkus/ mbungkus yang terdapat dalam tari tradisi
memang demikian. Keberhasilan ekspresi seninya karena dirasakan begitu ketat
dan letaknya cara maupun rasa
bentuk iringan dalam hubungannya pada sesuatu komposisi tari yang ditimbulkan
oleh ricikan. Tetapi kadang-kadang pada jenis iringan mungkus/ mbungkus
tersebut rasa ketat dan lekatnya itu bagi seorang pengendang yang kreatif bisa
agak kendor. Dalam usaha mengendorkan keketatan hubungan bentuk rasa cengkok
ini pada seorang pengendang dapat memilih atau membuat cengkok yang bentuk rasa
cengkoknya tidak sama persis dengan rasa bentuk cengkok geraknya. Tetapi
sebaliknya, bagi pengendang yang kurang kretif pada iringan mungkus/ mbungkus
semacam ini kadang-kadang betapa sangat ketatnya membungkus geraknya, sehingga
seolah-olah geraknya tidak sempat menarik napas (ambegan). Penampilan penyajian
semacam ini seolah-olah dirasakan mencekik ekspresi geraknya.
Pada
jenis iringan mungkus/ mbungkus sangat ketat tersebut bagi penghayat yang
kurang peka memang lebih senang. Tetapi bagi penghayat yang kreatif justru
tidak menyukai karena penghayat tidak ada kesempatan memberikan tafsir bentuk
maupun rasa dari gerak yang disampaikan.
2.
Iringan
Latar Belakang
Yang
dimaksud dengan jenis iringan latar belakang ialah, jenis iringan yang membantu
kekuatan ungkap dari medium rasa karawitan dengan menempatkan diri sebagai
latar belakang dalam garapan karya tersebut.
Adapun
pengertian dasar melatar belakangi ini memang dapat mempunyai alasan
berbeda-beda. Pengertian jenis iringan ini kadang-kadang bisa sama dengan
pengertian jenis iringan dari tinjauan posisi hubungan seperti kriteria
berlawanan, seandainya jenis iringan berlawanan tetapi disasajikan pada ungkap
tidak keras dan kuat maka dapat dikatagorikan jenis iringan latar belakang. Oleh
sebab itu jenis iringan latar belakang lebih menekankan bentuk ungkap yang
tipis saja. Dalam jenis iringan ini tidak bermaksud mengungkapkan secara
berlebih-lebihan, sehingga kekuatan ekspresi iringan menjadi sama atau lebih
kuat dari ekspresi garapan gerak yang dibantu. Jenis iringan latar belakang
mempunyai bentuk dan kekuatan ungkap rasa karawitan yang tipis. Justru dari
rasa karawitan yang tipis inilah komposisi tari itu mempunyai penampilan yang
berhasil.
Pada
garapan yang mempunyai iringan karawitan jenis iringan latar belakang
sebenarnya secara konsep dapat dikatagorikan bahwa komposisi dan penampilan
geraknya mempunyai kekuatan ekspresi seni yang lebih kuat. Dikatakan demikian
karena peranan iringan tidak diperlukan secara menonjol dan lebih kuat dari
ekspresi geraknya. Jenis iringan pada karya tari yang tergolong ini dapat kita
amati perlu komposisi gerak atau karya tari yang disajikan oleh penari yang
kuat daya ungkapnya (gregetnya) dan betul-betul penari tingkat seniman.
F. Gerak Tari Tanpa Iringan
Konsep
dasar karawitan tari di dalam menggarap rasa karawitan untuk membantu ungkap
atau ekspresi pada sebuah komposisi gerak selalu berorientasi kebutuhan
membantu mengiringi langsung ekspresi seni pada tari.
Konsep
dasar dalam iringan tari meskipun membantu mengiringi tidak berarti harus
selalu menghadirkan garap rasa karawitan pada setiap komposisi gerak. Kehadiran
bisa juga tidak utuh sejak awal sampai akhir kehadiran geraknya. Sebab dengan
memungkinkan pada bagian atau scene tertentu justru tidak dibutuhkan kehadiran
rasa atau ekspresi karawitan.
Oleh sebab
itu konsep dasar karawitan tari dalam garap iringan, mengiringi tidak berarti
hadir selalu menitih kehadiran komposisi geraknya agar mempunyai ungkap, tetapi
bisa saja kadang-kadang tidak ada iringan. Pada saat tidak ada iringan itu
komposisi gerak tampil ungkap sendiri dengan rasanya sendiri, mungkin dengan
kekuatan komposisi gerak, ruang, kualitas, bentuk, mungkin bahkan kekuatan pada
ekspresinya sebagai tokoh atau karakter yang
disajikan.
Kalau
dibicarakan lebih banyak atau lebih detail masalah iringan tari secara teknik
maupun teknis sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis yang disebutkan di
atas, tetapi masih banyak lagi yang belum disebutkan. Selanjutnya seorang
penari seharusnya mengamati lain-lainnya lagi. Hal itu dianjurkan demi
eksistensi karya tari itu sendiri dalam menampilkan ekspresi seni yang mantap
dan baru. Yang lebih penting seharusnya di dalam menggarap karawitan tari perlu
menyadari bahwa kedudukan karawitan adalah melayani dan membantu kebutuhan
tari. Kebebasan sebagai karawitan mandiri jelas tidak tercapai atau sangat
dibatasi kebutuhan tari itu sendiri.
Yang
dimaksud mengiringi tidak selalu mempunyai arti bahwa selama ditampilkan gerak
kemudian seluruhnya ditampilkan karawitan. Bisa saja tampilnya karawitan pada
bagian tertentu saja tidak dalam keseluruhan komposisi atau susunan gerak.
Bahkan mengkin sekali geraknya lebih menonjol dari karawitan, tetapi bisa juga
sebaliknya pada bagian-bagian tertentu karawitan lebih kuat ungkapnya. Sehingga
dengan demikian garap karawitan tari perlu juga memperhatikan kandel tipisnya
rasa karawitan sebagai medium bantu agar tidak menimbulkan kesan yang monoton.
Kiranya
karawitan akan lebih luwes dan kayak arena dalam membantu karawitan mampu
menimbulkan suasana, misalnya nglangut, kisruh, gecul, sedih. Di dalam menyusun
suasana itupun karawitan bisa menggarap misalnya menggarap sedih tiba-tiba
gecul. Bahkan menampilkan bermacam-macam sedihpun ternyata karawitan lebih
mampu dari pada garapan gerak, karawitan juga mampu menggarap suasana yang
ganda, misalnya suasana tegang dalam kesedihan atau wibawa yang anggun.
Seandainya
kita belum ada kemampuan cukup tentang pembendaharaan gending dan cengkok asal
tahu dan memahami garap, kiranya akan memperkaya dalam kerja dan usaha kita
melayani kebutuhan ungkap tari. Sebab lewat pemahaman dan kemampuan garap
irama, patet, laras, ricikan, volume, cengkok, wiled, maka sebenarnya kita akan
menjadi kaya dan trampil melayani kebutuhan ungkap tari meskipun dengan
pembendaharaan gending sedikit. Apalagi seandainya kita juga memasukkan konsep
warna suara, sumber bunyi kemudian dengan itu kita kembangkan, betapa kayanya
karawitan tidak akan dapat diramalkan kemampuan dan kemungkinannya. Oleh sebab
itu sangat diperlukan kreatifitas bagi seorang penggarap iringan tari. Untuk
itu kita tidak usah membatasi dengan norma maupun kaidah-kaidah dalam karawitan
tradisi. Sebaliknya menggarap karawitan diusahakan mencari
kemungkinan-kemungkinan baru agar mampu melayani kebutuhan tari secara kaya dan trep.
Agar
mendapatkan hasil garap yang sesuai dengan kebutuhan sebagai iringan untuk
garapan komposisi geraknya, maka sewajarnya sebagai tugas membantu dan
mengiringi perlu mengetahui masalah-masalah yang pokok yang diperlukan sampai
pada hal-hal yang lebih kecil.
Sebaiknya
seorang penggarap iringan seharusnya mengetahui dan memahami gagasan secara
utuh tentang garapan tari, tema, sumber garapan. Dengan adanya pemahaman itu karawitan
dapat bekerja lewat tafsirnya. Alangkah baiknya apabila secara konstruksi
ataupun alur suasananya juga lebih jelas diketahui. Sebab misalnya untuk
garapan cerita maka sangat menguntungkan juga diketahui tiap adegan, bahkan
tokoh maupun isi adegan yang ingin ditampilkan. Seandainya ingin menggarap suasana
agungnya adegan Majapahit mestinya berbeda dengan agungnya Blambangan. Bahkan
menggarap marahnya tokoh Gajahmada saja perlu berbeda dengan marahnya Hayam
wuruk. Disamping itu dalam konstruksi suasana maupun alur itupun harus dipahami
waktu singget-singget suasana pergantian yang diinginkan. Kalau diharapkan
setiap singget dikehendaki pergantian suasana atau rasa iringan yang berbeda
maka perlu digarap yang berbeda. Meskipun begitu kadang-kadang suatu garapan
tari tidak diperlukan selalu seketat itu, bisa juga karawitan tidak berganti
suasana tetapi komposisi tarinya bergantian atau sebaliknya. Gagasan demikian
sebenarnya sebagai usaha melayani dan membantu sebaik-baiknya agar karya itu
kental dan utuh ungkap estetiknya.
Bagi
penyusun tari yang mempunyai kamampuan dan pemahaman garap karawitan biasanya
akan menjadi lancar dalam menemukan dua gagasan/garap gerak dan garap iringan.
Tetapi bagi penyusun tari yang kurang memahami garap karawitan diperlukan dialog
yang jelas tentang gagasan-gagasannya dengan seorang yang menggarap iringannya.
Akhirnya bisa dipertanyakan bagaimana menggarap iringan yang lebih baik dan berhasil. Sudah barang tentu karena
garapan ini masalah kesenian, sedangkan kesenian itu tidak lepas dari
kreativitas, maka kebehasilan dan cara itu tidak lepas dari wawasan, maupun
konsep kesenian serta kreativitas. Bahkan apresiasi juga besar peranannya dapat
mempengaruhi keluasan atau teba maupun bobot konsep dan karya dalam garapannya.
BIODATA PENULIS
Adiyanto
dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari
oleh orang tuanya di bidang seni,
diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah
remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan
Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada
tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006.
Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada
tahun 2015 diangkat sebagai Pamong
Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong
Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan
pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun
media cetak.
PENGALAMAN
BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival
Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik
Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa
Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai
Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun
2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi
salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat
Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi
Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005. Komposer
dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara
dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di
Jogjakarta. Juara 1 (satu)
Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti
tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer
Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional
pada tahun 2016 di Surabaya. Menjadi
Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar
Sastra Pamucang” Juara
Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional
Tahun 2019. Menjadi Ketua
Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d
berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan
dll.
BUKU
YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan
Gending Jawa Timuran. Karawitan
Jawatimuran. Pengetahuan
Vokal Jawatimuran. Campursari
Sekar Melati. Profil
Sekar Melati. Kebudayaan
Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan
No comments:
Post a Comment