Search This Blog

21 Mar 2021

PROGRAM KEGIATAN SENI PERTUNJUKAN RAWAN KORUPSI

 

PROGRAM KEGIATAN SENI PERTUNJUKAN RAWAN KORUPSI

 

Seni pertunjukan adalah sebuah tontonan seni yang sangat bernilai, yang mana seni pertunjukan itu merupakan pemenuhan hidup manusia dalam nilai religius, estetik, pendidikan, sosial, hiburan, ekonomi dan masih banyak lagi. Lalu bagaimana dengan sebuah program kegiatan seni pertunjukan yang di selenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini yang menangani tentang kesenian. Ketika ada seorang tokoh yang menginspirasi saya, beliau berkata yang intinya, apakah program kegiatan seperti itu sudah merupakan bentuk dari pengejawantahan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan”. Dan ada seorang tokoh guru besar yang telah memberikan pengetahan saya tentang teori kritis, teori ruang publik, dan teori diskonstruksinya Jurgen Habermas. Yang intinya bahwa ketika sebuah masalah itu dianggap sebagai masalah di ruang publik maka orang yang berfikir menggunakan ruang privat inilah yang harus dihilangkan.

Dari latar belakang inpirasi-inspirasi tersebut, lalu saya mulai berfikir dan timbul pertanyaan dalam hati saya. Pertanyaannya adalah, apakah program kegiatan seni pertunjukan itu sudah merupakan pengejawantahan dari pelestarian seni?.  Sudah transparankah anggaran untuk kegiatan seni pertunjukan tersebut di masyarakat khususnya para pelaku seninya?.

Hal yang seperti ini sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, saya contohkan mungkin ini hanyalah contoh fiktif belaka, misalnya ada sebuah program kegiatan pertunjukan dramatari kolosal yang mana banyak melibatkan para seniman tari, musik, karawitan, teater, tata rias, tata cahaya, seni rupa yang mana para seniman tumplek blek disitu. Dari program kegiatan besar tersebut, disinilah dimungkinkan sebagai celah untuk melakukan negosiasi, yaitu dengan cara pemilik program kegiatan menawarkan kepada pelaku seni untuk tampil dalam sebuah pertunjukan. Kemudian para pembuat program kegiatan melakukan modus-modus mark up anggaran, laporan fiktif, dan penggelapan. Mark up dilakukan pada pembiayaan atau pengeluaran anggaran progran kegiatan dramatari kolosal tersebut dengan menaikkan jumlah pengeluaran yg seharusnya untuk kepentingan pribadi, dikarenakan honor para pelaku seni memang tidak ada standartnya, honor berapapun untuk para pelaku seni itu adalah sah, karena setiap pelaku seni mempunyai standar yang berbeda, bisa saja satu pelaku seni mempunyai tarif honor ratusan bahkan jutaan tergantung dari seniman itu sendiri, dan banyak juga para pelaku seni yang memang tidak mengukur masalah tarif  harga, karena mereka berfikir bahwa sudah bisa pentas dalam pertunjukan seni itu adalah bentuk dari mengekspresikan jiwa seninya sebagai usaha untuk melestarikan kesenian itu sendiri.  Maka dari itu, bagi pemilik program kegiatan seperti ini untuk mark up anggaran akan sangat mudah. Selanjutnya laporan kegiatan fiktif dilakukan dan disesuaikan dengan keinginan individu yang penting sesuai dengan apa yang diinginkan. sehingga yang terjadi dalam posisi seperti ini negara sangat dirugikan. Dan hal seperti ini bisa dilakukan pada program kegiatan kesenian apapun. Ketika dalam satu kegiatan seni pertunjukan itu menghabiskan anggaran antara 200-300 juta itu bisa di mark up menjadi 700-800 juta. Dan hal itu dianggap sesuatu yang biasa atau lumrah karena memang standar honor untuk pelaku seni itu bervariasi. Bisa kita bayangkan ketika itu terjadi di beberapa banyak program kegiatan sejenis itu, maka yang terjadi akan banyak sekali anggaran yang digelapkan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan apabila laporan kegiatan semacam ini sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan diketahui ada kejanggalan serta terjadi penyimpangan  yang terjadi tidak pihak BPK tidak ada tindakan yang tegas tetapi hanya diberikan rekomendasi untuk perbaikan.

Dengan melihat realitas yang terjadi tersebut, menurut saya ini bukanlah sebuah program yang mana bentuk dari pengejawantahan dari pelestarian kebudayaan. Apabila hal ini terjadi secara terus-menerus dan sudah mendarah daging di kalangan pemilik program kegiatan di pemerintahan, maka yang akan terjadi akan sangat sulit sekali yang namanya melestarikan kebudayaan yang mana itu sudah di amanatkan dalam Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Jadi anggaran yang seharusnya digunakan untuk pelestarian kebudayaan supaya keberadaan kesenian tradisional supaya tidak punah, pembinaan terhadap sumber daya para senimannya serta perlindungan dan revitalisasi kesenian yang telah punan tidak akan terlaksana secara maksimal, karena anggaran yang seharusnya untuk pelestarian kesenian tersebut terlalu banyak untuk di selewengkan yang jadinya bisa juga disebut korupsi. Dalam bahasa jawa yang lagi tren “angel, angel, angel temen tuturanmu”. yang artinya sulit, sulit, sulit sekali dibilangin.

Lalu bagaimana untuk mengatasi masalah seperti ini. saya mempunyai saran dan gagasan siapa tahu bisa menjadikan solusi.

Apa yang harus dilakukan untuk modus-modus seperti ini?. Pertama, perlunya partisipasi masyarakat guna mendorong transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sehingga terbangun demokratisasi, dalam hal ini masyarakat juga bisa mempunyai porsi untuk pengawasan anggaran. Walaupun sudah ada Undang-Undang nomor 14 tahun 2018 tentang Keterbukaan Publik akan tetapi aplikasi di lapangan belum menunjukkan hal yang baik. kedua, perlunya ruang publik sebagai tempat antara pemangku kepentingan dengan masyarakat yang mana ada kesetaraan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan tentunya bukan hanya sekedar ruang publik formalitas saja. Ketiga, apabila program kegiatan ini menggunakan anggaran pemerintah daerah, maka Gubernur harus bertanggugjawab penuh dalam proses budgeting, dan memiliki format laporan, monitoring dan evaluasi secara benar, sehingga tidak sekedar laporan penyerapan dan penerimaan anggaran saja. Keempat, keberadaan badan pemeriksa keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal pemerintah tidak hanya sekedar memberikan rekomendasi dan perbaikan apabila terjadi indikasi penyelewengan, serta mengoptimalkan Inspektorat daerah sebagai pembantu Gubernur sebagai pengawas dalam pemerintahan tidak hanya sekedar cashflow atau penyerapan anggaran saja namun juga harus juga melakukan pengawasan terhadap proses dan hasil kinerja.

Mungkin dari semua persoalan seperti ini adalah bagian dari pelajaran untuk kita semua, semoga kita bisa berbuat baik untuk masyarakat dalam hal seperti ini khususnya para pelaku seni. Ada pepaatah para sepuh “ngunduh wohing pakarti, mulo ayo ngudi sejatining becik”.    

 

Penulis: Adiyanto

Mahasiswa S3, Program Doktor Ilmu Sosial Fisip Unair

Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpar Prov. Jatim

 





















http://kabargress.com/2021/03/20/program-kegiatan-seni-pertunjukan-rawan-korupsi-1/






Realisasi Pemajuan Kebudayaan di Masa Pandemi Covid

 

Realisasi Pemajuan Kebudayaan di Masa Pandemi Covid

 

Presiden Republik Indonesia didalam usaha untuk  memberikan peran dalam pelestarian kebudayaan secara strategis bagi kebudayaan nasional, telah terwadahi dalam Undang-Undang  Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dalam upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional. Hal ini menjadikan semangat baru bagi para pelaku budaya, pemerhati budaya, dan pecinta budaya, ddan menjadikan pedoman untuk ikut andil didalam melestarikan kebudayaan.

Presiden Joko Widodo menginginkan adanya keseimbangan antara pembangunan fisik yang saat ini gencar dibangun di berbagai wilayah seperti jalan, jembatan, bandara, dan yang lainnya,  dengan pembangunan mental lewat jalan kebudayaan dalam wujud karakter dan jatidiri bangsa. Untuk itulah diperlukan kebijakan makro kebudayaan dalam rangka proses untuk melestarikan kebudayaan. Presiden Joko Widodo pernah bilang Kita kan terlalu sering berbicara masalah infrastruktur yang keras. Mengenai jalan, mengenai jembatan, mengenai pelabuhan. Tidak pernah kita berbicara mengenai infrastruktur lunak, yaitu kebudayaan”.

Dengan adanya pernyataan diatas bahwa secara nyata Presiden Joko Widodo mempunyai keinginan yang merupakan komitmen yang sejalan dengan Undang-Undang pemajuan kebudayaan yang didalamnya memuat sepuluh unsur kebudayaan diantaranya: tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.

Kondisi pandemi covid saat ini banyak sekali sanggar seni, paguyuban budaya, dan organisasi-organisasi lainnya dibidang kebudayaan tidak ada program kegiatan, dilarang membuat kegiatan yang mengundang massa, di larang mengadakan kegiatan dengan cara bergerombol dan yang sejenisnya. Maka dengan adanya larangan-larangan itu banyak sekali para seniman dan budayawan mengeluhkan bahwa disaat pandemi covid ini, usaha untuk melestarikan kebudayaan dianggap menemui jalan buntu dan dipastikan keberadaannya akan mengalami kemunduran. Para pelaku seni banyak yang sepi job pentas, banyak instansi pemerintah yang tidak berani menyelenggarakan progam kegiatan di bidang kebudayaan, dan masyarakat secara umum yang biasanya ikut andil di dalam usaha melestarikan kebudayaan juga terbatasi geraknya dalam kondisi pandemi covid ini.

Disisi lain setelah ditetapkannya Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor: 02/Kb/2020 Nomor: KB/1/UM.04.00/M-K/2020  Tentang Panduan Teknis Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Bidang Kebudayaan Dan Ekonomi Kreatif Dalam Masa Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, maka berangsur-angsur keberlangsungan program kegiatan pelestarian kebudayaan mulai bisa di lakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Sehingga dalam kondisi pandemi covid seperti saat ini, secara pelan-pelan sudah mulai  banyak sekali program kegiatan yang bertajuk kebudayaan, diantaranya pertunjukan seni wayang kulit, tari, musik dan yang lainnya yang dilakukan secara daring on line lewat streaming youtube. Lalu ada lagi kegiatan semacam seminar budaya, sarasehan budaya, diskusi budaya dan yang lainnya  yang dilakukan lewat media zoom. Kemudian banyak sekali para seniman dan budayawan yang membuat konten konten tentang budaya melalui youtube, instagram, facebook dan aplikasi on line lainnya.

Dalam kondisi seperti ini banyak bermunculan karya-karya virtual baru yang mana para seniman dan budayawan bisa menciptakan karya seni dengan kolaborasi antar seniman dan budayawan lintas daerah, lintas negara bahkan lintas benua, yang mana itu sangat sulit dilakukan pada waktu sebelum pandemi covid dikarenakan biaya akomodasi dan transportasi yang cukup mahal. Tapi dengan teknologi on line banyak kegiatan untuk melestarikan seni budaya itu bisa di lakukan dengan ide –ide serta gagasan melalui virtual.

Program kegiatan memalui virtual atau daring on line ini bisa menjadikan semangat dan antusias baru bagi para seniman dan budayawan untuk ikut berpartisipasi dalam upaya melindungi, mengembangkan, memanfaatkan dan membina kebudayaan. Sehingga didalam merealisasikan pelestarian kebudayaan yang sesuai amanat Undang-Undang pemajuan kebudayaan tetap bisa berjalan di masa pandemi covid. Maka dari itu kiranya patut diapresiasi bersama sekaligus menepis keraguan kita bersama, bahwa dalam upaya melestarikan obyek kebudayaan akan mengalami kesulitan di masa pandemi covid seperti saat ini.

Dari banyaknya karya-karya eksperimen baru secara virtual online oleh para seniman dan budayawan di saat pandemi covid ini, menurut saya secara  kwalitas dan kwantitas masyarakat seniman dan budayawan di dalam peran sertanya dalam pelestarian di bidang kebudayaan meningkat. Dengan meningkatnya kwalitas dan kwantitas masyarakat seniman dan budayawan ini mengindikasikan masih tingginya kemampuan masyarakat seniman dan budayawan untuk turut berpartisipasi dalam merealisasikan obyek-obyek kebudayaan yang tertuang dalam Undang- Undang Pemajuan Kebudayaan. Secara nyata, hal itu memberikan optimisme akan keberhasilan program kegiatan untuk melestarikan kebudayaan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang. Sehingga untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur lunak melalui kebudayaan akan tetap terealisasikan walaupun dalam kondisi pandemi kovid, sehingga akan tercipta keseimbangan antara pembangunan infrastruktur lunak dan infrastruktur keras seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo.

 

Penulis : Adiyanto

Mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Sosial Fisip Unair 

Pamong Budaya Ahli Muda

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur.




 













http://kabargress.com/2021/02/08/realisasi-pemajuan-kebudayaan-di-masa-pandemi-covid/






SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)

 SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)