Search This Blog

5 Dec 2017

REVITALISASI GENDING-GENDING YANG HAMPIR PUNAH PADA KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR

REVITALISASI GENDING-GENDING YANG HAMPIR PUNAH
PADA KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR

Adiyanto
Pamong Budaya Pertama
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur

Intisasri
Revitalisasi Gending-Gending yang hampir punah ini adalah suatu kegiatan untuk mengimbangi perkembangan karawitan di masyarakat, yang mana ketika di dalam kehidupan berkesenian khususnya seni karawitan sudah sangat jarang sekali para pelaku seniman, penikmat seni menyajikan gending-gending tinggalan para leluhur yang mempunyai nilai filosofi yang sangat hebat. Pada kenyataannya karena pengaruh pergeseran kebudayaan khususnya seni karawitan mengalami penurunan nilai yang cukup pesat dari seni karawitan yang sifatnya sebagai tuntunan, tontonan dan tatanan sekarang hanya menjadi sebuah tontonan yang bersifat menghibur.
Kata Kunci :  Uyon-Uyon -  Gending-Gending - Revitalisasi


A.    KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR YANG HAMPIR PUNAH
Karawitan adalah seni suara yang menggunakan laras slendro dan pelog, baik suara manusianya maupun instrument (gamelan)asal berlaras slendro dan pelog dapat disebut karawitan. Ada dua pokok isi karawitan yaitu irama dan lagu. Irama yaitu pelebaran atau penyempitan gatra. Lagu yaitu susunan nada-nada yang diatur dan apabila nada tersebut dibunyikan sudah terdengar enak. Pengatur nada-nada tersebut nantinya berkembang kearah suatu bentuk, sehingga menimbulkan bermacam- macam bentuk, dan bentuk inilah yang nantinya disebut gending ( R.L Martopangrawit : 1975).
Mengambil pengertian diatas, maksud dari karawitan di wilayah Jawa Timur ini adalah penyajian gending-gending karawitan yang berlaraskan slendro maupun pelog yang tumbuh dan berkembang di wilayah Jawa Timur. Di Jawa Timur sendiri ada beberapa gaya karawitan antara lain  gaya Malang-an, Banyuwangi-an, Madura ( Bangkalan, Sumenep) serta karawitan gaya Mojokerto-Surabaya ( Soenarto : 2016 : 10). Dari pemetaan gaya karawitan tersebut dapat di simpulkan bahwa di wilayah Jawa Timur  memiliki gaya karawitan yang cukup majemuk ditambah lagi gaya Mataraman yaitu karawitan gaya Surakarta dan Yogyakarta yang juga berkembang di wilayah Jawa Timur ini, bahkan keberadaannya ada hampir di seluruh Kabupaten/ Kota se Jawa Timur.
Didalam perkembangannya seni karawitan diwilayah Jawa Timur lambat laun akan terancam punah dalam hal jenis gending-gendingnya, sanggar seninya, senimannya serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam seni karawitan tersebut.  Seperti contohnya karawitan gaya Madura untuk jenis gending-gending sudah banyak yang hilang, senimanya sudah banyak yang meninggal dan tidak ada regenerasi, sehingga tidak ada lagi sanggar seni karawitan. Sedangkan karawitan gaya Jawatimuran[1] untuk pergelaran klenengan[2] sudah sangat jarang sekali bahkan hampir tidak ada lagi para seniman yang mempergelarkan gending- gending gaya jawatimuran. Dan sangat jarang juga masyarakat yang nanggap[3] klenengan gaya jawatimuran untuk keperluan upacara manten, sunatan dan upacara yang lain.. Sehingga keberadaan gending-gending untuk keperluan karawitan secara mandiri banyak sekali yang sudah tidak diketahui lagi garap sajian gendingnya. Seperti misalnya gending Gambir Sawit, Onang Onang, Titipati, Semeru dan yang lainnya (gaya jawatimuran).
Pak Mulyono[4] mengatakan untuk garap gending-gending seperti Gambirsawit, Onang-Onang, Titipati, Semeru dan gending sejenisnya untuk garap sajiannya sudah lupa karena sudah jarang sekali dibunyikan. Sehingga untuk pengendang jarang sekali yang mengerti garap sajian kendanganya. dan  untuk instrument gamelan yang lain jalannya ajian, garapannya, serta teknik tabuhan yang lain sudah tidak ada lagi yang tau. (wawancara: Mulyono, Oktober 2016).
Keberadaan gending-gending klenengan gaya Jawatimuran memang sudah jarang sekali dibunyikan yang ada sekarang hanya sebagian gending-gending saja seperti gending Gandakusuma, Gedok Tamu, Ayak Kempul Kerep dan Ayak Kempul Arang yang memang masih eksis sebagai iringan pakeliran gaya Jawatimuran. (wawancara: Amuji[5], September, 2016).
Dengan adanya pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaaan sebagian gending-gending klenengan sudah banyak sekali yang hampir punah, baik karawitan gaya Jawatimuran, karawitan gaya Madura dan karawitan Mataraman.  Untuk keberadaan gending – gending karawitan gaya Madura sudah banyak yang punah baik jenis gendingnya maupun sumber daya senimannya, sedangkan karawitan gaya Jawatimuran jenis gending yang masih ada dan eksis, adalah gending- gending yang digunakan dalam iringan pakeliran gaya Jawatimuran. Keberadaan gending klenengan gaya Jawa Timuran sudah dipastikan lima atau sepuluh tahun kedepan akan punah. Sedangkan untuk karawitan gaya Mataraman di wilayah Jawa Timur keberadaannya hampir seperti karawitan gaya Jawatimuran cuma untuk keperluan sajian klenengan masih dibunyikan karena masih ada satu atau dua orang yang nanggap dalam keperluan hajatan manten dan keperluan upacara yang lainnya.

B.     KEBERADAAN UYON-UYON[6] SAAT INI
Pada saat ini pertunjukan Uyon-Uyon khususnya di Jawa Timur sudah mulai bergeser dalam suatu pertunjukan yang sifatnya hura-hura. Ada salah satu seniman pengrawit yang bilang “sing penting rame” yang penting rame. Bentuk sajian karawitan yang hanya bersifat materialistik dan hedonistik, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dengan  berkesenian yang sifatnya hanya sebatas hura-hura. Pernah saya bertanya kepada salah satu seniman pengrawit yang intinya menanyakan apakah tidak jenuh ketika melakukan pementasan yang hanya menuruti selera penonton yang dangkal akan nilai luhur yang kadang lagu-lagu tersebut mempunyai syair yang jorok dan mengarah ke pornografi. dan beliau menjawab “halah le sing penting payu lan entuk bayaran entuk duwit, sak iki sing dijaluki tukang nanggap lan penonton ki yo sing rame lan rodo mambu mambu jorok ngene “  artinya iya nak yang penting laku dan dapat bayaran uang, saat ini yang diminta para penanggap dan penonton itu yang penting rame dan agak berbau porno.
Dari salah satu pernyataan seniman tersebut diatas  penulis simpulkan bahwa untuk sajian Uyon-Uyon pada saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya para seniman pengrawit itu bisa laku dan dapat job-joban sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun lagu-lagu atau gending-gending yang disajikan tidak etis. Seperti contohnya : gending Kutut Manggung  pada pos-posan cengkok Candralukitan
Syair :  e manukke Pak Citro lemes  
           e burungnya (kelaminnya) Pak Citro lemas
Syair : e manuke sing ngendang dowo
           E burungya (kelaminnya) yang main kendang panjang
Syair yang sebenarnya adalah e manuke kutut. Syair ini diplesetkan sehingga menimbulkan asosiasi yang jorok dan seronok mengarah kearah pornografi yang berubah dari arti syair yang sebenarnya. Nampaknya untuk syair yang mengarah ke arah pornografi tersebut sdah menjadi tren untuk penyajian karawitan pada saat ini. Ada lagi lagu –lagu tren yang syairnya berbau porno dan sudah menjadi tren di kalangan masyarakat seperti lagu penthil kecakot, penak mlumah, tali kotang, ngidam pentol [7]dan yang lainnya.
Kehidupan seni karawitan bila terus-menerus seperti iu lambat laun seniman karawitan akan kehilangan arah dan hanya menghasilkan karya seni yang tidak berjiwa dan tidak mempunyai sifat edukasi atau tuntunan yang menggambarkan nilai- nilai luhur.  Dengan demikian akan menurunkan derajad seniman itu sendiri sebagai seniman karawitan yang hanya memikirkan materi “ pokok entuk duwit” asal mendapat uang dengan menghilangkan estetik musikal yang melalui rasa. Sehingga dimungkinkan akan menghasilkan karya-karya musik karawitan yang hanya menuruti pasaran yang dangkal akan nilai-nilai luhur.

C.    UYON-UYON PROGRAM DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TIMUR
 Pada tahun 2011 ketika penulis pertama kali menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Disitu ada salah satu program kegiatan yang dinamakan Uyon-Uyon. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari kemis kliwon malam jum’at pahing dengan menampilkan salah satu Sanggar Karawitan dari Kota Surabaya.
Dalam acara tersebut menampilkan gending-gending dan lagu –lagu yang sudah populer dimasyarakat. Seperti Ldr. Ayun-Ayun, Ldr Elo-Elo Gandrung, Ngidam Sari, Yen Ing Tawang dll, yang memang gending-gending atau lagu-lagu tersebut sangat familier sekali di masyarakat. Pada waktu menjelang tengah malam sekitar pukul 22.00 Wib  ada penawaran ke penonton untuk menyumbang lagu serta ada yang joget sehingga suasana menjadi meriah dan rame. 
Pada waktu acara tersebut, kebetulan penulis di tugasi untuk menjadi panita. penulis mulai berfikir dengan adanya kegiatan tersebut, apa sih tujuan dari adanya kegiatan Uyon-Uyon ini, apa hanya sebatas senang-senang / hura-hura. Pada saat itu penulis sempat bertanya kepada pimpinan tentang kegiatan Uyon-Uyon ini, dan dijawab bahwa kegiatan ini adalah bagian dari program pelestarian dan pengembangan kebudayaan khususnya seni karawitan. Dari pengalaman menjadi penitia  tersebut, timbul pertanyaan dalam hati saya :
a.      Mengapa sanggar karawitan yang mengisi di kegiatan tersebut selalu sama?
b.      Mengapa gending- gending yang dibunyikan pada kegiatan tersebut hanya gending-geding yang populer dimasyarakat dan setiap pementasan gendingnya juga kebanyakan hampir sama?
c.       Kalau Program Uyon-Uyon ini merupakan pelestarian, yang dilestarikan itu yang mana, Senimanya, Keseniannya, Sanggarnya atau nilai adiluhunggya?
Dengan adanya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dapat di simpulkan bahwa kegiatan tersebut hanyalah mengikuti pasar seperti yang berkembang dimasyarakat, yaitu sebagai media hiburan semata. Sehingga kegiatan Uyon-Uyon sebagai program pelestarian serta pengembangan di bidang kebudayaan menurut penulis masih kurang maksimal, karena pertunjukan Uyon-Uyon yang seharusnya mempunyai nilai yang adiluhung sebagai tuntunan, tatanan dan tontonan sudah bergeser ke pertunjukan yang sifatnya untuk hiburan semata atau hanya sebatas hura-hura.
Dalam perkembangannya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini setelah melalui banyak evaluasi baik dari seniman, penikmat seni dan panitia, maka pertunjukan Uyon-Uyon  yang semula bersifat hura-hura sekarang menjadi kegiatan yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi gending-gending baik gaya Jawatimuran maupun gaya Mataraman yang berkembang di seluruh Kabupaten / Kota se Jawa Timur.
Dengan adanya revitalisasi gending-gending pada kegiatan Uyon-Uyon ini, diharapkan bisa sebagai wahana apresiasi dan dapat meningkatkan rasa handarbeni terhadap budaya sendiri khususnya para pelaku seni karawitan (pengrawit), penggemar seni dan masyarakat secara umum. Serta bisa menginventarisasi dengan langkah nduduk, ndudah, ndeder dan ngrembakakaken gending-gending tradisi peninggalan para leluhur yang hampir punah.
Kegatan Uyon-Uyon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur selain menyajikan gending-gending yang hampir punah, penyaji diharapkan membuat diskripsi gending yang diunggulkan sebagai pertanggungjawaban dalam penyajian karawitan yang natinya akan menjadi  aset data dalam bentuk tulisan diskripsi dan audio sebagai data yang kedepan sangat dibutuhkan bagi para seniman, akademisi seni dan para kolektor seni khususnya seni karawitan.

D.    SAJIAN UYON-UYON SEBAGAI USAHA REVITALISASI
Sanggar karawitan “Sekar manik Dhanirogo” dari Kabupaten Ponorogo menyajikan gending unggulan “ Gending Mega Mendung, Ketuk 4 Kerep, Minggah Ladrang Remeng, Laras Slendro Patet Nem”. Gending Mego Mendung ini biasa digunakan untuk mendatangkan hujan lebat, meskipun semua itu tidak dapat dibbuktikan secara ilmiah, tetapi para pengrawit bisa membuktikan dengan rasa yng mereka miliki. Pada perkembangannya gending Mega mendung ini biasa digunakan pada pergelaran wayang kulit pada waktu jejer kedua. Di Kabupaten Ponorogo gending ini sudah jarang di bunyikan karena pengaruh pergeseran budaya, baik pergelaran dalam upacara manten maupun sebagai iringan pakeliran dalam wayang kulit. Karena di Kabupaten Ponorogo untuk porsi pergelaran dalam upacara manten serta pakeliran wayang kulit terlalu banyak dihiburan sehingga seakan tidak ada waktu untuk membunyikan gending-gending yang memakan waktu cukup lama.
Gending Mega Mendung, Ketuk 4 Kerep, Minggah Ladrang Remeng,
 Laras Slendro Patet Nem

Buka :    . . . 2  2 1 y t  . 3 5 .  2 3 5 6  1 2 1 g6
       ..65  eety  etyt  2232  ..2.  22.3  5653  212n6
       ..y1  2353  5653  212y  22..  22.3  5653  21ynt
       .ttt  wwet  we5e  212y  .1y.  y123  5653  21ynt            .y12  .1yt  .y12  .1yt  .et.  wet.  2ety  121gy

Omp.   .y12  .1yt  .y12  .1yt  .y12  .1yt  !!..  #@!g6

Ladrang Remeng Laras Slendro Patet Nem
       ..6.  665n6  !65p3  223n2
       ..yp1  223n2  321py  ty1g2
       321y  ty1n2  321py  335n3
       .21py  335n3  56!p6  532g3
       6521  y12n3  56!p6  532n1
       .11p1  232n1  321p2  .1ygt
       .y12  .1ynt  .y1p2  .1ynt
       .y1p2  .1ynt  !!.p.  #@!g6

Sangar Karawitan “Gita Laras” dari Kabupaten Malang menyajikan Gending Unggulan “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga”. Gending Kembang Gayam ini adalah gending pemangku praja, gending pedanyangan atau gending punden. Gending tersebut pada jamannya selalu di bunyikan di Pendopo Kabupaten dalam acara pisowanan kemudian berkembang ke masyarakat dan selalu mengumandangkan di punden-punten dalam upacara bersih desa. Namun karena pelakunya telah habis termakan usia maka gending Kembang Gayam kini nyaris hilang tertelan jaman. Maka dari itu pada kegiatan Revitalisasi gending gending ini Sanggar Gita Laras menggali kembali keberadaan gending tersebut supaya bisa muncul kembali di tengah masyarakat.
Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga
 Buka:                                  6 5 6 !   . 3 . 5   . 3 . g2
A   ...6  ...p5  ...6  ...n3  ...2  ...p1  ...5  ...n3
    5353  232p1  6!6!  235n3  65!6  35!p6  3565  231g2
B       6 3 6 j52   j52j35j63j5p6   j35j.1j216    j23j53j65n3
    j53j.2j653    2 3 2 p1    j6!j.2j6@j!6   j52j35j65n3   
    j53j.2j653    2 3 2 p1    j6!j.2j6@j!6   j52j35j65n3
    6 5 ! 6    j36j51j21p6    3 5 6 5    2 3 1 g2   
C   6 . j653    6 . j165    2 . 2 3    5 ! 6 p5
    6 . j653    ! j.6j@!6    5 3 6 j52   j35j6!j65n3  
    5 j.3j653    5 j.3j653    2 . 2 3    5 j65j32p1
    j6@j.!j6@j!6   j!@j.!j6@1    6 . 2 3    5 j6!j65n3
         5 j.3j653    5 j.3j653    2 . 2 3    5 j65j32p1
    j6@j.!j6@j!6   j!@j.!j6@1    6 . 2 3    5 j6!j65n3
    6 6 !65    ! @ ! 6    5 3 6 5    6 2 1 p6 pos
    . 2 3 5    3 6 3 5    . 2 3 5    2 1 3 g2 swk
Gending yang disajikan oleh kedua sanggar yaitu dari Sanggar  Sekar Manik Danigoro dan Sanggar Gita Laras, dengan penyajian “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga” gaya Mataraman dan “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga”. Gaya Jawatimuran. Ini adalah sebagian contoh revitalisasi gending-gending dalam bentuk kegiayan  Uyon-Uyon. Dengan semangat revitalisasi  gending-gending sebagai peninggalan para leluhur yang adiluhhung ini adalah sebagai bentuk karya kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai filosofi, sosial, etika dan estetika yang hebat dan tinggi bagi kehidupan masa lalu dan sekarang.
Revitalisasi gending-gending tradisi ini adalah suatu langkah maju bagi kepentingan kehidupan khususnnya seni karawitan. Ada beberapa hal yang pokok yang didapatkan pada revitalisasi gending-gending ini , adalah dapat menyegarkan kembali kehidupan gending-gending kuno/ terdahulu serta dapat memahami dan menghargai gending-gending tradisi karya para leluhur sebagai karya yang adiluhung.      
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto, Kumpulan Diskripsi Uyon-Uyon tahun 2016, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, 2016
Martopangrawit, Catatan Pengetahuan Karawitan, Volume I, ASKI Surakarta, 1975.
Prabawanti, Wingit. 1983. “Pengetahuan Karawitan Daerah Surakarta”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaaan  Dasar dan Menengah.
Prasetyo,     Puguh. 2015 “Tabuhan dan Vokal Wayang Jawatimuran”. Surabaya,  Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur.
Soenarto, Tehnik Tabuhan Karawitan Jawa Timur Gaya Mojokerto Surabaya. Surabaya, PT Revka Petra Media, 2016.





















[1] Karawitan gaya jawatimuran adalah karawitan yang berkembang di wilayah pesisr Jawa Timur seperti, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Gresik, Pasuruan dan Sidoarjo.
[2] Klenengan adalah sajian karawitan secara mandiri
[3] Nanggap adalah membutuhkan untuk menyajikan/ megelar pertunjukan.
[4] Pak Mulyono adalah empu seniman dari Kabupaten Jombang yang sampai saat ini masih eksis dalam pertunjukan karawitan iringan pakeliran gaya Jawatimuran. 
[5] Amuji adalah seniman karawitan gaya jawatimuran dari RRI Surabaya.
[6] Uyon –Uyon adalah istilah lain dari klenengan
[7] Lagu-lagu ini adalah lagu campursari yang pada saat ini di gunakan juga pada sajian Uyon-Uyon di daerah- daerah khususnya di daerah Jawa Timur. 

UYON-UYON APA HANYA SEKEDAR HURA-HURA




UYON-UYON APA HANYA SEKEDAR HURA-HURA


Keberadaan Uyon-Uyon Saat Ini
Pada saat ini pertunjukan Uyon-Uyon khususnya di Jawa Timur sudah mulai bergeser dalam suatu pertunjukan yang sifatnya hura-hura. Ada salah satu seniman pengrawit yang bilang “sing penting rame” yang penting rame. Bentuk sajian karawitan yang hanya bersifat materialistik dan hedonistik, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dengan  berkesenian yang sifatnya hanya sebatas hura-hura. Pernah saya bertanya kepada salah satu seniman pengrawit yang intinya menanyakan apakah tidak jenuh ketika melakukan pementasan yang hanya menuruti selera penonton yang dangkal akan nilai luhur yang kadang lagu-lagu tersebut mempunyai syair yang jorok dan mengarah ke pornografi. dan beliau menjawab “halah le sing penting payu lan entuk bayaran entuk duwit, sak iki sing dijaluki tukang nanggap lan penonton ki yo sing rame lan rodo mambu mambu jorok ngene “  artinya iya nak yang penting laku dan dapat bayaran uang, saat ini yang diminta para penanggap dan penonton itu yang penting rame dan agak berbau porno.
Dari salah satu pernyataan seniman tersebut diatas  saya menyimpulkan bahwa untuk sajian Uyon-Uyon pada saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya para seniman pengrawit itu bisa laku dan dapat job-joban sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun lagu-lagu atau gending-gending yang disajikan tidak etis. Seperti contohnya : gending Kutut Manggung  pada pos-posan cengkok Candralukitan
Syair :  e manukke Pak Citro lemes  
           e burungnya (kelaminnya) Pak Citro lemas
Syair : e manuke sing ngendang dowo
           E burungya (kelaminnya) yang main kendang panjang
Syair yang sebenarnya adalah e manuke kutut. Syair ini diplesetkan sehingga menimbulkan asosiasi yang jorok dan seronok mengarah kearah pornografi yang berubah dari arti syair yang sebenarnya. Nampaknya untuk syair yang mengarah ke arah pornografi tersebut sdah menjadi tren untuk penyajian karawitan pada saat ini. Ada lagi lagu –lagu tren yang syairnya berbau porno dan sudah menjadi tren di kalangan masyarakat seperti lagu penthil kecakot, penak mlumah, tali kotang, ngidam pentol dan yang lainnya.
Kehidupan seni karawitan bila terus-menerus seperti iu lambat laun seniman karawitan akan kehilangan arah dan hanya menghasilkan karya seni yang tidak berjiwa dan tidak mempunyai sifat edukasi atau tuntunan yang menggambarkan nilai- nilai luhur.  Dengan demikian akan menurunkan derajad seniman itu sendiri sebagai seniman karawitan yang hanya memikirkan materi “ pokok entuk duwit” asal mendapat uang dengan menghilangkan estetik musikal yang melalui rasa. Sehingga dimungkinkan akan menghasilkan karya-karya musik karawitan yang hanya menuruti pasaran yang dangkal akan nilai-nilai luhur.

Uyon-Uyon Program Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur
 Pada tahun 2011 ketika saya pertama kali menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Disitu ada salah satu program kegiatan yang dinamakan Uyon-Uyon. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari kemis kliwon malam jum’at pahing dengan menampilkan salah satu Sanggar Karawitan dari Kota Surabaya.
Dalam acara tersebut menampilkan gending-gending dan lagu –lagu yang sudah populer dimasyarakat. Seperti Ldr. Ayun-Ayun, Ldr Elo-Elo Gandrung, Ngidam Sari, Yen Ing Tawang dll, yang memang gending-gending atau lagu-lagu tersebut sangat familier sekali di masyarakat. Pada waktu menjelang tengah malam sekitar pukul 22.00 Wib  ada penawaran ke penonton untuk menyumbang lagu serta ada yang joget sehingga suasana menjadi meriah dan rame. 
Pada waktu acara tersebut, kebetulan saya di tugasi untuk menjadi panita. Saya mulai berfikir dengan adanya kegiatan tersebut, apa sih tujuan dari adanya kegiatan Uyon-Uyon ini, apa hanya sebatas senang-senang / hura-hura. Pada saat itu penulis sempat bertanya kepada pimpinan tentang kegiatan Uyon-Uyon ini, dan dijawab bahwa kegiatan ini adalah bagian dari program pelestarian dan pengembangan kebudayaan khususnya seni karawitan. Dari pengalaman menjadi penitia  tersebut, timbul pertanyaan dalam hati saya :
a.      Mengapa sanggar karawitan yang mengisi di kegiatan tersebut selalu sama?
b.      Mengapa gending- gending yang dibunyikan pada kegiatan tersebut hanya gending-geding yang populer dimasyarakat dan setiap pementasan gendingnya juga kebanyakan hampir sama?
c.       Kalau Program Uyon-Uyon ini merupakan pelestarian, yang dilestarikan itu yang mana, Senimanya, Keseniannya, Sanggarnya atau nilai adiluhunggya?
Dengan adanya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dapat di simpulkan bahwa kegiatan tersebut hanyalah mengikuti pasar seperti yang berkembang dimasyarakat, yaitu sebagai media hiburan semata. Sehingga kegiatan Uyon-Uyon sebagai program pelestarian serta pengembangan di bidang kebudayaan menurut penulis masih kurang maksimal, karena pertunjukan Uyon-Uyon yang seharusnya mempunyai nilai yang adiluhung sebagai tuntunan, tatanan dan tontonan sudah bergeser ke pertunjukan yang sifatnya untuk hiburan semata atau hanya sebatas hura-hura.
Dalam perkembangannya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini setelah melalui banyak evaluasi baik dari seniman, penikmat seni dan panitia, maka pertunjukan Uyon-Uyon  yang semula bersifat hura-hura sekarang menjadi kegiatan yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi gending-gending baik gaya Jawatimuran maupun gaya Mataraman yang berkembang di seluruh Kabupaten / Kota se Jawa Timur.
Dengan adanya revitalisasi gending-gending pada kegiatan Uyon-Uyon ini, diharapkan bisa sebagai wahana apresiasi dan dapat meningkatkan rasa handarbeni terhadap budaya sendiri khususnya para pelaku seni karawitan (pengrawit), penggemar seni dan masyarakat secara umum. Serta bisa menginventarisasi dengan langkah nduduk, ndudah, ndeder dan ngrembakakaken gending-gending tradisi peninggalan para leluhur yang hampir punah.
Kegatan Uyon-Uyon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur selain menyajikan gending-gending yang hampir punah, penyaji diharapkan membuat diskripsi gending yang diunggulkan sebagai pertanggungjawaban dalam penyajian karawitan yang natinya akan menjadi  aset data dalam bentuk tulisan diskripsi dan audio sebagai data yang kedepan sangat dibutuhkan bagi para seniman, akademisi seni dan para kolektor seni khususnya seni karawitan.




Adiyanto dilahirkan di Semarang, 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya  di bidang seni, diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun  2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Ia juga aktif mengajar Karawitan Pedalangan dan Campursari di berbagai sanggar diantaranya : Sanggar Elektro Budoyo, di ITS Surabaya Jurusan Elektro, Sanggar Maesa Kencana, Petro Kimia Gresik.


ARTIKEL INI DI MUAT DI MAJALAH SENI BUDAYA JAWA TIMUR
EDISI 3 SEPTEMBER 2017 

OPINI.....ANEKDOT BIDANG KEBUDAYAAN






ANEKDOT BIDANG KEBUDAYAAN

            Apabila kita mengamati persoalan-persoalan saat ini  bagaikan anekdot yang sering bermunculan baik di jejaring sosial maupun di media massa. Lalu apakah anekdot itu? menurut pamahaman masyarakat umum bahwa anekdot adalah cerita-cerita yang lucu, konyol serta menarik. Disisi lain ada hal yang menarik perhatian, dan saya anggap itu sebagai anekdot tentang kebudayaa. Banyak pemahaman masyarakat kita yang salah kaprah memahami tentang kebudayaan. Mereka mengganggap bahwa kebudayaan adalah kesenian. Ketika ngomong masalah melestarikan kebudayaaan yang dijadikan contoh kebayakan hal-hal yang terkait dengan seni, seperti melestarikan wayang, tari, dan yang lainnya. Kalau bicara tentang pengembangan kebudayaan yang di pahami yaitu karya tari baru, musik kontemporer, menginovasi lagu dan lainnya. kalau menangani tentang kelembagaan budaya pasti yang di tangani tentang sanggar seni, Komunitas seni atau paguyuban seni, pokoknya seni, seni dan seni.
            Ada sesuatu hal yang menarik yang perlu dipikirkan bersama, salah satunya di  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ada bidang Kebudayaan yang membawahi tiga seksi, yaitu seksi Pelestarian Tradisi, Seksi Pembinaan Kesenian dan Seksi Pengembangan Kelembagaan Budaya. Di bidang Kebudayaan ini mempunyai program kegiatan yang hampir 90% semuanya adalah kesenian diantaranya adalah Apresiasi wayang kulit, Festival Karya Tari, Festival Kesenian Pesisir Utara, uyon-uyon, Penghargaan Seniman dan masih banyak lagi, hampir semuanya berkaian dengan yang namanya kesenian. Dari semua kegiatan yang berkaitan dengan kesenian itu hampir 80% sifatnya adalah pergelaran. Di seksi Pelestarian Tradisi juga menangani pergelaran seni, di seksi Pengembangan Kesenian menangani pergelaran seni walaupun sebenarnya pembinaan kesenian tidak harus bersifat pertunjukan. Di seksi Pengembangan Kelembagaan Budaya juga menangani pergelaran seni. Kalau seperti itu apa fungsinya nama-nama yang  melebeli pada setiap seksi, apa hanya sebagai hiasan semata. Yang menjadikan pertanyaan mengapa hal ini terjadi?. Kenapa nama-nama yang melekat pada setiap seksi tidak membuat program kegiatan yang sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya masing-masing.
            Ada anekdot masyarakat yang menarik juga untuk kita pikirkan. “DPR adalah Dewan Perwakiran Rakyat, masyarakat ingin mobil mewah sudah diwakili DPR, masyarakat ingin rumah mewah sudah diwakili DPR, masyarakat ining jalan-jalan ke luar negeri sudah diwakili DPR”. Dari anekdot diatas yang sebenarnya DPR adalah mewakili semua aspirasi masyarakat akan tetapi diplesetkan mewakili keinginan yang bersifat barang mewah seperti, mobil, rumah dan jalan-jalan ke luar negeri. Dari anekdot itu yang sifatnya adalah guyonan akan tetapi di dunia nyata ini terkesan “fakta”. Dengan melihat bayaknya anekdot yang terkesan seperti nyata, apakah Bidang Kebudayaan saat ini juga bagian dari anekdot yang lagi ngetrend, yang selalu ingin ditanyakan mengapa ini terjadi?. Lalu siapa yang salah ?.
            Terlepas dari salah dan benar, mungkin bisa dianggap sebagai solusi. Menurut pemikiran saya, program kegiatan yang dilakukan oleh Bidang Kebudayaan selama ini adalah program yang bagus serta sangat bermanfaat  bagi seniman dan masyarakat secara umum.  Jadi menurut saya lebih baik Bidang Kebudayaan diganti saja menjadi Bidang Kesenian dengan membawahi entah itu seksi Pelestarian Kesenian, seksi Pengembangan Kesenian, seksi Pembinaan kesenian, seksi Pemanfaatan Kesenian, seksi Perlindungan Kesenian, seksi Lembaga Kesenian atau seksi yang lain yang terkait dengan kesenian. Sehingga program kegiatan yang dilakukan selama ini bisa di kerjakan sesuai dengan nama-nama seksi melekat sebagai nama. Jadi nama-nama seksi tidak hanya sebatas hiasan nama semata, akan tetapi bisa menampung program kegiatan yang selama ini dilakukan, dan sebagai kepala Bidang, Kepala Seksi bahkan semua pegawai akan bisa bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. Yang dampaknya nanti akan bisa mempertanggungjawabkan kepada masyarakat serta pimpinan tertinggi didalam kinerja.

Penulis : Adiyanto, S.Sn

Pamong Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur.


DI MUAT DI HARIAN
POJOK KIRI KORANE RAKYAT
SETU WAGE, 21 OKTOBER 2017

OPINI ...SPECTA NIGHT CARNIVAL, SEBUAH KONSISTENSI









SPECTA NIGHT CARNIVAL, SEBUAH KONSISTENSI


Sebagai mana kita ketahui bersama bahwa Jatim Specta Night Carnival dalam petunjuk teknisnya adalah bersifat arak-arakan, apresiatif, kompetitif, kolosal dan spektakuler. Yang dibingkai dalam koreografi gerak sambil berjalan dengan memunculkan efek visual yang menonjol dengan komposisi dan lintasan yang dinamis. Sehingga dengan adanya ketentuan teknis seperti itu,  semua peserta pasti akan berlomba-lomba untuk mempersiapkan sebuah sajian yang sesuai dengan petunjuk teknis, karena mereka ingin tim yang dibawanya bisa menjadi yang terbaik dan bisa mendapatkan kejuaraan.
Ada sesuatu yang menarik di acara  Jatim Specta Night Carnival  yang diselenggarakan pada tanggal 7 Oktober 2017,  dengan start di Museum Brawijaya, panggung kehormatan di Simpang Balapan dan Finish Baperwil  Kota Malang  , yaitu konsistensi panitia penyelenggara dengan petunjuk teknis yang dibuatnya. Salah satunya adalah pada waktu prosesi pembukaan di panggung kehormatan, ada sebuah pertunjukan tari kolosal yang tergarap dengan rapi dan cukup baik dalam durasi yang cukup lama, sehingga acara utama  sebuah pertunjukan arak-arakan terkesan tersaingi dan bahkan kesilep atau kalah dengan pertunjukan pada waktu prosesi pembukaan.  Idealnya acara yang digarap dengan serius adalah acara utama yaitu pertunjukan arak-araknya dan untuk acara prosesi di garap dengan standar saja supaya pertunjukan utama yang bersifat arak-arakan bisa lebih specta. Kalau memang panitia penyelenggara sudah menyerahkan pelaksanaan teknisnya ke EO, seharusnya memilih EO yang sesuai, sehingga EO bisa menyarankan hal yang terbaik untuk sebuah acara. Misalnya acara tersebut adalah acara yang bersifat arak-arakan otomatis secara teknis akan menfokuskan sesuai dengan sifat acara tersebut. Jadi terkesan panitia tidak konsisten dengan acara yang di buat, yaitu Jatim Specta Night Carnival yang seharusnya bersifat arak-arakan akan tetapi berubah menjadi pertunjukan diatas panggung yang disajikan di panggung kehormatan pada waktu prosesi.
Adalagi suatu permasalahan yang terjadi yaitu panitia penyelenggara sangat marah ketika jarak antara peserta satu dengan yang lainnya terlalu jauh. Karena akan menyita waktu cukup lama yang mengakibatkan kurang bagus bagi para pimpinan. Coba kita berfikir bersama, para peserta ikut dalam acara ini inginnya pasti menang, karena acara ini adalah acara kompetisi. Sehingga bagaimanapun juga akan berusaha menggarap sebaik mungkin sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disepakati. Ketika peserta satu menggarap dengan gerak dan peserta yang lain ada yang menggarap hanya sekedar berjalan biasa. Maka secara logika peserta yang jalan biasa akan lebih dulu dari pada peserta yang menggunakan gerak sambil berjalan sehingga dampaknya jarak peserta yang satu dengan yang lain   akan menjadi jauh. Faktor yang lain yaitu adanya kereta hias cukup besar  dengan  menggunakan mesin dan ada yang secara manual didorong oleh beberapa orang, secara otomatis yang menggunakan mesin akan lebih cepat dari yang manual, sehingga jarak antara peserta yang satu dengan yang lain akan berbeda.  Walaupun ada masalah seperti itu, penonton sendiri tidak mempermasalahkan itu, bahkan dianggap tetap menghibur.  sedangkan untuk para peserta juga cukup menikmati sebagai peraga dalam acara arak –arakan seperti ini.  
Sehingga timbul tanda tanya dalam pikiran saya, untuk siapakah acara ini diadakan? Untuk penonton yang notabene adalah masrarakat awam, untuk peserta, untuk panitia atau untuk para pimpinan yaitu para pejabat tinggi.  Mungkin ada sedikit pemikiran untuk di pikirkan, kalau memang acara tersebut untuk menghibur masyarakat berarti acara yang diselenggarakan kemarin sudah dianggap sukses kenyataannya penonton cukup banyak dan banyak yang terhibur, karena memang kebutuhan masyarakat penoton hanya butuh suatu tontonan yang rame, unik dan jarang diadakan di wilayah tersebut, penonton tadak ada kometar jelek adanya acara tersebut dan menonton sampai selesainya acara. Kalau acara tersebut untuk peserta seharusnya panitia memberikan ruang gerak para peserta untuk berkreasi sesuai dengan keinginan peserta karena bagaimanapun ini bersifat kompetisi, jadi biarkan para peserta secara liar menterjemahkan karya –karyanya sesuai dengan petunjuk teknis yang telah disepakati, jadi para seniman punya cara, strategi dan rasa estetik sendiri-sendiri disesuaikan oleh tingkat pemikiran mereka.  Terlepas dari kesesuaian tema, jarak antara peserta yang satu dengan yang lain, dan estetika.  Jadi siapapun peserta yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang dibuat panitia maka dengan sendirinya akan kalah dalam penilaaian. Karena bagaimanapun juga dewan pengamat  punya kewenangan untuk melilih siapapun pemenangnya dengan mempertanggungjawabkan hasilnya.    Kalau memang acara ini untuk panitia ya seharusnya sebelum mengadakan acara, keinginan panitia pada acara tersebut   yang  bagaimana.  Jadi tidak akan terjadi panitia melanggar aturan yang dibuatnya sendiri.  Kalau memang acara ini untuk pimpinan seharusnya acara ini dibuat sepraktis mungkin, meyesuaikan keinginan para pimpinan. Dengan study kasus yang kemarin bisa diterjemahkan,  bahwa slera pimpinan adalah  suatu pertunjukan praktis tidak memakan waktu yang cukup lama dan estetik menurut pandangannya.
Maka acara Jatim Specta Night Carnival perlu pemikiran yang matang untuk kita renungkan bersama. Semoga pemikiran diatas bisa menjadi pemikiran kita bersama -bersama sehingga bisa menghasilkan suatu acara yang benar-benar specta untuk semua kalangan masyarakat, peserta, panitia penyelenggara dan para pimpinan atau pejabat.  



DIMUAT DI 
HARIAN DUTA MASYARAKAT, JUM'AT 13 OKTOBER 2017

SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)

 SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)