Search This Blog

21 Jul 2020

KARENA COVID-19 SENI PERTUNJUKAN RITUAL MENJADI CATATAN ARSIP


KARENA COVID-19 SENI PERTUNJUKAN RITUAL MENJADI CATATAN ARSIP

Permasalahan pandemi Covid-19 di Jawa Timur untuk saat ini belum juga mereda. Untuk menangkal penyebaran virus tersebut, seluruh aktivitas seni pertunjukan mulai dari, pergelaran wayang kulit, pergelaran tari, karawitan, campursari, ludruk, wayang wong, dan pergelaran seni yang lain harus di tunda sampai waktu yang belum bisa di tentukan. Pada akhirnya para pekerja seni yang kehidupannya hanya menggantungkan pada pementasan seni, untuk sementara mereka harus mengencangkan ikat pinggang, dan salah satu solusinya tetap mencari jalan lain  agar tetap bisa bertahan hidup.
Setelah hampir empat bulan lebih Jawa Timur berjuang menghadapi pandemi Covid -19, kini para seniman tengah bersiap untuk menghadapi kehidupan baru (new normal). Kedepan perlahan-lahan para seniman akan mulai menjalani kehidupan sehari-hari seperti sebelum pandemi muncul, namun tetap dengan protokol kesehatan yang sudah dianjurkan oleh pemerintah. Perlahan-lahan pula sistem pada kerja seni pertunjukan mau tidak mau juga harus masuk ke arah tatanan baru.
Pada masa pandemi seniman harus berjuang untuk tetap bertahan dengan aktivitas seninya. Teknologi digital adalah salah satu pilihan yang memungkinkan untuk mendukung keadaan pada masa pandemi. Para seniman berlomba-lomba menciptakan suatu karya seni dengan memanfaatkan teknologi digital. Banyak sekali karya seni pertunjukan live streaming dari rumah sebagai upaya untuk tetap menghidupkan proses kreatif senimanSeperti pertunjukan wayang kulit live setreaming, campursari live streaming, karya tari live streaming dan masih banyak lagi.
Selain karya baru lewat live streaming, sebagian para seniman ada yang melakukan pengunggahan video-video pertunjukan melalui media Youtube. Ini menunjukkan bahwa masih ada kehidupan seni yang masih eksis di tengah-tengah pandemi covid-19. Tak hanya usaha untuk menunjukan eksistensi seni, namun juga sebagai jalur untuk mengumpulkan donasi bagi seniman yang terkena dampak pandemi covid-19. Seperti Pentas Donasi Virtual Untuk Pekerja Seni, Ngamen Online Donasi Bersama CSGMT Musik, Live Streaming Donasi Covid-19 Campursari Sangkuriang Ideal Sound Riana Jaya Multimedia dan masih banyak lagi.
Dengan adanya karya-karya seni pertunjukan lewat virtual tersebut, disisi lain ada sesuatu hal yang baru akan tetapi dengan kondisi seperti itu seni pertunjukan menjadi terpisah antara sajian seninya dengan para penonton. Tentu pertunjukan seni tersebut tidak sepenuhnya menciptakan kesan ruang pertunjukan yang nyata, seperti  pertunjukan yang biasanya dengan banyaknya penonton yang sangat riuh. Namun hal ini tidak menjadi usaha yang sia-sia dalam dunia seni pertunjukan khususnya. Kita hanya butuh membiasakan diri untuk tidak membatasi makna pertemuan. Kondisi ini juga mau tidak mau mewajibkan para pelaku seni untuk mampu bekerja dengan lintas media. 
Lalu bagaimana seni pertunjukan setelah melewati masa pandemi dan memasuki normal baru, apakah seni pertunjukan akan tetap memakai teknologi digital sepenuhnya untuk menyalurkan ide dan gagasan mereka. Mungkin bagi sebagian pelaku seni pertunjukan tidak ada masalah dan bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Tapi bagaimana dengan kesenian yang lain, tentu ini akan menjadi masalah bagi pelaku seni yang mustahil berselancar bebas dengan teknologi digital. Pada pertunjukan seni ritual misalnya. Apakah kita akan melihat sebuah ritual pada tari jaranan yang khas dengan pertunjukan trance, dalam istilah jawa ndadi. Para penari memakan beling, kembang bahkan ada yang di cambuk tapi tidak merasakan sakit, seni pertunjukan ritual tari tiban yang sudah turun temurun menjadi bagian kebudayaan masyarakat Jawa Timur, terutama pada daerah Trenggalek, Blitar, Kediri dan Tulungagung yang yang mempunyai fungsi untuk mendatangkan hujan, seni pertunjukan ritual seblang dari Banyuwangi dan masih banyak lagi seni pertunjukan ritual yang lainnya. Apakah semua pertunjukan-pertunjukan seni pertunjukan ritual itu hanya akan kita lihat layar komputer maupun HP? Saya membayangkan kita akan kehilangan rasa ngeri ketika melihat penari kerasukan dan di sisi lain akan mengurangi rasa kesakralan pada seni pertunjukan ritual tersebut. 
Dengan adanya seni pertunjukan virtual ini, pertunjukan seni  ritual yang lebih sering terjadi di daerah-daerah yang masih menjaga tradisi leluhur mereka, akan menjadi perkara baru bagi seniman yang mendedikasikan hidupnya pada bentuk seni pertunjukan ritual tersebut. Pembatasan pertemuan dengan skala besar yang ditentukan oleh protokol kesehatan sedikit demi sedikit akan ikut menggerus keberadaan seni pertunjukan ritual. Hal ini akan menjadi bentuk ketakutan untuk berkelompok. Upaya-upaya pemerintah sebelumnya untuk membantu proses kreatif ternyata tak cukup membantu keberadaan seni pertunjukan ritual yang berlangsung di dalam desa-desa. 
Jika seni pertunjukan ritual tersebut juga akan dipindah pada media digital, maka ia akan hidup sebagai catatan yang hanya akan berakhir sebagai arsip atau dokumen. Tatahan baru atau normal baru adalah jalan tertatih bagi pelaku seni pada seni pertunjukan ritual. Apakah memungkinkan jika kelak kita melihat penari jaranan yang tengah kesurupan, penari tiban yang saling mencambuk serta penari seblang yang sedang dalam kondisi trans harus memakai face shield dan masker pada wajah mereka,  barangkali seni pertunjukan ritual tetap jalan adalah dengan memasang atribut protokol kesehatan pada tubuh mereka yang berguna untuk melindungi mereka dan yang lainnya. Dan penonton seni pertunjukan ritual akan memiliki jarak yang lebih jauh lagi dari keberadaan penari yang sedang beratraksi. Maka dari itu para pelaku seni, pecinta seni, penikmat seni dan para pemerhati seni harus siap dengan kemungkinan pergeseran makna seni pertunjukan ritual menjadi kesenian normal baru yang serba berjarak antara yang satu dengan yang lain.

Penulis : Adiyanto,S.Sn, MM
Pamong Budaya Ahli Muda
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur


TINJAUAN TENTANG ALAT MUSIK GAMELAN


TINJAUAN TENTANG ALAT MUSIK GAMELAN


A.        Pengertian Istilah Gamelan


Apabila ditinjau dari istilah kata-kata (terminologi) Kata gamelan berasal dari bahasa jawa gamel yang berarti memukul atau menabuh, dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Istilah karawitan mengacu pada musik gamelan klasik dan praktik pertunjukan, dan berasal dari kata rawit, yang berarti rumit atau dikerjakan dengan baik.  Kata ini berasal dari kata bahasa Jawa yang berakar dari bahasa Sanskerta, rawit, yang mengacu pada rasa kehalusan dan keanggunan yang diidealkan dalam musik Jawa. Kata lain dari akar kata ini, pangrawit, berarti seseorang dengan pengertian demikian, dan digunakan sebagai penghargaan ketika mendiskusikan musisi gamelan yang terhormat. Bahasa Jawa halus (krama) untuk 'gamelan' adalah gangsa, dibentuk dari kata tiga dan sedasa (tiga dan sepuluh) merujuk pada elemen pembuat gamelan berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut menghasilkan perunggu, yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan.
Gamelan yang berkembang di Jawa Timur, sedikit berbeda dengan gamelan Jawa tengah, Jogjakarta, Bali ataupun Gamelan Jawa Barat (sunda). Gamelan Jawa Timur memiliki nada yang lebih sigrak apabila dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Yogyakarta yang identik lembut, Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Jawa Barat (sunda) yang mendayu-dayu. Menurut beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari pengungkapan terhadap pandangan hidup orang jawa pada umumnya. Sebagai orang jawa harus selalu memelihara keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak. Oleh sebab itu, orang jawa selalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Berdasarkan Bentuk dan wujudnya Alat musik gamelan dibagi menjadi tiga, yaitu bilah, pencon/ pencu dan bentuk lain selain bilah dan pencon/ pencu.
1.     Alat musik gamelan yang berbentuk bilah, antara lain :
a.        Demung (bilah Logam)
b.        Slenthem, (bilah Logam)
c.         Saron Barung, (bilah Logam)
d.        Saron Penerus, (bilah Logam)
e.        Gender Barung, (bilah Logam)
f.         Gender Penerus, (bilah Logam)
g.        Gambang (bilah kayu)
2.     Alat musik gamelan yang berbentuk pencon/ pencu, antara lain :
a.        Kenong, 
b.        Kempul, 
c.         Gong Besar, 
d.        Gong Suwukan, 
e.        Bonang Barung, 
f.         Bonang Penerus, 
g.        Kethuk, 
h.        Kempyang, 
i.          Engkuk-Kemong. 
j.         Ponggang
2.     Alat musik gamelan yang berbentuk lain selain bilah dan pencon/ pencu, antara lain :
a.        Siter
b.        Rebab
c.         Kendhang
d.        Suling

B.        Instrumen Gamelan Beserta Fungsinya


Instrumen Gamelan adalah suatu cara individu yang berhubungan di dalam kelompok sosial. Secara kebiasaan, instrumen gamelan hanya dimainkan pada kesempatan tertentu seperti upacara agama, upacara perayaan masyarakat khusus, pertunjukan wayang, pertunjukan tari, Ludruk dan sarana pertunjukan yang lainnya. Gamelan juga menyediakan suatu mata pencarian untuk banyak profesi seperti pengrawit, waranggana, dalang, penari dan untuk para pengrajin khusus yang membuat gamelan.
Berikut ini di uraiakan rincian gamelan beserta fungsinya :

1.        Rebab
Rebab adalah instrumen (ricikan) gamelan yang bahan bakunya terdiri dari kayu, kawat (string), semacam kulit yang tipis untuk menutup lubang pada badan rebab (babat), bagian rebab atau badan rebab yang berfungsi sebagai resonator (bathokan), rambut ekornya kuda yang berfungsi sebagai alat gesek (kosok) namun untuk saat ini lazim menggunakan senar plastik, dan kain yang dibordir sebagai penutup bathokan. Cara membunyikan rebab dengan cara digesek dengan alat yang disebut kosok. Dalam sajian karawitan rebab berfungsi sebagai pamurba yatmoko atau jiwa lagu, rebab juga sebagai pamurba lagu melalui garap melodi lagu dalam gending-gending, melaksanakan buka atau introduksi gending, senggrengan, dan Pathetan agar terbentuk suasana Pathet yang akan dibawakan. Rebab juga berfungsi untuk mengiringi vokal yang dibawakan oleh ki dalang. Utamanya pada lagu jenis Pathetan dan Sendhon.

2.        Kendang
Kendang adalah instrumen gamelan yang bahan bakunya terbuat dari kayu dan kulit. Cara membunyikan kendang dengan cara dipukul dengan tangan (di-kebuk atau di-tepak). Ukuran kendang Jawatimuran yang dipakai dalam pedalangan terdiri dari 3 (tiga) jenis kendang. Yakni kendang Gedhe, kendang Penanggulan (tradisi Jawa Tengah dinamakan ketipung), dan kendang Gedhugan (tradisi Jawa Tengah dinamakan kendang ciblon atau sejenis). Dalam sajian karawitan tradisi, ricikan kendang berfungsi sebagai pengatur atau pengendali (pamurba) irama lagu/gending. Cepat lambatnya perjalanan dan perubahan ritme gending-gending tergantung pada pemain kendang yang disebut pengendang. Hidup atau berkarakter dan tidaknya sebuah lagu atau gending itu tidak terlepas dari keterampilan serta kepiawaian seorang pengendang dalam memainkan ukel atau wiled kendangannya dalam mengatur laya atau tempo. Mengingat begitu pentingnya peranan ricikan kendang dalam tata iringan karawitan, biasanya seorang dalang membawa pengendang sendiri dalam setiap pementasannya. Dengan membawa pengendang sendiri seorang dalang akan lebih mantab dalam menggelar pakelirannya. Para dalang menganggap kendang adalah bagian dari belahan jiwanya ketika ki dalang menggelar pakelirannya. Seorang pengendang bawaan dalang (gawan) biasanya sudah memahami dengan baik selera atau keinginan ki dalang. Ibarat pengemudi ia memahami betul bagaimana selera tuannya.

3.        Gender (barung dan penerus)
Gender merupakan bagian dari perangkat ricikan gamelan yang bahan bakunya terbuat dari logam perunggu, kuningan dan/atau besi. Sedangkan bahan yang paling bagus adalah yang terbuat dari perunggu. Gender dari bahan perunggu selain tampilannya menarik, bunyinya juga lebih bagus karena bahan tersebut mampu menghasilkan suara yang nyaring dan jernih bila perbandingan campuran logamnya seimbang, yakni antara tembaga dengan timah putih. Gender terdiri dari rangkaian bilah-bilah yang di sambung oleh tali yang disebut pluntur dan di topang oleh sanggan yang terbuat dari bahan logam, bambu, dan/ atau tanduk binatang (sungu) yang telah dibentuk sedemikian rupa sehingga terkesan serasi dan bagus. Untuk menghasilkan bunyi atau suara yang bagus dan tampilan indah, rangkaian bilah-bilah gender diletakkan di atas rancakan yang ditengah-tengah bagian bawahnya diberi bumbung (bahan dari bambu) dan atau logam (seng) yang berfungsi sebagai resonator. Bentuk dan ukurannya diwujudkan sedemikian rupa berdasarkan besar kecilnya bilah dan ditambah dengan asesoris serta ukir-ukiran pada rancaknya. Jumlah ricikan gender yang ada dalam seperangkat gamelan ageng terdiri dari 2 (dua) set, yakni Gender Barung (Babok) dan Gender Penerus (Lanang). Adapun larasnya terdiri dari gender laras Pelog yaitu Pelog barang dan Pelog nem (dua rancak) dan gender laras Slendro (satu rancak). Fungsi gender khususnya dalam tata iringan karawitan pakeliran gaya Jawatimuran adalah sebagai panuntuning laras agar ki dalang tidak kehilangan ngeng (suasana laras/nada dalam Patet). Dan juga berfungsi sebagai pengiring sulukan dalang ketika sedang membawakan Sendhon, Pathetan, Bendhengan, maupun tembang. Di samping itu juga mempunyai peranan untuk membangun suasana kelir (adegan wayang yang sedang berlangsung), ketika mengiringi janturan atau pocapan melalui gadhingan yang di minta oleh dalang. Dalam tata iringan pakeliran gaya Jawatimuran peranan ricikan gender lanang atau gender penerus sangat penting, karena berfungsi sebagai penuntun atau membimbing laras dalang dalam membawakan sulukan dan melakukan buka atau introduksi pada sajian gadhingan yang dikehendaki oleh dalang melalui sasmita tertentu, biasanya dengan dodogan mbanyu tumetes.

4.        Bonang (barung dan penerus)
Bonang merupakan bagian perangkat ricikan gamelan yang berbentuk pencon yang ukurannya lebih kecil dari kenong. Bahan bakunya bisa perunggu, kuningan, dan besi. Dalam pengelompokan ricikan gamelan, bonang termasuk dalam ricikan garap ngajeng, selain ricikan gender, rebab, dan kendang. Ricikan Bonang pada sajian karawitan utamanya untuk menyajikan gending-gending Bonangan atau Soran, dalam tabuhan tradisi karawitan Jawatimuran adalah penyajian gending-gending Giro dan Gagahan, serta juga berfungsi sebagai instrumen pembuka atau introduksi gending. Di dalam seperangkat gamelan jumlah bonang ada 2 set yakni satu set bonang berlaras Slendro terdiri dari bonang barung (babok) dan bonang penerus dengan jumlah pencon kurang lebih 12 bilah. Sedangkan laras Pelog dalam satu set terdiri dari boning barung dan bonang penerus, dengan jumlah 14 bilah pencon. Adapun teknik memainkan atau menabuh bonang dengan cara dipukul dengan alat pemukul khusus bonang. Teknik tabuhan terdiri dari
a.        Tabuhan pancer. Tehnik tabuhan pancer pada bonang barung ini dipergunakan dalam gending-gending sak Cokro Negoro, sak Samirah, sak Luwung. Serta gending minggah pada gending sak Jonjang, sak lambang dan gending Gedhe lainnya. Untuk tehnik tabuhannya nada yang ditabuh adalan nada diatas nada dongnya, misalnya nada dongnya adalah nada 5, berarti yang di tabuh oleh bonang barung adalah nada atasnya yaitu nada 6. nada atasnya, nada (6)Gembyang yaitu cara memukul dua nada bonang yang sama secara bersama dengan jarak satu gembyang (oktaf). Contoh nada 6 atas dengan 6 bawah ditabuh secara bersama-sama.
b.        Tabuhan Mbalung. Tehnik tabuhan mbalung adalah tabuhan bonang barung yang cara menabuhnya sama persis dengan balungan.
c.         Tabuhan gembyang/ kebyokan. Tehnik tabuhan gembyang/ kebyokan adalah cara menabuh bonang barung dengan cara menabuh nada kecil dan nada besar secara bersama-sama.
d.        Tabuhan Bandrekan. Tehnik tabuhan bandrekan pada bonang barung ini bisa kita samakan dengan tehnik tabuhan imbal pada tehnik tabuhan bonang barung gaya Surakarta. Tehnik tabuhan bandrekan pada karawitan gaya jawatimuran biasanya dilakukan dalam gending-gending yang mempunyai patet wolu. Tehnik tabuhan bandrekan ini biasanya dilakukan untuk mengiringi tari remo ketika si penari sedang melantunkan lagu yang dinamakan gandangan dalam irama rangkep.
e.        Tabuhan Glendengan. Tehnik tabuhan glendengan pada bonang barung ini dipergunakan untuk mengawali gending-gending yang buka awal menggunakan instumen bonang barung, gending- gending tersebut adalah gending Giro dan gending Gagahan. Sehingga sebelum gending Giro dan gending Gagahan  mengawali buka, maka bonang barung akan membunyikan glendengan terlebih dahulu.
f.         Tabuhan Klenangan. Tehnik tabuhan klenangan pada bonang barung ini biasanya dilakukan bersama dengan penabuh bonang penerus. Untuk tehnik tabuuhan klenangan ini biasanya digunakan untuk gending Giro Corobalen. Dalam sajian gending Giro Corobalen nada yang digunakan adalah nada 5 6 1 2 , jadi untuk penabuh bonang barung menabuh 5  6 sedangkan penabuh bonang penerus menabuh 1  2




5.        Slentem
Slentem adalah bagian ricikan gamelan yang berbentuk bilah seperti gender, namun ukurannya lebih besar yaitu panjang dan lebarnya. Jumlah slentem dalam satu perangkat gamelan ada 2 rancak yakni slentem laras Slendro dan slentem laras Pelog. Teknik tabuhan ricikan slentem dalam tata iringan karawitan terdiri dari mbalung, gemakan, paparan, dan pinjalan. Khusus teknik tabuhan slentem yang dinamakan gemakan dan paparan adalah yang ada pada sajian karawitan gaya Jawatimuran. Dalam tata sajian karawitan slentem berfungsi sebagai pamangku lagu.

6.        Demung
Demung merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk bilah seperti saron tetapi ukurannya lebih besar, berfungsi sebagai pamangku lagu dalam sajian karawitan dan juga untuk tabuhan balungan gending. Dalam satu set gamelan jumlah demung minimal ada 2 rancak yakni demung laras Slendro dan demung laras Pelog. Dewasa ini dalam satu perangkat gamelan ageng jumlah instrument demung sering lebih dari satu set. Penambahan jumlah perangkat ini bertujuan ganda yaitu untuk membuat suasana tabuhan lebih ramai atau regeng, sehingga tujuan yang ingin di capai dalam penataan iringan bisa terwujud. Pada sisi yang lain, penambahan jumlah instrumen juga untuk menampilkan kesan kolosal atau semarak, sehingga semakin menarik penonton.

7.        Saron
Saron merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk bilah dengan ukuran lebih kecil dari pada demung. Untuk iringan pakeliran wayang kulit Jawatimuran, minimal terdiri dari 2 set saron Slendro dan 2 set saron Pelog. Jumlah bilah saron Slendro untuk wayangan Jawatimuran ada 9 bilah, dengan urutan bilah nada di mulai dari nada 6 (nem) rendah atau ageng sampai dengan nada 3 (lu) tinggi atau alit. Dalam pedalangan Jawatimuran peranan saron sangat dominan, karena saron sebagai pembuat lagu atau melodi, terutama untuk bentuk gending-gending Ayak, Gedog Rancak, Krucilan, dan Gemblak/Alap-alapan. Posisi keberadaan saron di lihat dari aspek fungsinya dalam iringan pedalangan Jawatimuran bisa dikategorikan dalam kelompok ricikan garap, karena ricikan saron memiliki berbagai macam cengkok sekaran atau kembangan sesuai dengan Patetnya. Dan sebagai tanda (tengara) bahwa tabuhan akan berganti Pathet, misalnya di dalam wayangan semalam suntuk ketika suasana Patet Wolu akan berubah ke Patet Sanga, maka kembangan atau cengkok saronan gending ayak Wolu menggunakan pancer 3 (lu). Adapun teknik tabuhannya meliputi teknik tabuhan mbalung, imbal, dan kintilan yaitu khusus teknik tabuhan gaya Jawatimuran.



8.        Saron Penerus (peking)
Saron penerus atau peking merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk bilah yang ukurannya lebih kecil dari pada ricikan saron. Dalam sajian karawitan bebas atau klenengan atau iringan pakeliran khususnya gaya Jawatimuran saron penerus atau peking berfungsi sebagai timbangan, artinya mengimbangi bonang penerus dalam membuat melodi lagu, sehingga pengrawit menyebut teknik tabuhan saron penerus dengan sebutan teknik tabuhan timbangan.

9.        Ketuk dan Kenong
Ketuk dan kenong merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk pencon. Dalam sajian karawitan bebas atau klenengan maupun karawitan iringan, kenong dan ketuk berfungsi sebagai ricikan pamangku irama. Teknik memainkan ketuk dan kenong dengan cara dipukul dengan alat pemukul yang disebut tabuh. Adapun teknik tabuhannya meliputi teknik tabuhan nitir, yaitu teknik tabuhan kenong yang dalam satu sabetan balungan terdapat dua pukulan (tutukan) atau pukulan dua kali, misalnya tabuhan kenong pada gending sampak, teknik tabuhan ngedongi, plesetan, dan teknik kenong goyang.

10.     Kempul dan Gong
Kempul dan Gong merupakan bagian ricikan gamelan berbentuk pencon. Rangkaian instrumen gong terdiri dari kempul, gong suwukan, gong berlaras Barang, dan gong besar (ageng) yang ditata pada gayor yaitu tempat untuk menggantung kempul dan gong. Dalam sajian karawitan bebas dan iringan, gong berfungsi sebagai pamangku irama selain instrumen ketuk dan kenong. Sedangkan dalam iringan pedalangan gaya Jawatimuran berfungsi sebagai pemberi aksen yaitu tekanan berat dalam tabuhan khususnya adegan perang, terutama pada gending-gending Ayak, Krucilan, Alap-alapan atau Gemblak, dan Gedog Rancak.

11.     Gambang
Gambang merupakan bagian ricikan gamelan yang terbuat dari bahan kayu berbentuk rangkaian atau deretan bilah-bilah nada yang berjumlah dua puluh bilah. Cara membunyikan gambang adalah dipukul dengan tabuh khusus gambang. Fungsi gambang dalam sajian karawitan sebagai pangrengga lagu. Dalam satu perangkat gamelan biasanya terdiri dari dua set gambang dalam laras Pelog dan Slendro.

12.     Siter (penerus dan clempung)
Siter merupakan bagian ricikan gamelan yang sumber bunyinya adalah string (kawat) yang teknik menabuhnya dengan cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari bentuk dan warna bunyinya ada tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih kecil dari pada siter), dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter). Dalam sajian karawitan klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi siter sebagai pangrengga lagu.

13.     Kempul dan Gong
Jenis instrumen gamelan lainnya yang juga berfungsi sebagai pangrengga lagu adalah suling. Instrumen ini terbuat dari bambu wuluh atau paralon yang diberi lubang sebagai penentu nada atau laras. Pada salah satu ujungnya yaitu bagian yang di tiup yang melekat di bibir diberi lapisan tutup dinamakan jamangan yang berfungsi untuk mengalirkan udara sehingga menimbulkan getaran udara yang menimbulkan bunyi atau suara Adapun teknik membunyikannya dengan cara di tiup. Di dalam tradisi karawitan, suling ada dua jenis, yaitu bentuk suling yang berlaras Slendro memiliki lubang empat yang hampir sama jaraknya, sedangkan yang berlaras Pelog dengan lubang lima dengan jarak yang berbeda. Ada pula suling dengan lubang berjumlah enam yang bisa digunakan untuk laras Pelog dan Slendro. Untuk suling laras Slendro dalam karawitan Jawatimuran apabila empat lubang di tutup semua dan di tiup dengan tekanan sedang nada yang dihasilkan adalah laras lu (3), sedangkan pada karawitan gaya Surakarta lazim dengan laras ro (2).

14.     Ponggang
Ponggang dalam karawitan Jawatimuran sudah sangat langka sekali, keberadaannya sudah jarang digunakan lagi oleh seniman karawitan Jawatimuran, ada narasumber yang menyebutkan bahwa tehnik tabuhan ponggang adalah tehnik tabuhan yang dilakukan oleh slentem/ slento, akan tetapi karena sudah jarang dibunyikan lagi maka tehnik tabuhan ponggang sudah digantikan oleh tabuhan slentem/ slento. sehingga untuk keberadaan instrumen ponggang untuk saat ini sudah tidak dipakai lagi oleh para seniman karawitan Jawatimuran. Ada narasumber lain yang mengatakan kalau tehnik tabuhan ponggang hanya menabuh nada dong besar saja atau dua kali tehnik tabuhan kenong adalah satu kali tabuhan ponggang.



BIODATA PENULIS

Adiyanto dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya  di bidang seni, diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun  2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun media cetak.
PENGALAMAN BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005.  Komposer dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional pada tahun 2016 di Surabaya.  Menjadi Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar Sastra Pamucang” Juara Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional Tahun 2019. Menjadi Ketua Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan dll. 
BUKU YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan Gending Jawa Timuran. Karawitan Jawatimuran. Pengetahuan Vokal Jawatimuran. Campursari Sekar Melati. Profil Sekar Melati. Kebudayaan Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan

SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)

 SLENDANG SUTRA PELOG BARANG LANGGAM NOTASI BALUNGAN (ADITYASTUTI)