Search This Blog

30 Sept 2018

BUDAYA SUAP DAN KEKUASAAN






BUDAYA SUAP DAN KEKUASAAN

Budaya suap dan kekuasaan adalah penyakit di institusi yang sampai saat ini masih marak dilakukan. Kenapa bisa begitu? Suap seakan sudah mendarah daging dan jadi budaya terutama bagi orang-orang yang mempunyai uang. Sedangkan kekuasaan adalah hal terpenting yang dicari oleh sebagian orang untuk menjadi pejabat atau penguasa, karena menganggap bahwa kekuasaan diperlukan untuk membenarkan semua tindakannya, bisa berbuat apa saja yang diinginkan serta menganggap bahwa keadilan hanya diperoleh oleh penguasa saja.
Manusia bisa saja silau dengan kekuasaan dan juga jabatan. Demi mendapatkan hal itu orang-orang rela melakuan apa saja bahkan menempuh jalan menyuap pejabat yang berkuasa, dengan memberikan sejumlah uang untuk memperoleh jabatan di bawahnya.  Sehingga jabatan yang diperoleh dengan cara seperti itu dapat dipastikan pejabat tersebut akan minta pengembalian dengan cara meminta komisi kepada rekanan dan proyek – proyek untuk instansi. Yang akhirnya budaya menyuap sudah menjadi tradisi dikalangan instansi, para pejabat tinggi negara yang tersistem dan menjadi jaringan yang terorganisir.
Terbukti sudah banyak para pejabat di Jawa Timur, seperti Kepala Dinas, DPRD Propinsi dan Kepala Daerah Kabupaten/ Kota se Jawa Timur yang terjerat OTT oleh KPK. Ini membuktikan bahwa banyak para penguasa yang mendapatkan jabatannya dengan cara menyuap. sehingga dengan adanya budaya seperti ini memungkinkan kalau pejabat untuk saat ini adalah pejabat yang mempunyai mental serta karakter sewenang-wenang dengan menghalalkan segala cara demi kekuasaan dan harta.
Dengan adanya peraturan tentang pemberantasan korupsi yang di keluarkan oleh Presiden yang ditujukan oleh lembaga pemerintahan adalah  usaha untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dari tingkah laku seorang pejabat publik yang menyimpang dari tugasnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, penyuapan dilungkunagn pemerintahan serta tindakan korupsi. Akan tetapi persoalannya adalah sederhana bahwa penyimpangan dikalangan pejabat, penyuapan serta korupsi sudah ada sejak pemerintahan ini berdiri. Perilaku seperti ini sulit untuk dilenyapkan karena telah mendarah daging berpuluh tahun. Mereka memiliki beribu modus operandi untuk menggangsir uang negara. Inilah yang kerap menjebak seseorang  masuk ke pemerintahan. Dalam pemilihan jabatan, misalnya, banyak kepala dinas mengeluarkan biaya tak sedikit untuk "membeli" jabatannya. Pertanyaannya, dari mana seorang kepala dinas bisa mengembalikan investasi yang sudah dibayarkan saat ingin mendapatkan jabatan. Setelah menjabat, mau tidak mau, ia harus kreatif mengatur proyek-proyek demi keuntungan pribadinya. Memang, ada beberapa pejabat yang relatif bersih dan enggan menggerogoti keuangan negara, tetapi jumlahnya tidak banyak.
Banyak hal yang membuat pemerintah ini terjadi penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan, kendati ada lembaga penegak hukum, yakni KPK, Polri, dan kejaksaan, yang memiliki kewenangan dalam hal itu. Meski demikian, efek jera yang ditimbulkan lembaga tersebut hingga kini belum begitu terasa. Bahkan, sebagai tindak pidana yang luar biasa, para pejabat yang sudah tertangkap masih mendapat perlakuan khusus. Mulai dari tingkat penyidikan, vonis pengadilan, hingga saat menyandang status sebagai narapidana, mereka tetap memperoleh perlakuan yang lebih baik dibandingkan dengan pelaku tindak pidana khusus lainnya. Jadi, sangat sulit untuk membasmi tidakan menyelewenagn yang telanjur menggerogoti sel, darah, dan daging. Hal ini membutuhkan kesanggupan berbagai pihak untuk membentuk sistem, budaya, dan watak generasi yang benar-benar bersih agar penyelewengan di pemerintahan semakin berkurang.


Penulis
Adiyanto, S.Sn, MM
Jabatan Fungsional Pamong Budaya Ahli Muda
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim






No comments:

Post a Comment

BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI

 BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI