Search This Blog

5 Dec 2017

UYON-UYON APA HANYA SEKEDAR HURA-HURA




UYON-UYON APA HANYA SEKEDAR HURA-HURA


Keberadaan Uyon-Uyon Saat Ini
Pada saat ini pertunjukan Uyon-Uyon khususnya di Jawa Timur sudah mulai bergeser dalam suatu pertunjukan yang sifatnya hura-hura. Ada salah satu seniman pengrawit yang bilang “sing penting rame” yang penting rame. Bentuk sajian karawitan yang hanya bersifat materialistik dan hedonistik, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dengan  berkesenian yang sifatnya hanya sebatas hura-hura. Pernah saya bertanya kepada salah satu seniman pengrawit yang intinya menanyakan apakah tidak jenuh ketika melakukan pementasan yang hanya menuruti selera penonton yang dangkal akan nilai luhur yang kadang lagu-lagu tersebut mempunyai syair yang jorok dan mengarah ke pornografi. dan beliau menjawab “halah le sing penting payu lan entuk bayaran entuk duwit, sak iki sing dijaluki tukang nanggap lan penonton ki yo sing rame lan rodo mambu mambu jorok ngene “  artinya iya nak yang penting laku dan dapat bayaran uang, saat ini yang diminta para penanggap dan penonton itu yang penting rame dan agak berbau porno.
Dari salah satu pernyataan seniman tersebut diatas  saya menyimpulkan bahwa untuk sajian Uyon-Uyon pada saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya para seniman pengrawit itu bisa laku dan dapat job-joban sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun lagu-lagu atau gending-gending yang disajikan tidak etis. Seperti contohnya : gending Kutut Manggung  pada pos-posan cengkok Candralukitan
Syair :  e manukke Pak Citro lemes  
           e burungnya (kelaminnya) Pak Citro lemas
Syair : e manuke sing ngendang dowo
           E burungya (kelaminnya) yang main kendang panjang
Syair yang sebenarnya adalah e manuke kutut. Syair ini diplesetkan sehingga menimbulkan asosiasi yang jorok dan seronok mengarah kearah pornografi yang berubah dari arti syair yang sebenarnya. Nampaknya untuk syair yang mengarah ke arah pornografi tersebut sdah menjadi tren untuk penyajian karawitan pada saat ini. Ada lagi lagu –lagu tren yang syairnya berbau porno dan sudah menjadi tren di kalangan masyarakat seperti lagu penthil kecakot, penak mlumah, tali kotang, ngidam pentol dan yang lainnya.
Kehidupan seni karawitan bila terus-menerus seperti iu lambat laun seniman karawitan akan kehilangan arah dan hanya menghasilkan karya seni yang tidak berjiwa dan tidak mempunyai sifat edukasi atau tuntunan yang menggambarkan nilai- nilai luhur.  Dengan demikian akan menurunkan derajad seniman itu sendiri sebagai seniman karawitan yang hanya memikirkan materi “ pokok entuk duwit” asal mendapat uang dengan menghilangkan estetik musikal yang melalui rasa. Sehingga dimungkinkan akan menghasilkan karya-karya musik karawitan yang hanya menuruti pasaran yang dangkal akan nilai-nilai luhur.

Uyon-Uyon Program Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur
 Pada tahun 2011 ketika saya pertama kali menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Disitu ada salah satu program kegiatan yang dinamakan Uyon-Uyon. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari kemis kliwon malam jum’at pahing dengan menampilkan salah satu Sanggar Karawitan dari Kota Surabaya.
Dalam acara tersebut menampilkan gending-gending dan lagu –lagu yang sudah populer dimasyarakat. Seperti Ldr. Ayun-Ayun, Ldr Elo-Elo Gandrung, Ngidam Sari, Yen Ing Tawang dll, yang memang gending-gending atau lagu-lagu tersebut sangat familier sekali di masyarakat. Pada waktu menjelang tengah malam sekitar pukul 22.00 Wib  ada penawaran ke penonton untuk menyumbang lagu serta ada yang joget sehingga suasana menjadi meriah dan rame. 
Pada waktu acara tersebut, kebetulan saya di tugasi untuk menjadi panita. Saya mulai berfikir dengan adanya kegiatan tersebut, apa sih tujuan dari adanya kegiatan Uyon-Uyon ini, apa hanya sebatas senang-senang / hura-hura. Pada saat itu penulis sempat bertanya kepada pimpinan tentang kegiatan Uyon-Uyon ini, dan dijawab bahwa kegiatan ini adalah bagian dari program pelestarian dan pengembangan kebudayaan khususnya seni karawitan. Dari pengalaman menjadi penitia  tersebut, timbul pertanyaan dalam hati saya :
a.      Mengapa sanggar karawitan yang mengisi di kegiatan tersebut selalu sama?
b.      Mengapa gending- gending yang dibunyikan pada kegiatan tersebut hanya gending-geding yang populer dimasyarakat dan setiap pementasan gendingnya juga kebanyakan hampir sama?
c.       Kalau Program Uyon-Uyon ini merupakan pelestarian, yang dilestarikan itu yang mana, Senimanya, Keseniannya, Sanggarnya atau nilai adiluhunggya?
Dengan adanya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dapat di simpulkan bahwa kegiatan tersebut hanyalah mengikuti pasar seperti yang berkembang dimasyarakat, yaitu sebagai media hiburan semata. Sehingga kegiatan Uyon-Uyon sebagai program pelestarian serta pengembangan di bidang kebudayaan menurut penulis masih kurang maksimal, karena pertunjukan Uyon-Uyon yang seharusnya mempunyai nilai yang adiluhung sebagai tuntunan, tatanan dan tontonan sudah bergeser ke pertunjukan yang sifatnya untuk hiburan semata atau hanya sebatas hura-hura.
Dalam perkembangannya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini setelah melalui banyak evaluasi baik dari seniman, penikmat seni dan panitia, maka pertunjukan Uyon-Uyon  yang semula bersifat hura-hura sekarang menjadi kegiatan yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi gending-gending baik gaya Jawatimuran maupun gaya Mataraman yang berkembang di seluruh Kabupaten / Kota se Jawa Timur.
Dengan adanya revitalisasi gending-gending pada kegiatan Uyon-Uyon ini, diharapkan bisa sebagai wahana apresiasi dan dapat meningkatkan rasa handarbeni terhadap budaya sendiri khususnya para pelaku seni karawitan (pengrawit), penggemar seni dan masyarakat secara umum. Serta bisa menginventarisasi dengan langkah nduduk, ndudah, ndeder dan ngrembakakaken gending-gending tradisi peninggalan para leluhur yang hampir punah.
Kegatan Uyon-Uyon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur selain menyajikan gending-gending yang hampir punah, penyaji diharapkan membuat diskripsi gending yang diunggulkan sebagai pertanggungjawaban dalam penyajian karawitan yang natinya akan menjadi  aset data dalam bentuk tulisan diskripsi dan audio sebagai data yang kedepan sangat dibutuhkan bagi para seniman, akademisi seni dan para kolektor seni khususnya seni karawitan.




Adiyanto dilahirkan di Semarang, 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya  di bidang seni, diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun  2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Ia juga aktif mengajar Karawitan Pedalangan dan Campursari di berbagai sanggar diantaranya : Sanggar Elektro Budoyo, di ITS Surabaya Jurusan Elektro, Sanggar Maesa Kencana, Petro Kimia Gresik.


ARTIKEL INI DI MUAT DI MAJALAH SENI BUDAYA JAWA TIMUR
EDISI 3 SEPTEMBER 2017 

OPINI.....ANEKDOT BIDANG KEBUDAYAAN






ANEKDOT BIDANG KEBUDAYAAN

            Apabila kita mengamati persoalan-persoalan saat ini  bagaikan anekdot yang sering bermunculan baik di jejaring sosial maupun di media massa. Lalu apakah anekdot itu? menurut pamahaman masyarakat umum bahwa anekdot adalah cerita-cerita yang lucu, konyol serta menarik. Disisi lain ada hal yang menarik perhatian, dan saya anggap itu sebagai anekdot tentang kebudayaa. Banyak pemahaman masyarakat kita yang salah kaprah memahami tentang kebudayaan. Mereka mengganggap bahwa kebudayaan adalah kesenian. Ketika ngomong masalah melestarikan kebudayaaan yang dijadikan contoh kebayakan hal-hal yang terkait dengan seni, seperti melestarikan wayang, tari, dan yang lainnya. Kalau bicara tentang pengembangan kebudayaan yang di pahami yaitu karya tari baru, musik kontemporer, menginovasi lagu dan lainnya. kalau menangani tentang kelembagaan budaya pasti yang di tangani tentang sanggar seni, Komunitas seni atau paguyuban seni, pokoknya seni, seni dan seni.
            Ada sesuatu hal yang menarik yang perlu dipikirkan bersama, salah satunya di  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ada bidang Kebudayaan yang membawahi tiga seksi, yaitu seksi Pelestarian Tradisi, Seksi Pembinaan Kesenian dan Seksi Pengembangan Kelembagaan Budaya. Di bidang Kebudayaan ini mempunyai program kegiatan yang hampir 90% semuanya adalah kesenian diantaranya adalah Apresiasi wayang kulit, Festival Karya Tari, Festival Kesenian Pesisir Utara, uyon-uyon, Penghargaan Seniman dan masih banyak lagi, hampir semuanya berkaian dengan yang namanya kesenian. Dari semua kegiatan yang berkaitan dengan kesenian itu hampir 80% sifatnya adalah pergelaran. Di seksi Pelestarian Tradisi juga menangani pergelaran seni, di seksi Pengembangan Kesenian menangani pergelaran seni walaupun sebenarnya pembinaan kesenian tidak harus bersifat pertunjukan. Di seksi Pengembangan Kelembagaan Budaya juga menangani pergelaran seni. Kalau seperti itu apa fungsinya nama-nama yang  melebeli pada setiap seksi, apa hanya sebagai hiasan semata. Yang menjadikan pertanyaan mengapa hal ini terjadi?. Kenapa nama-nama yang melekat pada setiap seksi tidak membuat program kegiatan yang sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya masing-masing.
            Ada anekdot masyarakat yang menarik juga untuk kita pikirkan. “DPR adalah Dewan Perwakiran Rakyat, masyarakat ingin mobil mewah sudah diwakili DPR, masyarakat ingin rumah mewah sudah diwakili DPR, masyarakat ining jalan-jalan ke luar negeri sudah diwakili DPR”. Dari anekdot diatas yang sebenarnya DPR adalah mewakili semua aspirasi masyarakat akan tetapi diplesetkan mewakili keinginan yang bersifat barang mewah seperti, mobil, rumah dan jalan-jalan ke luar negeri. Dari anekdot itu yang sifatnya adalah guyonan akan tetapi di dunia nyata ini terkesan “fakta”. Dengan melihat bayaknya anekdot yang terkesan seperti nyata, apakah Bidang Kebudayaan saat ini juga bagian dari anekdot yang lagi ngetrend, yang selalu ingin ditanyakan mengapa ini terjadi?. Lalu siapa yang salah ?.
            Terlepas dari salah dan benar, mungkin bisa dianggap sebagai solusi. Menurut pemikiran saya, program kegiatan yang dilakukan oleh Bidang Kebudayaan selama ini adalah program yang bagus serta sangat bermanfaat  bagi seniman dan masyarakat secara umum.  Jadi menurut saya lebih baik Bidang Kebudayaan diganti saja menjadi Bidang Kesenian dengan membawahi entah itu seksi Pelestarian Kesenian, seksi Pengembangan Kesenian, seksi Pembinaan kesenian, seksi Pemanfaatan Kesenian, seksi Perlindungan Kesenian, seksi Lembaga Kesenian atau seksi yang lain yang terkait dengan kesenian. Sehingga program kegiatan yang dilakukan selama ini bisa di kerjakan sesuai dengan nama-nama seksi melekat sebagai nama. Jadi nama-nama seksi tidak hanya sebatas hiasan nama semata, akan tetapi bisa menampung program kegiatan yang selama ini dilakukan, dan sebagai kepala Bidang, Kepala Seksi bahkan semua pegawai akan bisa bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. Yang dampaknya nanti akan bisa mempertanggungjawabkan kepada masyarakat serta pimpinan tertinggi didalam kinerja.

Penulis : Adiyanto, S.Sn

Pamong Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur.


DI MUAT DI HARIAN
POJOK KIRI KORANE RAKYAT
SETU WAGE, 21 OKTOBER 2017

HIBAH KEBUDAYAAN DAN TANTANGAN BIROKRASI: Bagaimana Meningkatkan Efektivitas Pendampingan Pokmas?

 HIBAH KEBUDAYAAN DAN TANTANGAN BIROKRASI: Bagaimana Meningkatkan Efektivitas Pendampingan Pokmas? Oleh: Adiyanto, S.Sn, M.MPd Pamong Budaya...