UYON-UYON
APA HANYA SEKEDAR HURA-HURA
Keberadaan Uyon-Uyon Saat Ini
Pada saat ini pertunjukan Uyon-Uyon khususnya di Jawa Timur sudah mulai bergeser
dalam suatu pertunjukan yang sifatnya hura-hura. Ada salah satu seniman
pengrawit yang bilang “sing penting rame”
yang penting rame. Bentuk sajian karawitan yang hanya bersifat
materialistik dan hedonistik, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
uang dengan berkesenian yang sifatnya
hanya sebatas hura-hura. Pernah saya bertanya kepada salah satu seniman
pengrawit yang intinya menanyakan apakah tidak jenuh ketika melakukan
pementasan yang hanya menuruti selera penonton yang dangkal akan nilai luhur
yang kadang lagu-lagu tersebut mempunyai syair yang jorok dan mengarah ke
pornografi. dan beliau menjawab “halah le
sing penting payu lan entuk bayaran entuk duwit, sak iki sing dijaluki tukang
nanggap lan penonton ki yo sing rame lan rodo mambu mambu jorok ngene “ artinya iya nak yang penting laku dan
dapat bayaran uang, saat ini yang diminta para penanggap dan penonton itu yang
penting rame dan agak berbau porno.
Dari salah satu pernyataan seniman tersebut diatas saya menyimpulkan bahwa untuk sajian Uyon-Uyon
pada saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya para seniman pengrawit
itu bisa laku dan dapat job-joban
sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun lagu-lagu atau
gending-gending yang disajikan tidak etis. Seperti contohnya : gending Kutut Manggung pada pos-posan
cengkok Candralukitan
Syair : e manukke Pak Citro lemes
e burungnya
(kelaminnya) Pak Citro lemas
Syair : e manuke sing ngendang
dowo
E
burungya (kelaminnya) yang main kendang panjang
Syair yang sebenarnya adalah e
manuke kutut. Syair ini diplesetkan sehingga menimbulkan asosiasi yang jorok dan seronok mengarah kearah pornografi yang berubah dari arti syair
yang sebenarnya. Nampaknya untuk syair yang mengarah ke arah pornografi
tersebut sdah menjadi tren untuk penyajian karawitan pada saat ini. Ada lagi
lagu –lagu tren yang syairnya berbau porno dan sudah menjadi tren di kalangan
masyarakat seperti lagu penthil kecakot, penak mlumah, tali kotang, ngidam
pentol dan yang lainnya.
Kehidupan seni karawitan bila terus-menerus seperti iu lambat laun
seniman karawitan akan kehilangan arah dan hanya menghasilkan karya seni yang
tidak berjiwa dan tidak mempunyai sifat edukasi atau tuntunan yang menggambarkan
nilai- nilai luhur. Dengan demikian akan
menurunkan derajad seniman itu sendiri sebagai seniman karawitan yang hanya
memikirkan materi “ pokok entuk duwit”
asal mendapat uang dengan menghilangkan estetik musikal yang melalui rasa.
Sehingga dimungkinkan akan menghasilkan karya-karya musik karawitan yang hanya
menuruti pasaran yang dangkal akan nilai-nilai luhur.
Uyon-Uyon Program Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur
Pada tahun 2011 ketika saya
pertama kali menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Disitu ada salah satu program kegiatan yang
dinamakan Uyon-Uyon. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari kemis kliwon malam jum’at pahing dengan
menampilkan salah satu Sanggar Karawitan dari Kota Surabaya.
Dalam acara tersebut menampilkan gending-gending dan lagu –lagu yang
sudah populer dimasyarakat. Seperti Ldr. Ayun-Ayun, Ldr Elo-Elo Gandrung,
Ngidam Sari, Yen Ing Tawang dll, yang memang gending-gending atau lagu-lagu
tersebut sangat familier sekali di masyarakat. Pada waktu menjelang tengah malam
sekitar pukul 22.00 Wib ada penawaran ke
penonton untuk menyumbang lagu serta ada yang joget sehingga suasana menjadi
meriah dan rame.
Pada waktu acara tersebut, kebetulan saya di tugasi untuk menjadi
panita. Saya mulai berfikir dengan adanya kegiatan tersebut, apa sih tujuan
dari adanya kegiatan Uyon-Uyon ini, apa hanya sebatas senang-senang /
hura-hura. Pada saat itu penulis sempat bertanya kepada pimpinan tentang
kegiatan Uyon-Uyon ini, dan dijawab bahwa kegiatan ini adalah bagian dari
program pelestarian dan pengembangan kebudayaan khususnya seni karawitan. Dari
pengalaman menjadi penitia tersebut,
timbul pertanyaan dalam hati saya :
a. Mengapa
sanggar karawitan yang mengisi di kegiatan tersebut selalu sama?
b. Mengapa
gending- gending yang dibunyikan pada kegiatan tersebut hanya gending-geding
yang populer dimasyarakat dan setiap pementasan gendingnya juga kebanyakan
hampir sama?
c. Kalau
Program Uyon-Uyon ini merupakan pelestarian, yang dilestarikan itu yang mana,
Senimanya, Keseniannya, Sanggarnya atau nilai adiluhunggya?
Dengan adanya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dapat di simpulkan bahwa kegiatan
tersebut hanyalah mengikuti pasar seperti yang berkembang dimasyarakat, yaitu
sebagai media hiburan semata. Sehingga kegiatan Uyon-Uyon sebagai program
pelestarian serta pengembangan di bidang kebudayaan menurut penulis masih
kurang maksimal, karena pertunjukan Uyon-Uyon yang seharusnya mempunyai nilai
yang adiluhung sebagai tuntunan, tatanan dan tontonan sudah bergeser ke
pertunjukan yang sifatnya untuk hiburan semata atau hanya sebatas hura-hura.
Dalam perkembangannya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini setelah melalui banyak evaluasi
baik dari seniman, penikmat seni dan panitia, maka pertunjukan Uyon-Uyon yang semula bersifat hura-hura sekarang menjadi
kegiatan yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi gending-gending baik gaya
Jawatimuran maupun gaya Mataraman yang berkembang di seluruh Kabupaten / Kota
se Jawa Timur.
Dengan adanya revitalisasi gending-gending pada kegiatan Uyon-Uyon ini,
diharapkan bisa sebagai wahana apresiasi dan dapat meningkatkan rasa handarbeni
terhadap budaya sendiri khususnya para pelaku seni karawitan (pengrawit),
penggemar seni dan masyarakat secara umum. Serta bisa menginventarisasi dengan langkah
nduduk, ndudah, ndeder dan ngrembakakaken
gending-gending tradisi peninggalan para leluhur yang hampir punah.
Kegatan Uyon-Uyon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur selain menyajikan gending-gending yang hampir punah,
penyaji diharapkan membuat diskripsi gending yang diunggulkan sebagai
pertanggungjawaban dalam penyajian karawitan yang natinya akan menjadi aset data dalam bentuk tulisan diskripsi dan
audio sebagai data yang kedepan sangat dibutuhkan bagi para seniman, akademisi
seni dan para kolektor seni khususnya seni karawitan.
Adiyanto dilahirkan
di Semarang, 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya di bidang seni, diantaranya, seni karawitan,
pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan
ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998,
kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4
transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa
Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun 2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa
Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga
aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Ia
juga aktif mengajar Karawitan Pedalangan dan Campursari di berbagai sanggar diantaranya
: Sanggar Elektro Budoyo, di ITS Surabaya Jurusan Elektro, Sanggar Maesa
Kencana, Petro Kimia Gresik.
No comments:
Post a Comment