Search This Blog

5 Dec 2017

REVITALISASI GENDING-GENDING YANG HAMPIR PUNAH PADA KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR

REVITALISASI GENDING-GENDING YANG HAMPIR PUNAH
PADA KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR

Adiyanto
Pamong Budaya Pertama
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur

Intisasri
Revitalisasi Gending-Gending yang hampir punah ini adalah suatu kegiatan untuk mengimbangi perkembangan karawitan di masyarakat, yang mana ketika di dalam kehidupan berkesenian khususnya seni karawitan sudah sangat jarang sekali para pelaku seniman, penikmat seni menyajikan gending-gending tinggalan para leluhur yang mempunyai nilai filosofi yang sangat hebat. Pada kenyataannya karena pengaruh pergeseran kebudayaan khususnya seni karawitan mengalami penurunan nilai yang cukup pesat dari seni karawitan yang sifatnya sebagai tuntunan, tontonan dan tatanan sekarang hanya menjadi sebuah tontonan yang bersifat menghibur.
Kata Kunci :  Uyon-Uyon -  Gending-Gending - Revitalisasi


A.    KARAWITAN DI WILAYAH JAWA TIMUR YANG HAMPIR PUNAH
Karawitan adalah seni suara yang menggunakan laras slendro dan pelog, baik suara manusianya maupun instrument (gamelan)asal berlaras slendro dan pelog dapat disebut karawitan. Ada dua pokok isi karawitan yaitu irama dan lagu. Irama yaitu pelebaran atau penyempitan gatra. Lagu yaitu susunan nada-nada yang diatur dan apabila nada tersebut dibunyikan sudah terdengar enak. Pengatur nada-nada tersebut nantinya berkembang kearah suatu bentuk, sehingga menimbulkan bermacam- macam bentuk, dan bentuk inilah yang nantinya disebut gending ( R.L Martopangrawit : 1975).
Mengambil pengertian diatas, maksud dari karawitan di wilayah Jawa Timur ini adalah penyajian gending-gending karawitan yang berlaraskan slendro maupun pelog yang tumbuh dan berkembang di wilayah Jawa Timur. Di Jawa Timur sendiri ada beberapa gaya karawitan antara lain  gaya Malang-an, Banyuwangi-an, Madura ( Bangkalan, Sumenep) serta karawitan gaya Mojokerto-Surabaya ( Soenarto : 2016 : 10). Dari pemetaan gaya karawitan tersebut dapat di simpulkan bahwa di wilayah Jawa Timur  memiliki gaya karawitan yang cukup majemuk ditambah lagi gaya Mataraman yaitu karawitan gaya Surakarta dan Yogyakarta yang juga berkembang di wilayah Jawa Timur ini, bahkan keberadaannya ada hampir di seluruh Kabupaten/ Kota se Jawa Timur.
Didalam perkembangannya seni karawitan diwilayah Jawa Timur lambat laun akan terancam punah dalam hal jenis gending-gendingnya, sanggar seninya, senimannya serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam seni karawitan tersebut.  Seperti contohnya karawitan gaya Madura untuk jenis gending-gending sudah banyak yang hilang, senimanya sudah banyak yang meninggal dan tidak ada regenerasi, sehingga tidak ada lagi sanggar seni karawitan. Sedangkan karawitan gaya Jawatimuran[1] untuk pergelaran klenengan[2] sudah sangat jarang sekali bahkan hampir tidak ada lagi para seniman yang mempergelarkan gending- gending gaya jawatimuran. Dan sangat jarang juga masyarakat yang nanggap[3] klenengan gaya jawatimuran untuk keperluan upacara manten, sunatan dan upacara yang lain.. Sehingga keberadaan gending-gending untuk keperluan karawitan secara mandiri banyak sekali yang sudah tidak diketahui lagi garap sajian gendingnya. Seperti misalnya gending Gambir Sawit, Onang Onang, Titipati, Semeru dan yang lainnya (gaya jawatimuran).
Pak Mulyono[4] mengatakan untuk garap gending-gending seperti Gambirsawit, Onang-Onang, Titipati, Semeru dan gending sejenisnya untuk garap sajiannya sudah lupa karena sudah jarang sekali dibunyikan. Sehingga untuk pengendang jarang sekali yang mengerti garap sajian kendanganya. dan  untuk instrument gamelan yang lain jalannya ajian, garapannya, serta teknik tabuhan yang lain sudah tidak ada lagi yang tau. (wawancara: Mulyono, Oktober 2016).
Keberadaan gending-gending klenengan gaya Jawatimuran memang sudah jarang sekali dibunyikan yang ada sekarang hanya sebagian gending-gending saja seperti gending Gandakusuma, Gedok Tamu, Ayak Kempul Kerep dan Ayak Kempul Arang yang memang masih eksis sebagai iringan pakeliran gaya Jawatimuran. (wawancara: Amuji[5], September, 2016).
Dengan adanya pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaaan sebagian gending-gending klenengan sudah banyak sekali yang hampir punah, baik karawitan gaya Jawatimuran, karawitan gaya Madura dan karawitan Mataraman.  Untuk keberadaan gending – gending karawitan gaya Madura sudah banyak yang punah baik jenis gendingnya maupun sumber daya senimannya, sedangkan karawitan gaya Jawatimuran jenis gending yang masih ada dan eksis, adalah gending- gending yang digunakan dalam iringan pakeliran gaya Jawatimuran. Keberadaan gending klenengan gaya Jawa Timuran sudah dipastikan lima atau sepuluh tahun kedepan akan punah. Sedangkan untuk karawitan gaya Mataraman di wilayah Jawa Timur keberadaannya hampir seperti karawitan gaya Jawatimuran cuma untuk keperluan sajian klenengan masih dibunyikan karena masih ada satu atau dua orang yang nanggap dalam keperluan hajatan manten dan keperluan upacara yang lainnya.

B.     KEBERADAAN UYON-UYON[6] SAAT INI
Pada saat ini pertunjukan Uyon-Uyon khususnya di Jawa Timur sudah mulai bergeser dalam suatu pertunjukan yang sifatnya hura-hura. Ada salah satu seniman pengrawit yang bilang “sing penting rame” yang penting rame. Bentuk sajian karawitan yang hanya bersifat materialistik dan hedonistik, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dengan  berkesenian yang sifatnya hanya sebatas hura-hura. Pernah saya bertanya kepada salah satu seniman pengrawit yang intinya menanyakan apakah tidak jenuh ketika melakukan pementasan yang hanya menuruti selera penonton yang dangkal akan nilai luhur yang kadang lagu-lagu tersebut mempunyai syair yang jorok dan mengarah ke pornografi. dan beliau menjawab “halah le sing penting payu lan entuk bayaran entuk duwit, sak iki sing dijaluki tukang nanggap lan penonton ki yo sing rame lan rodo mambu mambu jorok ngene “  artinya iya nak yang penting laku dan dapat bayaran uang, saat ini yang diminta para penanggap dan penonton itu yang penting rame dan agak berbau porno.
Dari salah satu pernyataan seniman tersebut diatas  penulis simpulkan bahwa untuk sajian Uyon-Uyon pada saat ini yang terpenting adalah bagaimana caranya para seniman pengrawit itu bisa laku dan dapat job-joban sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun lagu-lagu atau gending-gending yang disajikan tidak etis. Seperti contohnya : gending Kutut Manggung  pada pos-posan cengkok Candralukitan
Syair :  e manukke Pak Citro lemes  
           e burungnya (kelaminnya) Pak Citro lemas
Syair : e manuke sing ngendang dowo
           E burungya (kelaminnya) yang main kendang panjang
Syair yang sebenarnya adalah e manuke kutut. Syair ini diplesetkan sehingga menimbulkan asosiasi yang jorok dan seronok mengarah kearah pornografi yang berubah dari arti syair yang sebenarnya. Nampaknya untuk syair yang mengarah ke arah pornografi tersebut sdah menjadi tren untuk penyajian karawitan pada saat ini. Ada lagi lagu –lagu tren yang syairnya berbau porno dan sudah menjadi tren di kalangan masyarakat seperti lagu penthil kecakot, penak mlumah, tali kotang, ngidam pentol [7]dan yang lainnya.
Kehidupan seni karawitan bila terus-menerus seperti iu lambat laun seniman karawitan akan kehilangan arah dan hanya menghasilkan karya seni yang tidak berjiwa dan tidak mempunyai sifat edukasi atau tuntunan yang menggambarkan nilai- nilai luhur.  Dengan demikian akan menurunkan derajad seniman itu sendiri sebagai seniman karawitan yang hanya memikirkan materi “ pokok entuk duwit” asal mendapat uang dengan menghilangkan estetik musikal yang melalui rasa. Sehingga dimungkinkan akan menghasilkan karya-karya musik karawitan yang hanya menuruti pasaran yang dangkal akan nilai-nilai luhur.

C.    UYON-UYON PROGRAM DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TIMUR
 Pada tahun 2011 ketika penulis pertama kali menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur. Disitu ada salah satu program kegiatan yang dinamakan Uyon-Uyon. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari kemis kliwon malam jum’at pahing dengan menampilkan salah satu Sanggar Karawitan dari Kota Surabaya.
Dalam acara tersebut menampilkan gending-gending dan lagu –lagu yang sudah populer dimasyarakat. Seperti Ldr. Ayun-Ayun, Ldr Elo-Elo Gandrung, Ngidam Sari, Yen Ing Tawang dll, yang memang gending-gending atau lagu-lagu tersebut sangat familier sekali di masyarakat. Pada waktu menjelang tengah malam sekitar pukul 22.00 Wib  ada penawaran ke penonton untuk menyumbang lagu serta ada yang joget sehingga suasana menjadi meriah dan rame. 
Pada waktu acara tersebut, kebetulan penulis di tugasi untuk menjadi panita. penulis mulai berfikir dengan adanya kegiatan tersebut, apa sih tujuan dari adanya kegiatan Uyon-Uyon ini, apa hanya sebatas senang-senang / hura-hura. Pada saat itu penulis sempat bertanya kepada pimpinan tentang kegiatan Uyon-Uyon ini, dan dijawab bahwa kegiatan ini adalah bagian dari program pelestarian dan pengembangan kebudayaan khususnya seni karawitan. Dari pengalaman menjadi penitia  tersebut, timbul pertanyaan dalam hati saya :
a.      Mengapa sanggar karawitan yang mengisi di kegiatan tersebut selalu sama?
b.      Mengapa gending- gending yang dibunyikan pada kegiatan tersebut hanya gending-geding yang populer dimasyarakat dan setiap pementasan gendingnya juga kebanyakan hampir sama?
c.       Kalau Program Uyon-Uyon ini merupakan pelestarian, yang dilestarikan itu yang mana, Senimanya, Keseniannya, Sanggarnya atau nilai adiluhunggya?
Dengan adanya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur dapat di simpulkan bahwa kegiatan tersebut hanyalah mengikuti pasar seperti yang berkembang dimasyarakat, yaitu sebagai media hiburan semata. Sehingga kegiatan Uyon-Uyon sebagai program pelestarian serta pengembangan di bidang kebudayaan menurut penulis masih kurang maksimal, karena pertunjukan Uyon-Uyon yang seharusnya mempunyai nilai yang adiluhung sebagai tuntunan, tatanan dan tontonan sudah bergeser ke pertunjukan yang sifatnya untuk hiburan semata atau hanya sebatas hura-hura.
Dalam perkembangannya kegiatan Uyon-Uyon yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini setelah melalui banyak evaluasi baik dari seniman, penikmat seni dan panitia, maka pertunjukan Uyon-Uyon  yang semula bersifat hura-hura sekarang menjadi kegiatan yang mempunyai tujuan untuk merevitalisasi gending-gending baik gaya Jawatimuran maupun gaya Mataraman yang berkembang di seluruh Kabupaten / Kota se Jawa Timur.
Dengan adanya revitalisasi gending-gending pada kegiatan Uyon-Uyon ini, diharapkan bisa sebagai wahana apresiasi dan dapat meningkatkan rasa handarbeni terhadap budaya sendiri khususnya para pelaku seni karawitan (pengrawit), penggemar seni dan masyarakat secara umum. Serta bisa menginventarisasi dengan langkah nduduk, ndudah, ndeder dan ngrembakakaken gending-gending tradisi peninggalan para leluhur yang hampir punah.
Kegatan Uyon-Uyon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur selain menyajikan gending-gending yang hampir punah, penyaji diharapkan membuat diskripsi gending yang diunggulkan sebagai pertanggungjawaban dalam penyajian karawitan yang natinya akan menjadi  aset data dalam bentuk tulisan diskripsi dan audio sebagai data yang kedepan sangat dibutuhkan bagi para seniman, akademisi seni dan para kolektor seni khususnya seni karawitan.

D.    SAJIAN UYON-UYON SEBAGAI USAHA REVITALISASI
Sanggar karawitan “Sekar manik Dhanirogo” dari Kabupaten Ponorogo menyajikan gending unggulan “ Gending Mega Mendung, Ketuk 4 Kerep, Minggah Ladrang Remeng, Laras Slendro Patet Nem”. Gending Mego Mendung ini biasa digunakan untuk mendatangkan hujan lebat, meskipun semua itu tidak dapat dibbuktikan secara ilmiah, tetapi para pengrawit bisa membuktikan dengan rasa yng mereka miliki. Pada perkembangannya gending Mega mendung ini biasa digunakan pada pergelaran wayang kulit pada waktu jejer kedua. Di Kabupaten Ponorogo gending ini sudah jarang di bunyikan karena pengaruh pergeseran budaya, baik pergelaran dalam upacara manten maupun sebagai iringan pakeliran dalam wayang kulit. Karena di Kabupaten Ponorogo untuk porsi pergelaran dalam upacara manten serta pakeliran wayang kulit terlalu banyak dihiburan sehingga seakan tidak ada waktu untuk membunyikan gending-gending yang memakan waktu cukup lama.
Gending Mega Mendung, Ketuk 4 Kerep, Minggah Ladrang Remeng,
 Laras Slendro Patet Nem

Buka :    . . . 2  2 1 y t  . 3 5 .  2 3 5 6  1 2 1 g6
       ..65  eety  etyt  2232  ..2.  22.3  5653  212n6
       ..y1  2353  5653  212y  22..  22.3  5653  21ynt
       .ttt  wwet  we5e  212y  .1y.  y123  5653  21ynt            .y12  .1yt  .y12  .1yt  .et.  wet.  2ety  121gy

Omp.   .y12  .1yt  .y12  .1yt  .y12  .1yt  !!..  #@!g6

Ladrang Remeng Laras Slendro Patet Nem
       ..6.  665n6  !65p3  223n2
       ..yp1  223n2  321py  ty1g2
       321y  ty1n2  321py  335n3
       .21py  335n3  56!p6  532g3
       6521  y12n3  56!p6  532n1
       .11p1  232n1  321p2  .1ygt
       .y12  .1ynt  .y1p2  .1ynt
       .y1p2  .1ynt  !!.p.  #@!g6

Sangar Karawitan “Gita Laras” dari Kabupaten Malang menyajikan Gending Unggulan “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga”. Gending Kembang Gayam ini adalah gending pemangku praja, gending pedanyangan atau gending punden. Gending tersebut pada jamannya selalu di bunyikan di Pendopo Kabupaten dalam acara pisowanan kemudian berkembang ke masyarakat dan selalu mengumandangkan di punden-punten dalam upacara bersih desa. Namun karena pelakunya telah habis termakan usia maka gending Kembang Gayam kini nyaris hilang tertelan jaman. Maka dari itu pada kegiatan Revitalisasi gending gending ini Sanggar Gita Laras menggali kembali keberadaan gending tersebut supaya bisa muncul kembali di tengah masyarakat.
Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga
 Buka:                                  6 5 6 !   . 3 . 5   . 3 . g2
A   ...6  ...p5  ...6  ...n3  ...2  ...p1  ...5  ...n3
    5353  232p1  6!6!  235n3  65!6  35!p6  3565  231g2
B       6 3 6 j52   j52j35j63j5p6   j35j.1j216    j23j53j65n3
    j53j.2j653    2 3 2 p1    j6!j.2j6@j!6   j52j35j65n3   
    j53j.2j653    2 3 2 p1    j6!j.2j6@j!6   j52j35j65n3
    6 5 ! 6    j36j51j21p6    3 5 6 5    2 3 1 g2   
C   6 . j653    6 . j165    2 . 2 3    5 ! 6 p5
    6 . j653    ! j.6j@!6    5 3 6 j52   j35j6!j65n3  
    5 j.3j653    5 j.3j653    2 . 2 3    5 j65j32p1
    j6@j.!j6@j!6   j!@j.!j6@1    6 . 2 3    5 j6!j65n3
         5 j.3j653    5 j.3j653    2 . 2 3    5 j65j32p1
    j6@j.!j6@j!6   j!@j.!j6@1    6 . 2 3    5 j6!j65n3
    6 6 !65    ! @ ! 6    5 3 6 5    6 2 1 p6 pos
    . 2 3 5    3 6 3 5    . 2 3 5    2 1 3 g2 swk
Gending yang disajikan oleh kedua sanggar yaitu dari Sanggar  Sekar Manik Danigoro dan Sanggar Gita Laras, dengan penyajian “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga” gaya Mataraman dan “Gending Kembang Gayam Laras Slendro Patet Sanga”. Gaya Jawatimuran. Ini adalah sebagian contoh revitalisasi gending-gending dalam bentuk kegiayan  Uyon-Uyon. Dengan semangat revitalisasi  gending-gending sebagai peninggalan para leluhur yang adiluhhung ini adalah sebagai bentuk karya kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai filosofi, sosial, etika dan estetika yang hebat dan tinggi bagi kehidupan masa lalu dan sekarang.
Revitalisasi gending-gending tradisi ini adalah suatu langkah maju bagi kepentingan kehidupan khususnnya seni karawitan. Ada beberapa hal yang pokok yang didapatkan pada revitalisasi gending-gending ini , adalah dapat menyegarkan kembali kehidupan gending-gending kuno/ terdahulu serta dapat memahami dan menghargai gending-gending tradisi karya para leluhur sebagai karya yang adiluhung.      
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto, Kumpulan Diskripsi Uyon-Uyon tahun 2016, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, 2016
Martopangrawit, Catatan Pengetahuan Karawitan, Volume I, ASKI Surakarta, 1975.
Prabawanti, Wingit. 1983. “Pengetahuan Karawitan Daerah Surakarta”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaaan  Dasar dan Menengah.
Prasetyo,     Puguh. 2015 “Tabuhan dan Vokal Wayang Jawatimuran”. Surabaya,  Dewan Kesenian Provinsi Jawa Timur.
Soenarto, Tehnik Tabuhan Karawitan Jawa Timur Gaya Mojokerto Surabaya. Surabaya, PT Revka Petra Media, 2016.





















[1] Karawitan gaya jawatimuran adalah karawitan yang berkembang di wilayah pesisr Jawa Timur seperti, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Gresik, Pasuruan dan Sidoarjo.
[2] Klenengan adalah sajian karawitan secara mandiri
[3] Nanggap adalah membutuhkan untuk menyajikan/ megelar pertunjukan.
[4] Pak Mulyono adalah empu seniman dari Kabupaten Jombang yang sampai saat ini masih eksis dalam pertunjukan karawitan iringan pakeliran gaya Jawatimuran. 
[5] Amuji adalah seniman karawitan gaya jawatimuran dari RRI Surabaya.
[6] Uyon –Uyon adalah istilah lain dari klenengan
[7] Lagu-lagu ini adalah lagu campursari yang pada saat ini di gunakan juga pada sajian Uyon-Uyon di daerah- daerah khususnya di daerah Jawa Timur. 

No comments:

Post a Comment

BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI

 BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI