Search This Blog

14 Apr 2019

KAMPUS STKW PERLU KETEGASAN




KAMPUS STKW PERLU KETEGASAN

Tahukah anda bahwa Kampus STKW (Sekolah Tinggi kesenian Wilwatikta Surabaya) untuk menjadi kampus yang maju secara kwalitas serta dapat bersaing dengan kampus seni yang lain, maka perlu ketegasan pemangku kepentingan yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam hal ini Upt. Pemberdayaan Lembaga Seni dan Ekonomi Kreatif Wilwatikta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Jatim, sebagai Instansi yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga seni yaitu STKW Surabaya.
Ketegasan disini bukan berarti sewenang-wenang, bersikap semaunya. Ketegasan yang penulis maksudkan adalah lebih kearah transparansi, membuat kebijakan yang benar, mentaati aturan, selalu membuat keputusan untuk kesejahteraan orang banyak. Apabila ketegasan tersebut sudah dilakukan maka tidak menutup kemungkinan STKW akan lebih maju dan dapat bersaing dengan kampus seni yang lain.
Dinamika persoalan yang ada di STKW saat ini ditandai oleh beberapa hal diantaranya: dengan adanya kebijakan pemangku kepentingan masalah kesejahteraan para dosen yang tidak seimbang dan tebang pilih antara dosen DPK, Dosen Yayasan dan Dosen Luar Biasa. Sehingga yang terjadi antara dosen yang satu dengan yang lain saling iren, sikut-sikutan dan tidak akur, ada istilah “pinter ora manut disisihke, bodho ning manut tetep dienggo” (pandai didak sejalan dengan pimpinan di buang, bodoh tapi sejalan dengan pimpinan tetap di gunakan).
Ketika penulis berbicara dengan salah satu dosen luar biasa, Beliau mengatakan kalau gajinya tidak seimbang dengan biaya transportasi, waktu dan tenaga. Akan tetapi Beliau tetap mengajar karena ada panggilan batin yang mana STKW sudah menjadi satu dengan jiwanya. Dengan adanya hal ini masih banyak pejuang STKW yang tulus untuk kemajuan STKW. Akan tetapi dengan adanya persoalan itu, artinya kebijakan pimpinan belum ada perhatian tentang kesejahteraan kepada dosen luar biasa. Selain itu banyak para dosen yang diberikan tuntutan serta target untuk mengikuti seminar nasional, sosialisasi publikasi kampus, penelitian internal kampus, menjalin kerjasama dengan pihak lain dan membuka jaringan seluar-luasnya. Sayangnya hal tersebut tidak disertai dengan dukungan dana dari pihak administrasi, kalaupun ada jumlahnya hanya secukup cukupnya dan ada kemungkinan dosen yang tombok. Dengan demikian perlu adanya ketegasan dari pemangku kepentingan untuk merombak tatanan yang ada baik secara tata kelola, tata pamong dan secara administrasi.
Struktural STKW yang asal asalan
Ditahun 2019 terjadi perombakan struktural STKW yang penulis rasakan masih asal-asalan dan tidak mengutamakan profesionalisme dalam proses pembentukannya. Pertama yaitu jabatan Ketua STKW di jabat lebih dari dua periode. yaitu Dr. H. Jarianto, M.Si yang menjabat Ketua STKW selama empat periode: pertama tahun 2006-2010, kedua tahun 2010-1014, ketiga tahun 2014-2018, keempat tahun 2018-2022.  Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 67 tahun 2008 pada Pasal 12 dijelaskan, bahwa masa jabatan pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebih dari 2 kali masa jabatan berturut-turut. Itu artinya untuk jabatan ketua STKW saat ini sudah menyalahi regulasi yang ada.
Kedua, Jabatan Pembantu Ketua II (bagian keuangan, SDM dan Kerjasama) di jabat oleh Kepala UPT Pemberdayaan Lembaga Seni dan Ekonomi Kreatif Wiwatikta (PLSW), serta Kepala Unit Informasi dan Teknologi (IT) yang di jabat oleh Kasubag TU UPT PLSW.  Menurut penulis hal tersebut adalah suatu hal yang kurang benar secara administrasi. Seharusnya Kepala UPT PLSW  tidak merangkap sebagai Pembantu Ketua II bagian Keuangann, SDM dan Kerjasama, karena tugas Kepala UPT adalah melakukan monitoring, evaluasi anggaran yang dikelola oleh STKW. Sehingga ketika jabatan tersebut dirangkap, maka yang terjadi pelaporan anggaran STKW di monitoring sendiri oleh Kepala UPT karena orangnya adalah sama. Dengan demikan secara administrasi di STKW menjadi kurang sehat, salah satunya adalah gampang terjadi penyalahgunaan anggaran.
Dengan adanya kasus tersebut, menurut penulis sebaiknya dengan alasan apapun jabatan pembantu ketua II (bidang keuangan, SDM dan kerjasama) serta Kepala Unit Informasi dan Teknologi (IT)   harus di jabat oleh orang lain di luar pegawai UPT PLSW, sehingga yang terjadi untuk pengelolaan dan pelaporan anggaran di STKW bisa di monitoring serta evaluasi oleh Kepala UPT PLSW sesuai dengan prosedur.  Sehingga secara administrasi bisa dilakukan dengan benar dan tentunya tidak ada rekayasa dalam pelaporan anggaran.
Ketiga, kinerja pegawai UPT PLSW dan STKW saat ini carut marut, artinya untuk pekerjaan atas nama STKW seperti Akademik, kemahasiswaan, program kegiatan kampus dan yang lainnya, UPT  PLSW selalu ikut intervensi sehingga STKW sendiri tidak bisa mandiri dalam pengelolaan kampus.
Dengan adanya permasalahan tersebut, menurut penulis struktural STKW  harus di benahi. Pertama, dalam perekrutan jabatan struktural di STKW harus aja lelang jabatan, dengan cara kompetisi secara terbuka, tentunya dengan syarat administrasi yang benar, sehingga akan menjaring para pejabat struktural yang berkwalitas yang berkomitmen untuk memajukan STKW secara tulus tidak hanya sekedar omong kosong. Kedua, dosen pengajar harus di berikan kesejahteraan yang cukup serta tunjangan yang lebih agar seimbang dengan kinerja serta jerih payahnya. Ketiga, antara STKW dan UPT PLSW harus pisah, karena STKW dan UPT PLSW adalah dua instansi yang berbeda yang mana mempunyai tupoksi masing-masing.

STKW Menjadi Kampus Negeri
             Ditahun 2012 kita melihat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengintruksikan agar Sekolah Tinggi Seni menjadi ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia) diantaranya STSI Bandung, ISI Jogjakarta, ISI Surakarta, ISI Padang Panjang, ISI Denpasar, ditambah dengan Papua, ditambah dengan STKW, ditambah dengan Makasar dan Kalimantan, juga Aceh. Dari semua perguruan tinggi itu hanya STKW yang tidak mau menjadi ISBI, sedangkan perguruan tinggi yang lain sudah berjalan sampai sekarang.
Penulis pernah berbicara dengan  kepala UPT PLSW soal penegerian STKW, Beliau mengatakan bahwa STKW masih dalam proses menuju penegerian tersebut, sedangkan prosesnya sampai mana, masih perlu dipertanyakan. Dengan melihat permasalahan diatas menurut pengamatan penulis selama ini, kelihatannya para pemangku kepentingan di STKW masih setengah hati untuk memajukan STKW. Mengapa demikian?.   Mencermati STKW saat ini, secara umum para pemangku kepentingan masih keberatan untuk membuat perubahan yang akan membawa STKW lebih maju dan punya daya saing. Padahal banyak para pejuang untuk STKW yang rela mengabdikan diri puluhan tahun hanya untuk STKW, akan tetapi para pemangku kepentingan hanya ingin meraup keuntungan, bisa menikmati kekuasaan dengan merasa paling benar sendiri (kemingsun) tanpa tahu batin para pengabdi di STKW. Maka dari itu untuk kemajuan STKW diperlukan ketulusan hati baik dari para pemangku kebijakan maupun semua orang di STKW. Dengan kebersamaan perjuangan untuk STKW akan lebih mudah, karena perjuangan ini belum selesai.
Menurut penulis, dengan banyaknya gambaran persoalan di STKW yang ada, maka untuk kemajuan STKW harus tetap mengarah ke penegerian. Menurut Dr Ir Patdono Suwignjo,M.Eng.Sc, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih melaksanakan moratorium penegerian. Akan tetapi sambil menunggu moratorium, perguruan tinggi swasta bisa menjadi perguruan tinggi lewat Program Studi Diluar Kampus Utama (PSDKU). Seperti contohnya untuk saat ini politeknik kediri yang sudah menjadi negeri lewat jalur PSDKU. Sehingga STKW juga bisa untuk menjadi kampus negeri lewat jalur PSDKU supaya pengelolaan kelembagaan, anggaran bisa mengikuti ketentuan di kemenristekdikti yang nantinya STKW bisa lebih kredibel, sejahtera, maju dan masih banyak keuntungan yang lain. Apabila STKW masih berada dibawah UPT PLSW Disbudpar Prov. Jatim, atau mungkin masih dibawah yayasan Wilwatikta, maka penulis yakin dalam beberapa tahun kedepan STKW hanya akan menjadi kampus pengemis, miskin dan tanpa kehormatan.
Sebagai pegawai Negeri Sipil dan alumni STKW, penulis tetap konsisten untuk bersikap selalu ngelingke terhadap pemerintah, bukan berarti bersikap kritis. Hal ini diharapkan supaya STKW bisa mengalami perubahan untuk lebih maji, dan selain itu bisa memperbaiki mekanisme kinerja dipemerintahan supaya sesuai dengan prosedur yang ada dan bersih dari tindak yang kurang benar.

Penulis :

Adiyanto, S.Sn, MM
Pamong Budaya Ahli Muda
Disbudpar Prov. Jatim

tulisan ini pernah diunggah di 
koran harian Pojok Mataraman Selasa Kliwon, 26 Maret 2019

 pada tanggal 25 maret 2019


pada tanggal 6 April 2019


No comments:

Post a Comment

BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI

 BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI