Search This Blog

21 Jul 2020

TINJAUAN SENI KARAWITAN IRINGAN TARI


TINJAUAN SENI KARAWITAN IRINGAN TARI


A.        Kedudukan Karawitan Iringan Tari


Yang dimaksud dengan karawitan iringan tari adalah jenis tabuhan dalam karawitan yang rasa karawitannya mampu membantu kekuatan ungkap karya tari sebagai bentuk ekspresi seni. Secara konsep karawitan iringan tari dapat mempunyai wilayah yang lebih luas dari pada tabuh iringan tari, sebab dalam karawitan tari dapat dikembangkan lebih luas, tidak hanya terbatas pada teknik tabuhan tetapi juga dapat dikembangkan gagasan dan susunan baru dalam karawitan.
Memang kalau kita berkiblat pada karawitan tradisi melulu kiranya mempelajari karawitan iringan tari cukup dengan memahami tabuhan dan tehnik tabuhan iringan tari yang sudah ada. Tetapi mengingat kenyataan kebutuhan iringan tari di dalam perkembangan tari tradisi dan non tradisi, untuk garapan tari sudah lebih dari pada yang ada dan yang biasa terjadi. Oleh sebab itu karawitan iringan tari juga harus lebih berkembang dari iringan tari tradisi, guna memenuhi tuntutan rasa karawitan yang lebih bervariasi yang dibutuhkan oleh karya tari yang makin berkembang.
Semuanya itu ternyata sudah berbeda, maupun berubah, tetapi perbedaan dan perubahan itu memunyai nilai berkembang dan perubahan itu mempunyai nilai berkembang. Meskipun pengertian dasar dan secara garis besar perkembangan dan perubahan tersebut tetap dalam wilayah karawitan iringan tari.
Tari merupakan bentuk ungkapan kehidupan dan pengalaman jiwa yang menggunakan garapan medium pokok gerak. Dalam kegiatan tersebut ada tujuan dan hasil estetik maupun bentuknya yang artistik. Biasanya antara individu-individu maupun antara kelompok satu dengan yang lainnya maupun kadar potensi garapannya sebagai sarana yang tepat dan mantap dalam garapan karyanya.
Sebagai wilayah kegiatan tari sewajarnya mereka selalu mencurahkan perhatiannya pada garap bahan (medium) gerak sebagai tumpuan pertama untuk mewujudkan pengalaman imaginernya. Tetapi Setelah bentuk dan wujud itu lahir konkrit dari garapan gerak, apabila ternyata belum kuat sebagai pernyataan ungkap, barulah mereka mencoba menggunakan medium bantu lainnya. Medium bantu dalam ungkap tari itu dapat digunakan medium atau bahan apa saja yang dianggap dan mampu membantu kemampuan ungkap yang digarap dalam gerak pada tubuh. Tidak jarang bahwa medium bantu itu kadang-kadang terlalu banyak bahkan ada yang lebih menonjol dari pada ungkap medium pokok gerak. Walaupun hasil garap medium bantu mempunya nilai artistik tersendiri namun itu semuanya harus mengingat fungsi dan kedudukannya yang harus membantu menyatu dan menyangga kekuatan maupun wujud garapan gerak dengan berbagai komponen dan unsurnya sehingga merupakan kesatuan yang utuh. Medium bantu di dalam karya tari yang biasanya digunakan antara lain : karawitan, rias busana, sinar, properti, setting dan mungkin medium lainnya.
Istilah karawitan iringan tari merupakan kata majemuk yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan mempunyai satu pengertian. Seperti dijelaskan bahwa karawitan iringan tari merupakan suatu garap medium, sedangkan hasilnya diharapkan sebagai suatu wujud yang mempunyai kekuatan sebagai medium bantu di dalam satu ungkap estetis pada seni tari. Oleh sebab itu yang dimaksud karawitan iringan tari adalah suatu wujud garap karawitan yang diperuntukkan membantu komposisi gerak yang diciptakan dengan medium gerak yang menggunakan tubuh sebagai alat.
Karawitan iringan tari berorientasi pada fungsi secara maksimal dengan cara menggunakan, memanfaatkan, mengembangkan dan menggarap karawitan untuk kepentingan suatu bentuk penyajian tari. Pengertian ini tidak mempunyai arti dan konotasi sebagai pembantu dalam arti budak, tetapi membantu dapat berarti menegaskan dan menyangga isi dan nilai ungkap estetis.

B.        Karawitan Sebagai Medium Bantu


Di dalam penggunaan karawitan sebagai medium bantu pada seni tari sekiranya perlu diperkirakan apakah dapat diperkirakan seberapa kekuatan atau porsi yang diperlukan karawitan dalam suatu susunan tari?
Kiranya kekuatan atau porsi karawitan sebagai medium bantu sudah barang tentu tidak dapat ditentukan secara pasti seberapa yang diperlukan pada suatu kekaryaan atau penyajian tari. Tetapi jawaban itu akan didapatkan pada konsep dan fungsi karawitan sebagai medium bantu bagi setiap kekaryaan tari. Karawitan sebagai medium bantu pada masing-masing penyajian tari banyak berbeda antara satu karya tari dengan yang lainnya. Pada dasarnya apabila suatu isi atau nilai imajinasi dari penyusun yang akan diungkapkan itu sudah cukup terwadahi pada kualitas gerak dalam posisinya, maka medium bantu itu tidak diperlukan lagi. Demikian juga halnya termasuk karawitan sebagai medium bantu tidak usah dipergunakan. Meskipun begitu karena sesuai dengan bentuk dan sifat medium gerak itu tidak selalu mampu menampilkan isi secara kaya dan berbagai jenis kemantapan rasa, maka medium bantu termasuk medium karawitan bisa membantu dan memperkaya rasa dan suasana dari bentuk karya tersebut. Disitulah medium bantu karawitan diperlukan, tetapi sedikit atau banyak peranan dan porsinya karawitan sebagai medium bantu tidak sama, perhatikan dan amatilah perbedaan karawitan Remo dengan tari lainnya. Kenyataannya juga tidak aneh bahwa banyak karya-karya komposisi gerak yang lemah potensi ungkapnya, tetapi setelah menggunakan medium bantu karawitan yang tepat baru dapat dirasakan isi dan nilai ungkapnya komposisi tersebut. Masalah ini dapat diamati pada latihan tari garingan yang masih memperhatikan komposisi dan dibandingkan setelah ditrapkan karawitannya pada latihan bersama gending iringannya.
Suatu penyajian tari akan mempunyai potensi ungkap yang kuat apabila komposisi geraknya digarap dengan berbagai unsurnya secara cermat dan berhasil. Untuk itu pada komponen gerak perlu diperhatikan tentang kecermatan menggarap kualitas, bentuk, pola lantai, level, komposisi, ruang dan tidak lupa potensi penyaji yang mempunyai daya tafsir gerak berekspresi.
Dengan demikian porsi karawitan sebagai medium bantu untuk komposisi gerak sangat tergantung dari keberhasilan potensi ungkap yang sudah bisa dicapai oleh komposisi geraknya (perhatikan tari Remo dan komposisi drama tari). Dengan demikian secara konsep kedudukan medium bantu berperanan secara supel dan dinamis. Tetapi apabila pada kekaryaan tari bisa saja dimungkinkan terjadi dengan cara kerja yang lain maupun konsep yang lain. Sebab apa yang dibicarakan di atas bukan dimaksudkan sebagai satu-satunya konsep dan norma yang paling benar

C.        Konsep karawitan iringan tari


1.        Rasa Gending
Rasa gending mempunyai banyak unsur dan aturan-aturan diantaranya bentuk irama, lagu dan sebagainya. Dapat disimpulkan secara sederhana bahwa yang pokok disini dalam gendhing adalah menyangkut adanya aturan tentang bentuk tertentu, dan susunan nada yang digarap dengan ricikan pada perangkat gamelan.
Seandainya aturan bentuk tentang nada itu belum digarap maka barulah terbentuk balungan gending. Yang dimaksud gending adalah tekanannya pada hasil garap dari balungan gending. Dengan demikian gending adalah hasil garap dari balungan gending yang sudah ada sebagai ungkap rasa atau pernyataan pengalaman dari nilai estetik yang menggarap. Gending merupakan ungkapan atau pernyataan rasa dalam wilayah estetik (perwujudan keindahan). Dari hasil garap gending tersebut dapat memberikan pacu kepada penghayat sehingga menimbulkan rasa hayatan atau rasa estetik tertentu bagi penghayat dan itulah yang dimaksud dengan rasa gending.
Berbahagialah orang yang mempunyai kemampuan berkomunikasi denagn hasil garap gending, sebab disanalah dapat menemukan suatu nilai estetik atau pengalaman yang ada dari hidup dalam jiwanya.
Mudah-mudahan mereka bahagia dengan hasil komunikasinya kemudian bergetarlah dalam jiwanya sehingga di dalam jiwanya seolah-olah ada kehidupan baru. Perhatikan orang yang mampu menangkap hasil garap gending Jula-Juli, niscaya mereka bercikrak-cikrak, bertepuk-tepuk, bergeleng-geleng, semua itu karena mereka ia bergerak dari kekuatan rasa gending Jula-Juli. Tak heranlah kalau ada orang mendengar gending Ganggamina tayuban, kemudian spontan ia berdiri menari-nari, itulah mereka terpengaruh dan tergerak oleh rasa gending tersebut. Demikian memang karawitan atau gending mempunyai kemampuan lebih tajam dan rasa untuk menggerakkan dan membentuk dunia baru yang imaginer.
Karawitan mempunyai pembendaharaan rasa gending yang sangat kaya dan kekayaan itupun akan bertambah lagi apabila banyak pengrawit yang kreatif. Oleh sebab itu karena rasa gending mampu memperkaya rasa jiwa (estetik). Maka bagi orang yang menekuni tari harus berusaha mampu menerima rasa gending. Selebihnya mereka harus juga melatih diri dapat menerima rasa gending. Karawitan sebagai medium bantu di dalam hal ini dituntut pancaran rasa gendingnya untuk mampu menggerakkan jiwa seperti rasa gerak yang ditampilkan.
Seorang yang menekuni tari (penari, penyusun tari bahkan penghayat tari) perlu sekali untuk selain suka terhadap rasa gending juga sekaligus kaya akan berbagai rasa gending. Untuk itulah harus melatih diri agar peka terhadap terhadap rasa gending. Bagi yang terlatih secara peka, akhirnya dapat membedakan rasa gending Jula-juli slendro dengan Jula-Juli pelog. Gending Samirah dengan gending Ijo-Ijo, Krucilan dengan Ayak Kempul Kereop  dan sebagainya.
Demikian selanjutnya betapa kayanya rasa karawitan, penari harus mampu menangkapnya. Belajar dengan banyak melatih diri berkomunikasi dengan gending. Bagi seorang penggarap tari, rasa gending kadang-kadang mampu menjadi sumber kreatifitas, sebab dari rasa gending yang tumbuh dalam jiwanya akan membentuk imajinasi. Biasanya dari imajinasinya itu timbul rangsangan untuk melahirkan dalam wujud garapan gerak. Apabila tidak membantu lahirnya karya cipta gerak, masih ada manfaatnya bahwa dengan adanya kekayaan rasa gending maka bagi penyusun tari akan lebih tepat dalam memilih gending sebagai medium bantu dalam komposisi geraknya. Bahkan bagi seorang penari sangat diperlukan peka terhadap rasa gending agar dalam penyajiannya benar-benar menggunakan rasa gending untuk memantapkan dalam mengekspresikan geraknya. Sebab rasa gending mampu menggerakkan jiwa penarinya.

2.        Rasa Seleh
Yang dimaksud rasa seleh dalam kehidupan tari disini adalah rasa seleh lagu gending, tetapi bukannya seleh dalam arti teknis hubungannya dengan struktur seleh ketuk, kempul, kenong, dan gong. Bahkan bukan semata-mata seleh itu tidak seleh secara teknik, tetapi rasa seleh itu berhubungan dengan tafsir rasa tentang lagu dalam gending sebagai medium bantu. Ditinjau dari jenis pilihan seleh pada struktur gendhing tari memang pilihan salah satu jenis pida’an irama, juga termasuk adanya kemampuan tentang rasa gending bagi penari. Tetapi rasa seleh yang dimaksud adalah rasa seleh seorang penari yang mendasarkan diri pada tingkah laku dari rasa cengkok. Sebab cengkok itu merupakan kesan tertentu tentang lagu dan gaya dari garap seorang seniman. Di dalam gending, seperti kita ketahui bahwa seorang pengrawit dapat menggarap dengan memilih dan menggunakan perbendaharaan cengkok-cengkok yang sudah ada. Dari jenis-jenis cengkok itulah dapat menentukan rasa gending. Bagi seorang penari yang mempunyai rasa karawitan lebih peka, mereka tidak hanya berangkat dari rasa gending, tetapi mampu lebih masuk merasakan lagu-lagu cengkok yang digunakan. Dengan kemampuan menggunakan rasa cengkok gending iringan itu niscaya akan menambah kekayaan rasa seleh pada penampilan tarinya. Sebab mereka tidak hanya menggunakan rasa gending secara garis besar untuk melatar belakangi rasa tarinya tetapi mereka mampu masuk lebih detail dalam menangkap dan menggunakan sebagai sarana bantu dalam ekspresinya.
Pada penampilannya, bagi seorang penari yang mempunyai seleh pada iringan, mereka tidak hanya mampu menggunakan rasa seleh pada setiap tingkah laku cengkoknya secara terpenggal-penggal. Tetapi rasa seleh iringan disajikan secara cermat untuk mengungapkan keutuhan rasa gending pada sajian ekspresinya. Bagi penari yang mempunyai rasa seleh yang baik maka daya tafsirnya untuk ekspresi menjadi lebih kaya.
Kemampuan rasa seleh akan tercermin dalam penyajian tarinya terasa cermat rasanya. Selain itu juga terasa padat sehingga menimbulkan kesan mantap sajian tarinya.

3.        Pidakan
Dalam tari tradisi jawa terdapat istilah pidakan. Yang dimaksud istilah pidakan adalah suatu jenis penggunaan tehnik seleh bentuk gerak yang berhubungan dengan seleh iringan. Misalnya pada lumaksana yang menggunakan empat hitungan pada setiap langkah jatuh kaki bersamaan pada seleh kenong atau kempul pada iringan ladrang sehingga seandainya dimulai dari gong, maka  kempul kosong seleh kaki kanan, pada kenong pertama seleh kaki kiri, kemudian pada kempul pertama seleh kaki kanan, pada kenong kedua jatuh kaki kiri, demikian seterusnya bergantian memperhatikan seleh kaki pada seleh kempul dan seleh pada kenong. Yang dimaksud dengan pengertian pida’an tidak selalu tepat antara jatuh letak kaki bersamaan “tepat waktu” dengan kenong atau kempul yang dimaksud, tetapi dalam pidaan itu seorang penyaji/penari suka tepat, atau sebelumnya, mungkin sesudahnya. Oleh sebab itu pengertian pidaan adalah hubungan seleh gerak dengan seleh pada bentuk iringannya. Tetapi meskipun begitu tepat atau tidak tepat itu dalam tari tradisi juga merupakan pilihan rasa seleh yang dikehendaki oleh penari sekaligus sebagai pilihan ekspresi estetiknya.
Meskipun tidak tepat waktu tetapi dalam hal ini tetap mungkin memberikan jenis seleh yang enak pula. Di dalam tari jawa pida’an sering disebut pida’an irama. Pida’an adalah penggunaan rasa seleh pada bentuk gerak yang ada hubungannya denagn struktur gending iringan.
Bagi seorang penari yang tidak selalu mengikuti struktur seleh yang tepat pada struktur seleh bentuk iringan tetapi ternyata kadang-kadang ada yang dirasakan pada penampilan dalam penyajiannya seolah-olah penari yang kesenimanannya tinggi itu mampu membentuk struktur seleh pada tariannya. Oleh karena penari membentuk struktur irama dengan pida’an sendiri pada seleh geraknya maka seolah-olah struktur seleh yang digunakan dalam penampilan terasa sebagai pida’an irama.


D.       Karawitan Sebagai peranan Pembantu Iringan


Bgaaimana karawitan sebagai peranan pembantu iringan dalam tari. Kalau yang dimaksud peranan itu masalah kedudukan atau tujuan, adalah jelas ialah untuk membantu memberikan kekuatan ungkap pada kekuatan ungkap yang sudah digarap dalam medium pokok, ialah pada komposisi gerak. Kalau yang dipermasalahkan adalah seberapa porsi atau kekuatan yang diperlukan ialah tidak tentu, masalahnya sangat tergantung kebutuhan yang dikehendaki dari kekuatan yang sudah ada pada kekuatan ungkap dari hasil gerak yang sudah dicapai. Berikut beberapa contoh yang biasa terjadi dalam tradisi (tari jawa).

1.             Komposisi Sejajar
Di dalam usaha untuk menciptakan kekuatan suatu ungkap pada garap medium yang dikehendaki adalah dengan memberikan suasana karawitan yang sama atau sejajar dengan suasana ungkap atau kualitas gerak yang sudah dicapai. Misalnya suasana ungkap kualitas gerak yang agung maka diberikan suasana atau rasa karawitan yang agung. Kalau kualitas geraknya lucu maka dibantu dengan rasa karawitan yang lucu pula, demikian pula jika rasa geraknya gagah perlu dibantu dengan rasa karawitan yang gagah. Sehingga suasana pada bentuk komposisi ini bisa sejajar, oleh sebab kita sebut saja komposisi sejajar. Jenis komposisi sejajar adalah jenis komposisi iringan yang membantu mendorong lebih menguatkan dari hasil atau suasana yang sudah dicapai gerak kearah ungkap suasana yang sama yang lebih kuat.

2.             Komposisi Kontras
Komposisi ini adalah komposisi yang berlawanan derngan komposisi sejajar di atas. Apabila suasana ungkap dari kualitas gerak itu sudah dicapai maka dibantu dengan kekuatan ungkap rasa karawitan yang berlawanan atau bukan sejenis. Misalnya kualitas geraknya agung, bahkan diberikan iringan rasa karawitan yang rongeh, demikian pula seandainya kualitas gerak atau rasa geraknya itu sreng/rongeh maka diberikan atau dibantu dengan rasa karawitan yang sareh atau tenang.
Oleh sebab itu iringan komposisi kontras maksudnya membantu menguatkan ungkap yang sudah dicapai pada garapan gerak tetapi justru dibantu dengan suasana atau rasa yang berlainan, meskipun suasana atau rasa karawitan yang digunakan untuk membantu itu berlainan tetapi justru dapat lebih menguatkan ungkap gerak yang sudah ada, tidak melemahkan atau mengganggu. Ibaratkan merasakan warna putih maka terasa jelas dan mantap putihnya apabila warna putih itu didekatkan warna hitam. Sehingga beda apabila warna putih itu didekatkan dengan warna abu-abu.
3.             Komposisi Kamuflase
Jenis komposisi iringan karawitan untuk membantu selain seperti dua macam tersebut di atas juga dapat ditempuh dengan cara lain. Dasar pemikiran iringan karawitan dalam usahanya membantu memberikan kekuatan ungkap kualitas gerak yang sudah dicapai dengan memberikan warna suasana yang lain. Sehingga yang penting menghadirkan rasa karawitan itu untuk memberikan kekayaan suasana dalam komposisi yang utuh. Oleh sebab itu tidak perlu menggunakan pedoman rasa gerak semata-mata yang sudah dicapai, tetapi bermaksud menambah warna suasana atau warna rasa, di dalam menambah warna rasa ungkap yang lebih kuat atau lebih enak dari yang sudah dicapai gerak itu sendiri.
Gagasan ini seolah-olah tidak jelas, tetapi sebenarnya bukan begitu, tetapi  keberhasilannya membantu rasa karawitan tidak sempit, bahkan lebih luas. Masalahnya dalam pemikiran itu diperlukan kesabaran, mau mencoba dan selalu mencoba.

E.        Istilah Karawitan Iringan tari


Bagaimana dalam menentukan iringan itu terutama memikirkan rasa karawitan mengenai posisi hubungan iringan itu dengan medium pokok gerak. Sehingga mendapatkan komposisi semacam tersebut di atas. Kiranya memang agak sukar untuk dibakukan secara tegas, sebab dalam karya seni sebaiknya mencari kemungkinan baru yang lebih berhasil sehingga tidak terikat aturan lama. Berikut akan diuraikan beberapa pengertian dan istilah iringan yang dikenal dalam karya tari tradisi.

1.             Iringan Mungkus/ Mbungkus
Pengertian dan iringan mungkus/ mbungkus yang ada dalam tari tradisi adalah jenis iringan yang mempunyai hubungan rasa iringan komposisi gerak sangat akrab dan lekat sekali. Istilah ini diambil dari istilah jawa, mungkus/ mbungkus artinya membungkus itu  memberikan wadah agar sesuatu yang dibungkus itu tidak tercecer hilang ke luar dari bungkus itu. Dalam pengertian mungkus makanan jawa selalu diusahakan rapat atau ketat  sehingga isinya aman. Karena usaha ketat ini bungkus (iringan) itu terasa lekat, sehingga seolah-olah memberikan dan membentuk iringan.
Pengertian makanan/nasi bubur kalau sudah dibungkus, maka bentuknya persisi dengan bungkusnya. Hendaknya hubungan dalam konsep mungkus dengan gerak terutama dirasakan dari segi tehnis atau rasa tehnis. Biasanya jenis iringan mungkus/ mbungkus terlihat tentang penonjolan garapan cengkok pada garap ricikan iringan karawitan tersebut misalnya hubungan kendang, balungan dan sebagainya. Tari Jawatimuran banyak sekali iringan seperti itu, perhatikan peranan garap ricikan kendang pada tari Remo Bolet.
Sebenarnya tari tradisi khususnya banyak terdapat jenis iringan mungkus/ mbungkus. Selain pada iringan tari Remo Bolet, garapan mungkus/ mbungkus pada ricikan kendang yang semacam itu juga bisa dirasakan pada tari sejenis. ekspresi dari gerak tersebut seandainya iringan kendang tersebut dikurangi atau hilang, maka yang terjadi rasa tarian tersebut kurang sempurna. Karena besar sekali kekuatan ekspresi ricikan (kendang) ini sehingga terasa meninabobokkan dan memanjakan kehadiran ekspresi gerak. Hubungan yang lekat dan mesra ini menimbulkan ketidakdewasaan dari ekspresi geraknya dalam penampilan penyajian. Komposisi tari yang demikian biasanya apabila garapan cengkok kendangnya lemah, maka tarinya dirasakan sangat lemah, (coba menarilah ngremo tanpa kendang yang tepat). Kendang itu berhasil maka sangat dirasakan kuat dan menonjol sekali ekspresi gerak tarinya.
Selain berpijak pada rasa teknis cengkok ricikan itu maka sebenarnya jenis iringan mungkus ini kekuatannya disebabkan juga dari warna suara sumber bunyi tersebut. Jadi jenis ricikan sebagai bahan sumber bunyi tersebut. Jadi jenis ricikan sebagai bahan sumber bunyi ternyata punya peranan.
Pada dasarnya pengertian iringan mungkus/ mbungkus yang terdapat dalam tari tradisi memang demikian. Keberhasilan ekspresi seninya karena dirasakan begitu ketat dan letaknya  cara  maupun    rasa bentuk iringan dalam hubungannya pada sesuatu komposisi tari yang ditimbulkan oleh ricikan. Tetapi kadang-kadang pada jenis iringan mungkus/ mbungkus tersebut rasa ketat dan lekatnya itu bagi seorang pengendang yang kreatif bisa agak kendor. Dalam usaha mengendorkan keketatan hubungan bentuk rasa cengkok ini pada seorang pengendang dapat memilih atau membuat cengkok yang bentuk rasa cengkoknya tidak sama persis dengan rasa bentuk cengkok geraknya. Tetapi sebaliknya, bagi pengendang yang kurang kretif pada iringan mungkus/ mbungkus semacam ini kadang-kadang betapa sangat ketatnya membungkus geraknya, sehingga seolah-olah geraknya tidak sempat menarik napas (ambegan). Penampilan penyajian semacam ini seolah-olah dirasakan mencekik ekspresi geraknya.
Pada jenis iringan mungkus/ mbungkus sangat ketat tersebut bagi penghayat yang kurang peka memang lebih senang. Tetapi bagi penghayat yang kreatif justru tidak menyukai karena penghayat tidak ada kesempatan memberikan tafsir bentuk maupun rasa dari gerak yang disampaikan.

2.             Iringan Latar Belakang
Yang dimaksud dengan jenis iringan latar belakang ialah, jenis iringan yang membantu kekuatan ungkap dari medium rasa karawitan dengan menempatkan diri sebagai latar belakang dalam garapan karya tersebut.
Adapun pengertian dasar melatar belakangi ini memang dapat mempunyai alasan berbeda-beda. Pengertian jenis iringan ini kadang-kadang bisa sama dengan pengertian jenis iringan dari tinjauan posisi hubungan seperti kriteria berlawanan, seandainya jenis iringan berlawanan tetapi disasajikan pada ungkap tidak keras dan kuat maka dapat dikatagorikan jenis iringan latar belakang. Oleh sebab itu jenis iringan latar belakang lebih menekankan bentuk ungkap yang tipis saja. Dalam jenis iringan ini tidak bermaksud mengungkapkan secara berlebih-lebihan, sehingga kekuatan ekspresi iringan menjadi sama atau lebih kuat dari ekspresi garapan gerak yang dibantu. Jenis iringan latar belakang mempunyai bentuk dan kekuatan ungkap rasa karawitan yang tipis. Justru dari rasa karawitan yang tipis inilah komposisi tari itu mempunyai penampilan yang berhasil.
Pada garapan yang mempunyai iringan karawitan jenis iringan latar belakang sebenarnya secara konsep dapat dikatagorikan bahwa komposisi dan penampilan geraknya mempunyai kekuatan ekspresi seni yang lebih kuat. Dikatakan demikian karena peranan iringan tidak diperlukan secara menonjol dan lebih kuat dari ekspresi geraknya. Jenis iringan pada karya tari yang tergolong ini dapat kita amati perlu komposisi gerak atau karya tari yang disajikan oleh penari yang kuat daya ungkapnya (gregetnya) dan betul-betul penari tingkat seniman.

F.        Gerak Tari Tanpa Iringan


Konsep dasar karawitan tari di dalam menggarap rasa karawitan untuk membantu ungkap atau ekspresi pada sebuah komposisi gerak selalu berorientasi kebutuhan membantu mengiringi langsung ekspresi seni pada tari.
Konsep dasar dalam iringan tari meskipun membantu mengiringi tidak berarti harus selalu menghadirkan garap rasa karawitan pada setiap komposisi gerak. Kehadiran bisa juga tidak utuh sejak awal sampai akhir kehadiran geraknya. Sebab dengan memungkinkan pada bagian atau scene tertentu justru tidak dibutuhkan kehadiran rasa atau ekspresi karawitan.
Oleh sebab itu konsep dasar karawitan tari dalam garap iringan, mengiringi tidak berarti hadir selalu menitih kehadiran komposisi geraknya agar mempunyai ungkap, tetapi bisa saja kadang-kadang tidak ada iringan. Pada saat tidak ada iringan itu komposisi gerak tampil ungkap sendiri dengan rasanya sendiri, mungkin dengan kekuatan komposisi gerak, ruang, kualitas, bentuk, mungkin bahkan kekuatan pada ekspresinya sebagai tokoh atau karakter yang disajikan.
Kalau dibicarakan lebih banyak atau lebih detail masalah iringan tari secara teknik maupun teknis sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis yang disebutkan di atas, tetapi masih banyak lagi yang belum disebutkan. Selanjutnya seorang penari seharusnya mengamati lain-lainnya lagi. Hal itu dianjurkan demi eksistensi karya tari itu sendiri dalam menampilkan ekspresi seni yang mantap dan baru. Yang lebih penting seharusnya di dalam menggarap karawitan tari perlu menyadari bahwa kedudukan karawitan adalah melayani dan membantu kebutuhan tari. Kebebasan sebagai karawitan mandiri jelas tidak tercapai atau sangat dibatasi kebutuhan tari itu sendiri.
Yang dimaksud mengiringi tidak selalu mempunyai arti bahwa selama ditampilkan gerak kemudian seluruhnya ditampilkan karawitan. Bisa saja tampilnya karawitan pada bagian tertentu saja tidak dalam keseluruhan komposisi atau susunan gerak. Bahkan mengkin sekali geraknya lebih menonjol dari karawitan, tetapi bisa juga sebaliknya pada bagian-bagian tertentu karawitan lebih kuat ungkapnya. Sehingga dengan demikian garap karawitan tari perlu juga memperhatikan kandel tipisnya rasa karawitan sebagai medium bantu agar tidak menimbulkan kesan yang monoton.
Kiranya karawitan akan lebih luwes dan kayak arena dalam membantu karawitan mampu menimbulkan suasana, misalnya nglangut, kisruh, gecul, sedih. Di dalam menyusun suasana itupun karawitan bisa menggarap misalnya menggarap sedih tiba-tiba gecul. Bahkan menampilkan bermacam-macam sedihpun ternyata karawitan lebih mampu dari pada garapan gerak, karawitan juga mampu menggarap suasana yang ganda, misalnya suasana tegang dalam kesedihan atau wibawa yang anggun.
Seandainya kita belum ada kemampuan cukup tentang pembendaharaan gending dan cengkok asal tahu dan memahami garap, kiranya akan memperkaya dalam kerja dan usaha kita melayani kebutuhan ungkap tari. Sebab lewat pemahaman dan kemampuan garap irama, patet, laras, ricikan, volume, cengkok, wiled, maka sebenarnya kita akan menjadi kaya dan trampil melayani kebutuhan ungkap tari meskipun dengan pembendaharaan gending sedikit. Apalagi seandainya kita juga memasukkan konsep warna suara, sumber bunyi kemudian dengan itu kita kembangkan, betapa kayanya karawitan tidak akan dapat diramalkan kemampuan dan kemungkinannya. Oleh sebab itu sangat diperlukan kreatifitas bagi seorang penggarap iringan tari. Untuk itu kita tidak usah membatasi dengan norma maupun kaidah-kaidah dalam karawitan tradisi. Sebaliknya menggarap karawitan diusahakan mencari kemungkinan-kemungkinan baru agar mampu melayani kebutuhan tari secara kaya dan trep.
Agar mendapatkan hasil garap yang sesuai dengan kebutuhan sebagai iringan untuk garapan komposisi geraknya, maka sewajarnya sebagai tugas membantu dan mengiringi perlu mengetahui masalah-masalah yang pokok yang diperlukan sampai pada hal-hal yang lebih kecil.
Sebaiknya seorang penggarap iringan seharusnya mengetahui dan memahami gagasan secara utuh tentang garapan tari, tema, sumber garapan. Dengan adanya pemahaman itu karawitan dapat bekerja lewat tafsirnya. Alangkah baiknya apabila secara konstruksi ataupun alur suasananya juga lebih jelas diketahui. Sebab misalnya untuk garapan cerita maka sangat menguntungkan juga diketahui tiap adegan, bahkan tokoh maupun isi adegan yang ingin ditampilkan. Seandainya ingin menggarap suasana agungnya adegan Majapahit mestinya berbeda dengan agungnya Blambangan. Bahkan menggarap marahnya tokoh Gajahmada saja perlu berbeda dengan marahnya Hayam wuruk. Disamping itu dalam konstruksi suasana maupun alur itupun harus dipahami waktu singget-singget suasana pergantian yang diinginkan. Kalau diharapkan setiap singget dikehendaki pergantian suasana atau rasa iringan yang berbeda maka perlu digarap yang berbeda. Meskipun begitu kadang-kadang suatu garapan tari tidak diperlukan selalu seketat itu, bisa juga karawitan tidak berganti suasana tetapi komposisi tarinya bergantian atau sebaliknya. Gagasan demikian sebenarnya sebagai usaha melayani dan membantu sebaik-baiknya agar karya itu kental dan utuh ungkap estetiknya.
Bagi penyusun tari yang mempunyai kamampuan dan pemahaman garap karawitan biasanya akan menjadi lancar dalam menemukan dua gagasan/garap gerak dan garap iringan. Tetapi bagi penyusun tari yang kurang memahami garap karawitan diperlukan dialog yang jelas tentang gagasan-gagasannya dengan seorang yang menggarap iringannya. Akhirnya bisa dipertanyakan bagaimana menggarap iringan yang lebih  baik dan berhasil. Sudah barang tentu karena garapan ini masalah kesenian, sedangkan kesenian itu tidak lepas dari kreativitas, maka kebehasilan dan cara itu tidak lepas dari wawasan, maupun konsep kesenian serta kreativitas. Bahkan apresiasi juga besar peranannya dapat mempengaruhi keluasan atau teba maupun bobot konsep dan karya dalam garapannya.

BIODATA PENULIS

Adiyanto dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya  di bidang seni, diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun  2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun media cetak.
PENGALAMAN BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005.  Komposer dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional pada tahun 2016 di Surabaya.  Menjadi Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar Sastra Pamucang” Juara Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional Tahun 2019. Menjadi Ketua Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan dll. 
BUKU YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan Gending Jawa Timuran. Karawitan Jawatimuran. Pengetahuan Vokal Jawatimuran. Campursari Sekar Melati. Profil Sekar Melati. Kebudayaan Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan

No comments:

Post a Comment

BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI

 BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI