Search This Blog

21 Jul 2020

TINJAUAN BENTUK, STRUKTUR GENDING KARAWITAN JAWATIMURAN


TINJAUAN BENTUK, STRUKTUR GENDING KARAWITAN JAWATIMURAN


A.        Bentuk dan Struktur Gending


Bentuk memiliki beberapa pengertian diantaranya gambaran, rupa, sistem susunan, dan wujud yang ditampilkan. Pengertian lebih khusus mengenai bentuk pada karawitan, menurut Martapangrawit. Bentuk adalah susunan nada-nada yang diatur dan apabila dibunyikan terdengar enak gending. Istilah tersebut hanya ditujukan atau dikhususkan untuk gending yang berbentuk kethuk kalih ke atas. Pengaturan nada-nada tersebut berkembang ke arah suatu bentuk, dan bentuk inilah yang kemudian disebut gending (Martopangrawit, 1972:3-7).
Tradisi karawitan terutama lingkup para pengrawit, gending digunakan untuk menyebut struktur komposisi musikal karawitan Jawa yang mempunyai bentuk dan ukuran mulai dari bentuk giro, gagahan, sak Cokro/ ketawang, sak Samirah/ ketawang, sak Luwung/ ladrang, ayak kempul kerep, ayak kempul arang, krucilan dan jenis bentuk gending yang lainnya.
Kebiasaan dalam karawitan Jawa, Gending karawitan Jawatimuran terdiri dari beberapa macam bentuk yang ciri fisiknya dapat dilihat dari jumlah sabetan balungan dalam satu kenongan, jumlah tabuhan kenong dalam satu gongan, jumlah tabuhan kethuk-kempyang dalam satu kenongan, dan ciri fisik lainnya tergantung bentuk dari gending tersebut.
Bentuk gending pada karawitan Jawatimuran didalamnya terdapat struktur untuk membedakan bentuk gending satu dengan bentuk gending yang lain. Struktur dalam karawitan Jawatimuran merupakan susunan atau bangunan pembentuk suatu gending.
Bentuk gending dari beberapa pengertian di atas merupakan pengaturan nada-nada atau lagu yang disusun secara struktur dalam satu kesatuan musikal yang utuh. Berikut beberapa macam bentuk gending beserta strukturnya.

1.        Gending Giro
Gending Giro ini dalam karawitan gaya Surakarta adalah sak Lancaran, untuk garap sajiannya pada jaman dahulu menggunakan kendangan penanggulan, dan tanpa menggunakan rician halus seperti, gender, rebab, gambang dan yang lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya ada daerah daerah tertentu yang para senimannya dalam tafsir garap sajiannya menggunakan ricikan halus, sehinggga yang terjadi dalam sajian gending Giro ini ada yang menggunakan rician halus dan ada yang tidak. Contoh gending Giro ini adalah : Giro Endro, Giro Coro Balen, Giro Kejawen dan yang lainnya.

2.        Gending Gagahan
Gending Gagahan ini dalam karawitan gaya Surakarta adalah gending Soran atau gending Bonangan, untuk garap sajiannya pada jaman dahulu menggunakan kendangan penanggulan, dan tanpa menggunakan rician halus seperti, gender, rebab, gambang dan yang lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya ada daerah daerah tertentu yang para senimannya dalam tafsir garap sajiannya menggunakan ricikan halus, bahkan ada yang menggunakan vocal sinden, sehinggga yang terjadi dalam sajian gending Gagahan ini bisa digarap dengan garap sajian garap Soran, garap instrumentalia dan garap instrumental vocal. Contoh gending Gagahan ini adalah : Gagahan Loro-Loro, Gagahan Gejig jagung, gagahan sengkleh dan yang lainnya.

3.        Gending sak Cokro Negoro/ ketawang cilik
Gending Ketawag Cilik ini mempunyai skema gending dalam satu gongan terdiri dari satu baris, dengan skema gatra satu kempul, gatra kedua kenong, gatra ke tiga kempul dan gatra ke empat gong. Untuk seniman karawitan Jawatimuran, gending ini di sebuk gending sak Cokro Negoro karena menggunakan tafsir garap kendangan sak Cokro Negoro. Contoh gending sak Cokro Negoro : Alas Kobong, Ijjo-Ijo, Pantang, Rangsang dan yang lainnya.

4.        Gending sak Samirah/ ketawang
Gending Ketawag ini mempunyai skema gending dalam satu gongan terdiri dari dua baris, dengan skema gatra kedua kempul, gatra ke empat kenong, gatra ke enam kempul dan gatra ke delapan gong. Untuk seniman karawitan Jawatimuran, gending ini di sebut gending sak Samirah karena menggunakan tafsir garap kendangan sak Samirah. Contoh gending sak samirah adalah: Opak Apem, Rembe, Sontoloyo, Slukat dan yang lainnya.

5.        Gending sak Luwung/ Ladrang
Gending ladrang ini mempunya skema gending dalam satu gongan terdiri dari dua baris, dengan skema gatra kesatu kempul, gatra kedua kenong, gatra ke tiga kempul,gatra ke empat kenong, gatra ke lima kempul, gatra ke enam kenong, gatra ke tujuh kempul, dan gatra kedelapan gong. Bagi seniman karawitan Jawatimuran untuk gending ini disebut gending sak Luwung, karena menggunaan tafsir garap kendangan sak gending Luwung. Contoh gending sak Luwung :adalah: Dendang, Engklek, Gagak setro, Cokek dan lain sebagainya.

6.        Gending sak Jonjang/ Ketawang Gede
Gending Ketawang gedhe ini mempunyai skema balungan sama dengan ketawang Cilik (sak Cokro Negoro), akan tetapi untuk skema kendangannya berbeda serta garap sajiannya juga bebeda yaitu masalah teknik tabuhan, tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman karawitan Jawatimuran kadang menyebutnya gending sak Jonjang, karena skema kendangannya menggunakan kendangan sak Jonjang. Contoh gending sak Jonjang adalah: Brang Wetan dan yang lainnya.
7.        Gending sak Lambang/ ketawang gending
Ketawang gending ini mempunyai skema balungan sama dengan ketawang (sak samirah), akan tetapi untuk skema kendangannya berbeda serta garap sajiannya juga bebeda yaitu masalah teknik tabuhan, tempo, irama serta yang lainnya. Bagi seniman karawitan Jawatimuran kadang menyebutnya gending sak lambang, karena skema kendangannya menggunakan kendangan sak Lambang. Contoh gending sak lambang adalah: Bingung, Ganda Kusuma, .Sekar Cinde, Ramyang dan lain sebagainya.

8.        Gending Gede
Gending Gede yang dimaksud dalam karawitan Jawatimuran adalah gending yang skema balungan diatas gending sak lambang. pada jaman dahulu gending gede ini tidak menggunakan kempul seperti gending gede gaya Surakarta maupun gaya Jogjakarta, akan tetapi pada perkembangannya ada juga para seniman pengrawit Jawatimuran yang menggunakan kempul pada gending gede ini, sehingga yang terjadi ada yang menggunakan kempul dan ada yang tidak menggunakan kempul pada sajian gending gede ini. Sedangkan gending gede pada karawitan Jawatimuran ini juga dibedakan menjadi beberapa bentuk, seperti :
a.      Gending Gede sak Sekartejo, contohnya: Titipati, Liwung dan yang lainnya.
b.     Gending Gede sak Gambir sawit, Contohnya: Onang-Onang, layon Kintir, Bango-Bango dan yang lainnya.
c.     Gending Gede sak Nara Sala
d.     Gending Gede sak Kutut Manggung

9.        Gending Gedog
Gending gedog yang dimaksud adalah gending yang terdiri dari ayak kempul arang, ayak kempul kerep, krucilan dan gemblak. Dalam karawitan gaya Surakarta gending Gedog ini bisa di samakan dengan ayak ayak, srepek dan sampak. Ciri- ciri gending gedog ini terletak pada tabuhan saron, dimana saron satu dan saron dua menggunakan tehnik tabuhan imbal dan nginthili.

B.        Komposisi atau Sususnan Gending


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, komposisi adalah susunan, tata susunan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000 : 585).
Penjelasan komposisi secara khusus juga dipaparkan oleh Martapangrawit. Komposisi adalah susunan bagian sebuah gending dapat terdiri dari buka, merong, ngelik, umpak, umpak inggah, umpak-umpakan, inggah, sesegan, suwukan (Martapangrawit, 1975 : 10).
Penyajian komposisi sebuah gending. diantaranya dapat dirangkaikan dengan gending lain sebagai berikut.


1.        Buka
Buka dalam masyarakat Jawa sering digunakan sebagai istilah untuk membatalkan puasa yaitu mengawali/ memulai makan dan minum setelah menjalankan ibadah puasa. Jadi kata buka dapat diartikan sebagai permulaan atau awalan ketika akan melakukan sesuatu, awalan untuk melakukan pekerjaan, untuk makan dan minum, dan seterusnya. Dalam kehidupan sehari-hari kata buka ini jarang digunakan, yang sering dijumpai adalah kata buka-en (disuruh membuka), dibukak (dibuka), dan seterusnya. Pada buku Bausastra Jawa diberikan makna mulai, mulai makna (bagi orang puasa), mulai suatu pekerjaan, miwiti.

Pada karawitan Jawa kata buka memiliki keterkaitan, kata buka merupakan salah satu bagian dari komposisi sajian sebuah gending. Buka adalah suatu bagian lagu yang disajikan untuk memulai sajian gending yang disajikan oleh suatu ricikan atau vokal (Martopangrawit, 1975:10).
Jadi, buka dalam sajian gending adalah bagian dari komposisi gending yang merupakan kesatuan melodi lagu, yang digunakan untuk mengawali sajian gending atau mbukani sebuah gending. Pada tradisi karawitan Jawa Jawatimuran buka suatu gending dapat dilakukan oleh beberapa ricikan (instrumen). Ricikan yang biasanya berperan sebagai penyaji buka adalah rebab, kendang, gender, bonang, gambang, dan siter (buka menggunakan siter tersebut digunakan dalam perangkat gamelan cokekan atau siteran). Selain buka dengan ricikan, buka juga dapat dilakukan dengan vokal (suara manusia). Buka vokal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan dengan bawa dan buka celuk. Bawa adalah vokal tunggal yang diambil dari sekar ageng, sekar tengahan yang dilakukan sebelum sajian gending dimulai.
Macapat dilakukan sebelum sajian gending pokok dimulai. Buka celuk adalah buka yang dilakukan oleh vokal tunggal dengan menyajikan satu atau dua kalimat lagu yang kemudian ditampani, dilanjutkan dengan sajian sebuah lagu.
Perbedaan antara bawa dan buka celuk adalah pada bawa seorang vokal harus menyajikan satu tembang (sekar macapat, tengahan, macapat) secara utuh, tetapi pada buka celuk adalah vokal yang hanya menyajikan satu atau dua kalimat lagu pokok dari gending yang akan disajikan kemudian ditampani dan dilanjutkan pada sajian suatu gending. Menurut sifatnya, buka merupakan bagian komposisi yang harus disajikan kecuali gending tersebut merupakan kelanjutan dari gending lain.
Bagian buka ini merupakan tahapan awal dari sajian suatu gending yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa bagian komposisi lainnya. Bagian-bagian lain tersebut mempunyai kesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Melalui buka ini dapat teridentifikasi jenis dari suatu gending yang kan disajikan. Suatu gending dapat diklasifikasikan menurut buka yang digunakan, misalnya gending yang diawali dengan buka rebab, yang diawali dengan buka bonang disebut gending bonang, dan seterusnya.

2.        Gedukan
Gedukan dalam seni karawitan berarti suatu komposisi gending Jawatimuran setelah buka yang mempunyai garap halus dan tenang dengan teknik tabuhan kendangan gedukan. sedangkan untuk instrumen yang lain menggunakan tehnik garap tabuhan yang halus juga.


3.        Minggah Kendang
Minggah kendang hampir sama dengan gedukan akan tetapi penyajiannya di sajikan setelah gedukan. Dan biasanya minggah kendang di gunakan dalam gending sak jonjang/ ketawang gede, sak Lambang/ ketawang gending, gending gede. Ciri cirinya biasanya untuk balungan gending mempunyai mbok-mbokan dan anak-anakan, sehingga untuk mbok-mbokan menggunakan kendang gedukan sedangkan minggah kendang menggunakan anak-anakan, ciri balungan untuk minggah kendang yang menggunakan balungan anak-anakan yaitu menggunakan balungan pancer.
4.        Gambyak
Gambyak dalam seni karawitan berarti suatu komposisi gending yang mana menggunakan  Jenis kendangan Jawatimuran kelanjutan dari kendangan gedugan yang suasananya lebih dinamis dan ugal. ciri balungan untuk gambyak kendang sama dengan minggah kendang yaitu menggunakan balungan anak-anakan dengan ciri menggunakan balungan pancer.

C.        Bentuk Gending yang Non Konvensional


Bentuk non konvensional merupakan bentuk yang tidak berdasarkan kesepakatan umum seperti bentuk-bentuk lain seperti yang telah dijelaskan di atas. Bentuk ini memiliki keistimewaan tersendiri, baik dalam penyajian maupun alat yang digunakan.

1.        Langgam
Langgam Jawa merupakan lagu yang mempunyai gaya dengan nuansa Jawa dalam bentuk kalimat lagu A- A1-B-A1 dan diiringi dengan instrumen keroncong yang digarap sedemikian rupa sehingga merupakan imitasi karawitan Jawa (Wasono, 1999 : 39). Untuk memahami perbedaan antara satu bentuk dengan bentuk lain yang perbedaannya pada instrumen dan permainan, bentuk kalimat lagu dan penyajiannya, langgam Jawa sebagai jalinan antara bentuk kalimat lagu (langgam keroncong) dengan tangga nada, instrumen, dan permaianan gaya Jawa.
Perkembangan langgam Jawa yang tadinya konvensional dalam perkembangannya disertai pula dengan pembentukan langgam Jawa yang non konvensional (bukan A-A1-B-A1) yang disertai pula dengan penambahan instrumen, pembentukan laras baru, perkembangan garapan atau aransemen, perkembangan syair lagu serta keanekaragaman bentuk sajian. Instrumen yang digunakan adalah bas, selo, gitar, cuk, biola, dan flute ditambah cak dan elekton (Wasono, 1999 : 60).
Penjelasan lebih khusus mengenai langgam pada dunia karawitan khususnya gaya Surakarta, langgam-langgam yang terdapat pada keroncong disajikan menggunakan gamelan. Untuk struktur langgam ada yang teratur sama dengan ketawang, namun ada juga yang tidak memiliki aturan tertentu. Pada topik penulis bahwa ternyata terdapat gending-gending yang berbentuk langgam digunakan dalam sajian gending yang memiliki kaseling seperti contoh ladrang Ayun-ayun kaseling langgam Yen Ing Tawang.

2.        Dangdut
Musik dangdut merupakan musik rakyat, karena benar-benar lahir dari nurani rakyat yang mengekpresikan kehiupan sehari-hari dengan musik dangdut. Musik dangdut berasal dari musik melayu, atau lebih tepatnya musik tradisional melayu yang mendapat pengaruh sangat kuat dari musik India dan Arab (Gambus) (Dhanie, 2007:1)
Penjelasan lebih khusus mengenai dangdut pada dunia karawitan gaya Surakarta berbeda dengan dangdut pop pada umumnya. Dangdut dalam dunia karawitan ini menggunakan gamelan yang dalam penyajiannya kendang alit / kendang ketipung yang berperan sebagai ciri sajian dangdut.
Dangdut pop pada umumnya menggunakan kendang ketipung yang menyerupai gambus sebagai ciri khasnya. Sajian gending dangdut memiliki susunan struktur yang tidak menentu. Banyak gending yang bernuansa dangdut namun untuk gaya Surakarta ternyata terdapat pada gending karya Nartosabdo.


BIODATA PENULIS

Adiyanto dilahirkan di Semarang pada tanggal 02 Juli 1982. Sejak kecil ia sudah diajari oleh orang tuanya  di bidang seni, diantaranya, seni karawitan, pedalangan dan seni tatah sungging wayang. Setelah remaja Ia mematangkan ketrampilan olah seninya di SMKN 8 Surakarta Jurusan Karawitan pada tahun 1998, kemudian melanjutkan kuliah di STSI Surakarta pada tahun 2001 sampai semester 4 transfer ke STKW Surabaya lulus pada tahun 2006. Sejak tahun 2011 di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Bidang Budaya, Seni dan Perfilman. Kemudian pada tahun  2015 diangkat sebagai Pamong Budaya Jawa Timur sampai sekarang. Di sela-sela kesibukanya sebagai Pamong Budaya Ia juga aktif sebagai seniman, baik pelaku seni, pengkarya seni dan pemerhati seni. Aktif menulis baik di media elektronikm media massa maupun media cetak.
PENGALAMAN BERKESENIAN
3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sabet pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. 3 (tiga) Dalang Penyaji Terbaik Bidang Sanggit Cerita pada Festival Dalang dalam rangka Pekan Wayang se Jawa Timur tahun 1999 di Surabaya. Sebagai Pengamat Daerah pada Parade Lagu daerah Taman Mini “ Indonesia Indah” tahun 2011 mewakili provinsi Jawa Timur. Menjadi salah satu pemusik dalam pertunjukan Festival Kesenian Indonesia III tingkat Nasional tahun 2011 di Surabaya. Menjadi Duta Seni mewakili Indonesia ke Ho Chi Mint City, Vietnam pada tahun 2005.  Komposer dalam Festival Gegitaan tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Komposer Iringan Tari Ganggasmara dalam acara Festival Tari Sakral tingkat Nasional pada tahun 2013 di Jogjakarta. Juara 1 (satu) Komposer Iringan Tari Kidung Kasanga dalam acara Festival tari Sakral tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 di Sidoarjo. Komposer Iringan Tari Mandaragiri dalam acara melasti tingkat Provinsi Jawa Timur di Surabaya. Komposer Iringan Tari Nawa Cita Negara Kertagama dalam acara Mahasaba Tingkat Nasional pada tahun 2016 di Surabaya.  Menjadi Komposer pada Pembukaan Festival Seni Sakral tahun 2019 dengan Judul “ Babar Sastra Pamucang” Juara Penata Musik tradisional Terbaik pada Festival Seni Sakral Tingkat Nasional Tahun 2019. Menjadi Ketua Lembaga Seni Keagamaan Provinsi Jawa Timur, masa bhakti 2019-2023 Aktif menjadi Juri dan Narasumber d berbagai kegiatan seni, seperti Macapat, Gegitan, Tari, Karawitan, pedalangan dll. 
BUKU YANG TELAH DITULISNYA
Djoko Langgeng Dan Wayang Kulit Karyanya. Balungan Gending Jawa Timuran. Karawitan Jawatimuran. Pengetahuan Vokal Jawatimuran. Campursari Sekar Melati. Profil Sekar Melati. Kebudayaan Dalam Opini, Kebudayaan Dalam Opini,Tinjauan Seni Karawitan

No comments:

Post a Comment

BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI

 BEDAYAN LOGONDANG NOTASI PELOG LIMA ADITYASTUTI